Senin, 26 Oktober 2015

High Priestly Prayer on John 17:6-26

Towards the end of His earthly life, Jesus prayed for His disciples, "That they may be one, as We are one" (Jn. 17:11, 23). Jesus' prayer in Jn. 17: 6-26 has strong echoes of unity. Jesus frequently talked about unity among Himself, His Father and His disciples. This prayer depicts Jesus’ expectation on His disciples. When Jesus had to leave this world and His disciples, He wanted them to stick together. He even wanted them to stick together just like He Himself and the Father are one. Jesus realized it was such unity that the disciples needed in their apostolic mission on earth. They had to be united so that the world would believe that Jesus was sent by the Father (Jn. 17:21). They had to be united so that they could proclaim the word of God entrusted to them (Jn. 17:14, 20). They had to be united so that they could help and encourage each other when they had hard times in proclaiming the word of God (cf. 1 Cor. 12: 12-31).
This passage teaches the prayer of Jesus for the unity of the disciples in John. 17: 6-26. The writer would like to know the meaning of unity as it was meant by Jesus and its relevance for the priests today. The Week of Prayer for Christian Unity (January 18-25) was set in 1908 during which the Church repeats Jesus’ prayer ever since. This indicates that the unity continues to be a struggle for the Church of all time that the Church continues to voice this particular Jesus’ invitation. That is why when Jesus was praying for the unity of His disciples who were with him at that time, He did not forget to also pray for the unity of the people in the future who will believe in Him because of the preaching of the disciples. Christians today are part of these people. The faithful should live in unity so that later on they may see and enjoy the glory of Jesus in heaven forever (Jn. 17:24).
            In the tradition of the Church, Jn. 17 is often called as "High Priestly Prayer" which means in this prayer the Church see Jesus as a High Priest who offered prayer for all His disciples as the proclamation of the Letter to the Hebrews that says Jesus is the High Priest of the new covenant (Heb. 8). It is also in this prayer that the image of Jesus as the Good Shepherd who attempted the unity of the flock becomes more apparent (cf. Jn. 10: 1-21). Thus, this prayer invites the priests today to pray for the unity of the people because they carries the priesthood of Jesus today. This prayer should also be one of their pastoral works. This means that priests can enhance the unity of the people as Jesus did by ‘standing before God’ and beg the grace of unity of the people through the celebration of Eucharist, daily worship, communal and personal prayer as well.


Pengantar
Doa merupakan bagian dari pelayanan seorang imam. Seringkali umat datang kepada imam bukan hanya untuk meminta pelayanan sakramen tetapi juga meminta untuk didoakan agar dikuatkan atau dilepaskan dari kesusahan hidup mereka. Umat yakin bahwa doa para imam akan selalu didengarkan Tuhan karena mereka adalah pribadi yang dekat dengan Tuhan. Beberapa pengalaman yang penulis alami saat menjalani Tahun Pastoral memang menunjukkan bahwa umat membutuhkan doa. Misalnya doa mohon kerukunan bagi umat yang terpecah belah karena gosip[1], perseteruan antar marga[2],  perebutan warisan, terlibat dalam kejahatan narkoba, atau konflik dengan pemeluk agama lain. Akibatnya, banyak umat tidak mau mengikuti pertemuan-pertemuan umat, seperti perayaan Ekaristi, doa lingkungan, atau organisasi-organisasi dalam Gereja. Dari pengalaman ini, penulis yakin bahwa selain sentuhan manusiawi seperti sapaan dan kunjungan, mereka juga perlu sentuhan rohani seperti doa.
Imam yang berdoa bagi persatuan umatnya merupakan bentuk karya penggembalaan karena melalui doa, imam menunjukkan kepeduliannya akan suka dan duka, kegembiraan dan harapan umatnya (bdk. GS. 1). Kebutuhan dan kerinduan umat harus menjadi isi doa para imam setiap hari (bdk. KHK. 276 §2). Melalui doa, imam memberikan pengharapan bagi umat yang berada kesulitan, pengampunan Allah bagi pendosa, keyakinan dan keberanian untuk melanjutkan hidup bagi yang berputus asa.[3] Pada akhirnya, melalui doa-doa mereka, para imam mampu membawa kembali umat yang tercerai-berai pada persekutuan murid Yesus.
Perlunya imam berdoa bagi persatuan umat juga ditunjukkan oleh Yesus sendiri sebelum Ia meninggalkan dunia. Yesus berdoa kepada Bapa bagi para murid dan semua orang yang percaya kepada-Nya (Yoh. 17:6-26) supaya tetap bersatu sama seperti Yesus bersatu dengan Bapa. Rahmat persatuan sangat diperlukan oleh para murid karena Yesus tahu bahwa masa yang paling penting dan menentukan bagi sebuah proses kemuridan adalah ketika seorang murid ditinggal pergi gurunya.  (bdk. Mat. 26:1; Mrk. 14:27; bdk. Zak. 13:7). Mereka adalah orang-orang yang baru mulai beriman akan Yesus. Mereka masih memiliki banyak kekurangan dan kelemahan (lih. Mrk. 8:13-21, Mat. 26:34, Luk. 9:46-48, Yoh. 6:16-21). Maka, besar kemungkinan para murid akan tercerai-berai ketika Yesus pergi dari antara mereka. Atas dasar ini, Yesus merasa perlu untuk mendoakan mereka kepada Bapa.
Uraian di atas hendak menunjukkan bahwa doa itu memiliki peranan yang amat penting bagi seorang gembala umat. Umat terlepas dari banyak kesulitan hidup dan dosa-dosa berkat doa gembala mereka di hadapan Allah (bdk. Yer. 7:16). Oleh sebab itu, meski seorang imam memiliki tugas yang banyak dalam pelayanan sakramental maupun kategorial, imam harus setia berdoa bagi umatnya di dalam doa-doa pribadi dan komunitas. Dalam hal ini, Yesus adalah teladan utama para gembala umat. Ia bukan hanya pengajar dan pembuat mukjizat. Ia adalah juga pendoa. Doa menjadi salah satu bagian utama bentuk pelayanan-Nya. Ia senantiasa mengawali dan mengakhiri karya penggembalaan-Nya dengan doa (Mat. 14:23, Mrk 1:35, Luk 5:16). Beberapa ahli Kitab Suci menyebut doa dalam Yoh. 17 ini sebagai doa imamat.[4] Oleh sebab itu, sama seperti Yesus Sang Imam Agung, para imam harus menjadi pendoa-pendoa bagi umat. Tuhan sendiri mengatakan bahwa celakalah para imam yang tidak pernah mendoakan umatnya yang hilang dan terserak (bdk. Yer 23:1).

Konteks Yoh. 17:6-26
Konteks jauh. Konteks jauh Yoh. 17:6-26 adalah Yoh. 13-16. Pertanyaan kita adalah mengapa konteks jauh Yoh. 17:6-26 terdiri atas empat bab? Mengapa harus empat bab? Apakah masing-masing bab memiliki keterkaitan? Bab 13-16 adalah sebuah kesatuan kisah. Kisah bab 13-16 terjadi pada malam yang sama. Yoh 13:1 menyebutkan bahwa sebelum Hari Raya Paskah Yahudi dimulai, Yesus mengadakan perjamuan makan malam yang terakhir (Yoh. 13:30b, “Pada waktu itu hari sudah malam”). Ketika mereka sedang makan bersama (ay. 2), Yesus menanggalkan jubah-Nya, mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, lalu Ia mulai membasuh kaki para murid (Yoh. 13:4). Kemudian Yesus dan para murid melanjutkan perjamuan tersebut (Yoh. 13:12, 26). Sesudah perjamuan tersebut selesai, Yesus melanjutkannya dengan pengajaran-pengajaran (Yoh. 14-16).
Setelah Yesus selesai dengan pengajaran-pengajaran-Nya kepada para murid-Nya, Ia langsung berdoa kepada Bapa-Nya (Yoh. 17:1). Hal ini terjadi sangat cepat. Ay. 1 mengandaikan bahwa Yesus tetap berada di tempat yang sama, yaitu bersama para murid-Nya di ruang makan. Injil tidak mengatakan bahwa Yesus pergi ke tempat lain. Injil hanya mengatakan bahwa Yesus langsung menengadah ke langit dan mulai berdoa.
Hubungan bab 13-16 dengan bab 17 juga tampak dari isi pengajaran Yesus dengan isi doa-Nya. Dalam Yoh 13:1 Yesus menyadari bahwa “saat-Nya” sudah tiba. Ia membuka doa-Nya dengan kata yang sama (17:1). Kemudian Yesus berdoa kepada Bapa bagi murid-murid-Nya. Yoh. 13:13 dan Yoh. 16:30 menyebutkan bahwa para murid percaya bahwa Yesus berasal dari Allah. Dalam Yoh. 17:8, Yesus berdoa bagi murid-murid yang percaya kepada-Nya. Dalam Yoh. 13:36-37, Petrus sebagai ketua para murid tampak gelisah tentang kepergian Yesus. Dalam Yoh. 17:11, Yesus meminta agar Bapa menjaga mereka karena Yesus akan meninggalkan dunia sementara mereka masih berada di dunia. Dalam Yoh.  14:1-6, Yesus menghibur para murid yang gelisah dan meyakinkan mereka bahwa kelak mereka akan bersatu dengan Yesus di rumah Bapa. Dalam Yoh. 17:24, Yesus juga meminta kepada Bapa supaya kelak mereka berada bersama Yesus. Bab 15 berisi pesan bahwa kehidupan hanya dapat diperoleh lewat persatuan dengan Yesus dalam perumpaan pokok anggur (bdk. Yoh. 17: 21-23). Bab 16 berisi nubuat tentang penderitaan para murid-Nya dan Yesus menjanjikan kebahagiaan yang besar (Yoh. 16:22-23a) bila mereka tetap setia pada iman mereka. Mereka akan dianiaya oleh orang-orang yang tidak mengenal baik Bapa maupun Anak (Yoh. 16:3, bdk. Yoh. 17:25).
Konteks dekat. Konteks dekat sebelum Yoh. 17:6-26 adalah Yoh. 17:1-5. Setelah Yesus berdoa bagi diri-Nya sendiri (ay. 1-5), Ia berdoa bagi seluruh murid-Nya (ay. 6-26). Keduanya memiliki konteks yang sama, yaitu Yesus yang sedang berdoa. Selain itu, kedua perikop ini memiliki hubungan yang sangat dekat karena adanya beberapa hal yang sama. Misalnya, pertama, tema tentang kemuliaan. Kata “mulia” mucul sebanyak 5 kali dalam Yoh. 17:1-5 dan 3 kali dalam Yoh. 17:6-26. Kedua, Yesus menggunakan pola yang sama pada doa ini. Yesus selalu menyebutkan sebuah alasan pada setiap permohonannya kepada Bapa. Misalnya, dalam Yoh. 17:4-5, Yesus meminta supaya Bapa mempermuliakan diri-Nya (ay. 5) karena Ia telah mempermuliakan Bapa. Dalam Yoh. 17:9, Yesus berdoa untuk para murid karena mereka adalah milik Bapa. Yesus juga minta supaya Bapa melindungi mereka (ay. 15) karena Yesus telah memberikan firman Bapa kepada mereka (ay. 14).
Konteks dekat yang mengikuti Yoh. 17:6-26 adalah Yoh 18:1-11. Yoh. 18:1 menyebutkan, Setelah Yesus mengatakan semuanya itu keluarlah Ia dari situ bersama-sama dengan murid-murid-Nya dan mereka pergi ke seberang sungai Kidron.” Yang dimaskud dengan “mengatakan semua itu” pasti mengacu pada doa Yesus atau ada kemungkinan termasuk pengajaran-pengajaran-Nya.
Hubungan antara kedua perikop ini juga ditandai oleh tokoh Yudas Iskariot. Dialah orang yang dimaksudkan Yesus dalam Yoh. 17:12 (“Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci”). Selanjutnya, dalam Yoh. 17:12, Yesus mengatakan bahwa selama Ia ada bersama dengan murid-murid-Nya, Ia akan senantiasa menjaga mereka agar tetap aman. Hal ini dibuktikan dalam Yoh. 18:8-9 (Jawab Yesus: "Telah Kukatakan kepadamu, Akulah Dia. Jika Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi." Demikian hendaknya supaya genaplah firman yang telah dikatakan-Nya: "Dari mereka yang Engkau serahkan kepada-Ku, tidak seorangpun yang Kubiarkan binasa."). Kalimat “supaya genaplah firman yang telah dikatakan-Nya” ini pasti mengacu pada Yoh. 17:12.
Jadi, perikop Yoh. 18:1-11 merupakan penutup dari kisah malam terakhir Yesus bersama murid-murid-Nya. Yesus dipisahkan dari murid-murid-Nya. Yesus rela ditangkap tanpa melakukan perlawanan asalkan para murid-Nya dibebaskan. Yoh. 18:12dst merupakan kisah baru karena para prajurit mulai menangkap Yesus dan membelenggu-Nya. Selanjutnya, Yesus masuk pada babak penganiayaan dan penyaliban.
Tafsir atas Yoh. 17:6-26
Yoh. 17 merupakan doa agung Yesus. Doa ini adalah doa terpanjang Yesus yang ada dalam keempat injil. Secara literer Yoh. 17 membentuk suatu kesatuan. Perikop ini dibuka dan ditutup dengan tema kemuliaan. Yoh. 17:1-5 berisi permohonan Yesus supaya Ia dipermuliakan dan Yoh. 17:6-26 berisi permohonan agar semua murid-Nya bersatu dan kelak mereka dapat memandang kemuliaan-Nya.
Dalam bab ini, kami hendak menafsirkan Yoh. 17:6-26 karena bagian tersebut menjadi dasar utama tema tesis kami. Tema utama Yoh. 17:6-26 adalah tentang persatuan. Kata “satu” (Inggris: one) muncul sebanyak lima kali dalam perikop ini (ay. 11, 21, 22 [2x], dan 23). Yesus berdoa supaya para murid-Nya tetap bersatu meskipun Yesus akan meninggalkan mereka. Yesus berdoa supaya seluruh murid-Nya bersatu, yaitu kelompok murid pertama dan kelompok murid kedua.[5] Kelompok murid pertama Yesus adalah para rasul dan murid yang lain, sedangkan kelompok murid kedua adalah orang-orang yang percaya kepada Yesus karena pewartaan kelompok murid pertama. Pada awalnya (Yoh. 17:6-19), Yesus hanya berdoa bagi kelompok murid pertama. Akan tetapi, Yesus melanjutkan doa-Nya juga bagi kelompok murid kedua (Yoh. 17:20-26). Yesus berdoa bagi semua murid-Nya supaya tetap bersatu hingga akhir zaman. Dengan demikian, Yoh. 17:6-26 dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a.       Yesus berdoa untuk persatuan bagi para murid-Nya pertama (Yoh. 17:6-19) dan
b.      Yesus berdoa untuk persatuan bagi para murid pertama dan kedua (Yoh. 17:20-26).
Yesus Berdoa bagi Persatuan Para Murid Pertama (Yoh. 17:6-19)
            a. Identitas para murid Yesus dan Misi-Nya yang telah selesai (ay. 6-8)
6       Aku telah menyatakan nama-Mu kepada semua orang, yang Engkau berikan kepada-Ku dari dunia. Mereka itu milik-Mu dan Engkau telah memberikan mereka kepada-Ku dan mereka telah menuruti firman-Mu. 
7       Sekarang mereka tahu, bahwa semua yang Engkau berikan kepada-Ku itu berasal dari pada-Mu. 
8       Sebab segala firman yang Engkau sampaikan kepada-Ku telah Kusampaikan kepada mereka dan mereka telah menerimanya. Mereka tahu benar-benar, bahwa Aku datang dari pada-Mu, dan mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. 
Yoh. 17:6-8 merupakan kelanjutan dari doa Yesus pada ay. 1-5. Setelah Yesus berdoa bagi diri-Nya sendiri, kini Ia mempersembahkan doa-Nya bagi para murid. Ay. 6-8 adalah pengantar doa Yesus bagi para murid-Nya karena di sini Ia mulai menyebut mereka, meskipun pernyataan “Aku berdoa untuk mereka” baru terdapat pada ay. 9.[6] Pada bagian ini, diuraikan tentang siapakah para murid yang didoakan Yesus dan laporan tentang misi-Nya yang telah terlaksana.
Siapakah para murid yang didoakan Yesus dalam bagian ini? Kemungkinan besar mereka adalah kesebelas murid Yesus[7] karena Ia sedang berada di tengah-tengah mereka ketika Ia mengucapkan doa ini. Namun, ada kemungkinan juga bahwa mereka itu adalah murid-murid lain di luar kesebelas murid-Nya karena perikop ini tidak menyebut nama atau kelompok. Ay. 6-8 menjadi pengantar doa ini karena bagian ini menyebutkan ciri-ciri murid Yesus. Pertama, para murid Yesus adalah orang-orang pilihan Bapa dari dunia yang diberikan kepada Yesus (ay.6). Mereka adalah orang-orang yang telah menerima pernyataan nama Bapa sehingga mereka mengenal siapa Allah sesungguhnya; kehadiran dan kodrat Allah, kesucian, keadilan dan kasih-Nya.[8] Kedua, mereka adalah orang-orang yang mendengar dan menuruti firman Bapa sehingga mereka mengetahui bahwa semua milik Yesus berasal dari Bapa (ay. 7). Ketiga, mereka adalah orang-orang yang mendengar dan menuruti firman lalu percaya dengan sungguh-sungguh bahwa Yesus berasal dari dan diutus oleh Bapa (ay. 8). Pengenalan dan kepercayaan para murid akan Yesus merupakan tanda bahwa mereka telah menerima firman Bapa.[9]
Ay. 6-8 berisi semacam laporan Yesus kepada Bapa tentang karya-karya-Nya yang telah terlaksana.[10] Laporan ini bukan hanya sekedar penyampaian sebuah informasi tetapi juga bentuk ungkapan cinta Yesus kepada Bapa. Artinya, Yesus menyampaikan isi hati-Nya kepada Bapa. Yesus hendak mengatakan bahwa Ia sangat mencintai Bapa-Nya dengan jalan melaksanakan seluruh tugas dari Bapa. Pada ay. 6 Yesus mengatakan, “Aku telah menyatakan nama-Mu kepada semua orang, yang Engkau berikan kepada-Ku dari dunia. Mereka itu milik-Mu dan Engkau telah memberikan mereka kepada-Ku dan mereka telah menuruti firman-Mu.” Apa artinya “menyatakan nama-Mu” di sini? Menyatakan nama Bapa sama dengan menyatakan pribadi Bapa karena nama merupakan representasi pribadi yang bersangkutan.[11] Kalimat “Aku telah menyatakan nama-Mu” merupakan cara lain untuk mengatakan “Aku telah memulikan Engkau” seperti pada ay.4.[12] Yesus telah memuliakan nama Bapa di hadapan semua orang. Penulis Mzm. 22:23 mengatakan, “Aku akan memasyhurkan nama-Mu kepada saudara-saudaraku dan memuji-muji Engkau di tengah-tengah jemaah.” Dalam PL, pengenalan akan nama Allah diikuti oleh komitmen hidup, yaitu iman (bdk. Mzm. 9:11a, “Orang yang mengenal nama-Mu percaya kepada-Mu.”). Hal ini juga berlaku bagi penginjil Yohanes.[13] Mereka yang telah menerima pernyataan nama Bapa dari Yesus menuruti firman Bapa (ay. 6c, “mereka telah menuruti firman-Mu”).[14]
Yesus telah menunjukkan siapakah Bapa kepada para murid sehingga mereka dapat mengenal Bapa dan menjadi percaya. Bagaimanakah cara Yesus menunjukkan Bapa? Yesus menunjukkan Bapa kepada para murid lewat hidup dan karya-Nya sendiri (bdk. Yoh. 5:19, 21, 36; 8:27, 38; 10:30, 37-38; 12:49-50; 14:8-11). Orang-orang pilihan Bapa ini benar-benar menjadi milik Putra karena mereka telah menjadi percaya. Terlaksananya misi Yesus atas para murid yang menjadi percaya, menjadi latar belakang atau dasar doa Yesus pada ay. 9-19.[15] Artinya, bagian ini menjadi alasan mengapa Yesus harus berdoa bagi para murid-Nya. Yesus harus berdoa bagi mereka karena mereka adalah milik Bapa dan milik-Nya. Yesus harus berdoa bagi mereka karena mereka telah menerima Bapa sebagaimana mereka telah menerima Yesus sendiri. Atas dasar inilah Yesus memiliki kewajiban untuk berdoa bagi mereka. Atas dasar ini pula Yesus berharap agar Bapa mengabulkan doa-Nya karena Yesus telah melakukan semua yang diperintahkan Bapa. Bentuk atau metode semacam ini (Aku telah..... [maka],....) akan sering digunakan Yesus dalam Yoh 17:6-26 sebelum Ia menyampaikan isi permohonan-Nya. Seperti:
Aku telah menyatakan nama-Mu,...(ay. 6a)
Mereka itu milik-Mu,...(ay. 6b)
Mereka telah menuruti firman-Mu,...(ay. 6c)
(Maka) Peliharalah mereka dalam nama-Mu.(ay. 11)
Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka
dan dunia membenci mereka,...(ay. 4)
(Maka) Lindungilah mereka dari yang jahat. (ay. 15)
Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan
kepada-Ku,...
Supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu. (ay. 22)
Aku telah memberitahukan nama-Mu kepada mereka,...
          Supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam  
mereka.(ay. 26)

b. Yesus Berdoa bagi Persatuan Para Murid-Nya
9       Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu  10 dan segala milik-Ku adalah milik-Mu dan milik-Mu adalah milik-Ku, dan Aku telah dipermuliakan di dalam mereka. 
11     Dan Aku tidak ada lagi di dalam dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia, dan Aku datang kepada-Mu. Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita. 
12     Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci. 
13     Tetapi sekarang, Aku datang kepada-Mu dan Aku mengatakan semuanya ini sementara Aku masih ada di dalam dunia, supaya penuhlah sukacita-Ku di dalam diri mereka. 
14     Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. 
15     Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat. 
16     Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. 
17     Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran. 
18     Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia;  19 dan Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran.

Ay. 9 menyebutkan dengan jelas bahwa Yesus hanya berdoa untuk para murid-Nya dan bukan untuk dunia. Apa artinya bahwa Yesus berdoa “bukan untuk dunia”? Mengapa Yesus terkesan “pilih kasih”, meskipun dalam Kitab Suci, gambaran Allah yang pilih kasih dimungkinkan? Misalnya, kisah Yakub (Kej. 27), Daud (1Sam. 16:1-13), atau Yesus yang memiliki murid yang paling dikasihi (Yoh. 20:2; 21:7, 20)? Pertama, ayat ini hendak menunjukkan bahwa perhatian Yesus yang paling mendesak saat itu adalah para murid. Saat ini Yesus harus berdoa terlebih dahulu bagi para murid, bukan bagi semua orang yang tinggal di dunia. Saat ini para murid lebih penting dari siapapun.
Kedua, pernyataan ini juga harus dipahami dalam konteks Yesus sedang memberikan laporan kepada Bapa tentang karya-karya-Nya yang telah selesai.[16] Yesus telah menyatakan nama Bapa kepada semua orang (Yoh. 17:6) dan beberapa dari mereka telah menerimanya. Maka, wajar bila Ia berdoa secara khusus bagi mereka yang menerima pewartaan-Nya itu. Yesus tidak berdoa bagi dunia karena dunia tidak menerima pewartaan-Nya. “Dunia” di sini bukan berarti dunia dalam arti umum tetapi merujuk pada kelompok orang yang menolak Yesus dan misi-Nya.[17] Dalam perikop ini, dunia justru menjadi musuh utama para murid sehingga Ia nanti akan berdoa supaya Bapa melindungi mereka dari dunia (ay. 11, 15).[18] Memang, pada awal karya-Nya, Yesus mengatakan, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16). Namun, dunia lebih menyukai kegelapan dari pada terang dan mereka membenci terang itu (Yoh. 3:19-20).
Permohonan utama doa Yesus adalah persatuan para murid-Nya (ay. 11).[19] Hal ini selaras dengan hasil analisis struktur Yoh. 17:6-26 yang menunjukkan bahwa kalimat “supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita” (ay. 11d) adalah pusat Yoh. 17:6-19. Meskipun, tema persatuan lebih tampak pada ay. 21-23 dari pada di sini.[20] Mengapa demikian akan kami jelaskan dalam tafsir ay. 21-23. Yohanes menggunakan kata hēn untuk “satu”; Barrett menafsirkan bahwa Yesus meminta Bapa untuk menjaga para murid sebagai sebuah persatuan dan bukan sekedar sebagai kelompok atau kerumunan.[21]
Yesus berdoa “supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita.” Persatuan seperti apakah “sama seperti Kita”? Apakah para murid mampu memiliki persatuan yang sempurna seperti persatuan antara Yesus dan Bapa? Menurut St. Agustinus, isi doa Yesus sudah jelas. Yesus mengatakan “supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita.” Yesus tidak mengatakan supaya mereka menjadi satu dengan Kita, atau, supaya mereka menjadi satu, sebagaimana Kita adalah satu; tetapi Ia mengatakan supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita.[22] Artinya, Yesus berdoa supaya para murid bersatu sesuai dengan kodrat mereka, seperti Yesus dan Bapa bersatu dalam kodrat mereka sebagai Allah.[23] Sebagai manusia, para murid tentu tidak dapat mewujudkan persatuan yang persis sama seperti persatuan Yesus dan Bapa. Akan tetapi, mereka mampu mengusahakan untuk mendekati atau menyerupai persatuan Yesus dan Bapa. Seperti pendapat St. Thomas Aquinas dan St. Hilarius, persatuan para murid mengambil bagian dalam persatuan yang lebih tinggi, yaitu persatuan Yesus dan Bapa.[24] Menurut St. Thomas, frasa “sama seperti” mengindikasikan suatu peniruan tertentu.[25] Sebagaimana kodrat manusia, yang dapat dilakukan para murid hanyalah meniru Yesus dan Bapa seperti pesan Rasul Paulus, “Sebab itu jadilah peniru-peniru Allah (LAI: penurut-penurut; NAB, NAS, NRS: imitators of God), seperti anak-anak yang kekasih.” (Ef. 5:1). Dalam kotbah di bukit, Yesus mengatakan, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” (Mat. 5:48).
Yoh. 17:6-26 sendiri secara tidak langsung memberi beberapa gambaran seperti apakah persatuan Yesus dan Bapa. Pertama, persatuan Yesus dan Bapa adalah persatuan dalam hal kepemilikan. Apa yang menjadi milik Bapa adalah milik Yesus (ay. 10a, “dan segala milik-Ku adalah milik-Mu dan milik-Mu adalah milik-Ku”). Persatuan jenis ini akan kita temukan dalam cara hidup jemaat perdana (Kis. 2:41-47). Kedua, persatuan Yesus dan Bapa adalah persatuan kasih. Bapa mengasihi Yesus dan Yesus mengasihi Bapa sejak dunia belum dijadikan (ay. 23-24). Ketiga, persatuan Yesus dan Bapa adalah persatuan rohani (ay. 11, “sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau”) dan bukan persatuan organisasional.[26] Persatuan rohani adalah persatuan pikiran dan cinta (Meyer's NT Commentary).[27] “Tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” (Mat.26:39). Hal ini senada dengan nasihat Petrus dalam 1Ptr. 3:8, “Hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati” dan nasihat Paulus dalam Rm. 12:16a, “Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama.”
Persatuan para murid adalah sesuatu yang penting dan mendesak karena menyangkut hidup para murid dan tugas yang mereka terima dari Yesus. Yesus meminta bantuan Bapa untuk menyatukan mereka karena Yesus tahu dengan baik bahwa para murid-Nya masih memiliki banyak kelemahan. Demi tercapainya persatuan itu, Yesus meminta dua hal ini kepada Bapa, yaitu rahmat pemeliharaan untuk para murid (ay. 11-15) dan rahmat pengudusan bagi mereka (ay. 16-19).[28]
Pertama: “Peliharalah mereka dalam nama-Mu” (ay. 11-15)
Dalam ay. 11-15 sebenarnya terdapat dua permohonan Yesus, yaitu ay. 11c (“peliharalah mereka dalam nama-Mu”) dan ay. 15b (“supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat”). Namun, dua permohonan ini memiliki kaitan yang sangat erat. Raymond E. Brown menafsirkan bahwa “memelihara mereka” memiliki arti melindungi mereka dari pencemaran dunia.[29] Hal ini selaras dengan ay. 15b karena di situ Yesus berdoa supaya Bapa melindungi mereka dari pada yang jahat. Dunia identik dengan “yang jahat” dan orang-orang yang tidak percaya kepada Yesus dan yang membenci-Nya.[30] 
Yesus berdoa kepada Bapa yang kudus supaya Bapa memelihara para murid-Nya dalam nama-Nya (ay. 11c) sehingga apa pun yang terjadi di kemudian hari, para murid tetap bersatu. Permohonan utama Yesus pada bagian ini (ay. 11-15) adalah supaya Bapa memelihara para murid-Nya. Pemeliharaan ini bertujuan “supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita” (ay. 11). Jadi, alasan Yesus meminta Bapa memelihara para murid-Nya adalah supaya mereka bersatu.
Sapaan “Bapa yang kudus” ini tidak biasa digunakan oleh penginjil Yohanes. Hanya pada ay. 11 ini sapaan ini muncul. Sapaan ini sering digunakan dalam PL.[31] Misalnya, 2Mak 14:36 (orang Israel menyapa Allah sebagai “Ya Tuhan, yang kudus, sumber segala kekudusan”), 1Sam. 6:20 (“Siapakah yang tahan berdiri di hadapan TUHAN, Allah yang kudus ini?”), Mzm. 22:3 (“Padahal Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel”), Mzm. 71:22 (“Akupun mau menyanyikan syukur bagi-Mu dengan gambus atas kesetiaan-Mu, ya Allahku, menyanyikan mazmur bagi-Mu dengan kecapi, ya Yang Kudus Israel”), Yes. 5:16 (“Allah yang maha kudus akan menyatakan kekudusan-Nya dalam kebenaran-Nya”), dan seterusnya.
Mengapa pada ay. 12 ini Yesus berdoa supaya Bapa memelihara dan menjaga mereka? Menurut kami, paling tidak ada tiga hal yang menjadi alasan permohonan Yesus. Pertama, Yesus akan meninggalkan dunia. Apa kaitannya dengan isi permohonan Yesus? Ketika Yesus masih berada di dunia, Ia sendiri yang telah memelihara (tērein) dan menjaga (phylassein) mereka (bdk. ay. 12). Sekarang, Yesus akan meninggalkan mereka sehingga Ia minta supaya Bapa menjaga mereka. Yesus minta Bapa untuk menjaga kesatuan mereka supaya mereka tidak tercerai-berai ketika pemimpin mereka meninggalkan mereka (Yoh. 16:32). Apa yang dilakukan Yesus terhadap para murid-Nya sama seperti yang dilakukan kebijaksanaan terhadap Abraham dalam Keb. 10:5 (“maka kebijaksanaanlah yang mengenal orang yang benar dan menjagainya [phylassein] tak bercela bagi Allah, dan memeliharanya [tērein].”).[32] Di sini, Yoh. 17:12 dan Keb. 10:5 menggunakan kata yang sama (phylassein dan tērein). Sebagaimana hanya kebijaksanaan yang mampu melindungi bapa dunia, misalnya Adam, Abraham, Musa, dan lainnya (Keb. 10:1), hanya Bapa yang kudus, penuntun kebijaksanaan dan juga pemimpin para bijaklah yang dapat memelihara dan menjaga para murid (Keb. 7:15).
Kedua, sebagaimana Bapa mengutus Yesus ke dalam dunia, Yesus mengutus para murid-Nya ke dalam dunia. Tujuan perutusan para murid ke dalam dunia sama dengan tujuan perutusan Yesus, yaitu bukan untuk mengubah dunia tetapi menantang dunia.[33] Dunia membenci  dan menolak Yesus (Yoh. 3:20; bdk. Mat. 13:57). Maka, dunia juga akan membenci dan menolak para murid-Nya (bdk. Mat. 6:22). Itulah sebabnya Yesus meminta supaya Bapa melindungi mereka ketika mereka berhadapan dengan dunia. Yesus harus meninggalkan dunia karena tugas-Nya telah selesai sedangkan para murid masih tinggal di dunia karena mereka harus mewartakan firman Allah yang telah mereka terima dari Yesus.[34]
Ketiga, Yesus berdoa supaya para murid dijaga dari pencemaran dunia.[35] Dunia tidak menerima Yesus (bdk. Yoh. 1:9-11) sehingga Ia berdoa supaya para murid tidak terpengaruh oleh sikap dunia. Itulah sebabnya, Yesus mendoakan mereka dalam nama Bapa karena nama Bapa adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat (Ams. 18:10). Dengan bantuan Bapa yang memelihara dan menjaga para murid, mereka akan tetap “satu sama seperti Kita” (ay. 11d).
 Selama di dunia, Yesus telah menjaga mereka supaya tidak ada seorangpun binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci (ay. 12). Kita tahu bahwa murid yang ditentukan untuk binasa adalah Yudas Iskariot. Yudas binasa karena ia meninggalkan Yesus dan persekutuan kelompoknya (Yoh. 13:30). Yudas lebih mencintai uang dari pada Yesus (Yoh. 12:4-8). Dengan demikian, seperti pendapat Robert L. Deffinbaugh, Yesus sama sekali tidak kehilangan satu pun dari orang-orang kepunyaan-Nya.[36] Yudas Iskariot bukan milik Yesus seperti yang dinubuatkan Kitab Mazmur (Mzm. 41:10).
Selain persatuan, Yesus mengatakan semua ini supaya para murid mengalami sukacita (ay. 13) meski dunia akan membenci mereka karena (ay. 14). Yesus tidak meminta supaya mereka dibebaskan dari penderitaan di dunia dengan mengambil mereka dari dunia (ay. 15), melainkan supaya mereka mengalami kepenuhan sukacita saat berada di dunia. Yesus tidak minta supaya Bapa mengambil mereka dari dunia tetapi supaya Bapa melindungi mereka dari segala yang jahat (ay. 15) karena seluruh dunia adalah kekuasan si jahat (1Yoh. 5:19). Hal ini bukan berarti mereka dibebaskan dari berbagai macam bahaya, tetapi supaya mereka senantiasa bertahan dalam iman (St. Yohanes Krisostomus).[37]
Kedua: “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran” (ay. 16-19)
Para murid adalah orang-orang yang dipilih Bapa dari dunia sehingga mereka bukan lagi milik dunia tetapi milik Bapa, sama seperti Yesus (ay. 16). Mereka telah menjadi warga Kerajaan Allah.[38] Penginjil mengulangi ay. 16 (bdk. ay. 14b) sebagai pengantar permohonan ay. 17. Ay. 16 memiliki hubungan yang erat dengan kata “kuduskanlah” dalam ay. 17. Kata “menguduskan” (Yunani: hagiazein) artinya dipisahkan dari hal-hal profan untuk didedikasikan kepada Allah.[39] Para murid adalah orang-orang yang dipilih atau dikhususkan bagi Allah.
Dikuduskan “dalam kebenaran” dapat memilki dua arti. Pertama, para murid dikuduskan dalam Yesus karena Ia adalah kebenaran itu sendiri (bdk. Yoh. 5:33; 14:6). Dalam Kristologinya, Origenes menyebutkan kebenaran sebagai salah satu gelar Yesus.[40] Yesus disebut Sang Kebenaran karena ajaran-Nya adalah sumber pengetahuan sejati yang membimbing para murid kepada pengenalan akan Allah Tritunggal.[41] Jadi, “dikuduskan dalam kebenaran” hendak menekankan persatuan para murid-Nya dengan Yesus karena terpisah dari Dia mereka akan binasa (Yoh. 15:4-8). Kedua, para murid dikuduskan dalam Sabda Allah. Dalam doa-doa Yahudi sering diucapkan bahwa Allah menguduskan umat melalui perintah-perintah-Nya.[42] Para murid telah menerima dan memelihara sabda dan sabda ini telah menyucikan mereka; sekarang mereka siap untuk menjalankan misi.[43] Para murid dikuduskan untuk mewartakan sabda yang dipercayakan kepada mereka.[44] Yesus berdoa supaya Bapa menguduskan para murid dalam kebenaran supaya mereka sungguh-sungguh percaya kepada-Nya dan kepada segala sesuatu yang disampaikan-Nya kepada mereka.[45] Dengan demikian, para murid dapat menjadi pewarta dan saksi kebenaran itu sendiri (ay. 18). Menarik bahwa ayat tentang perutusan para murid (ay. 18) diapit oleh permohonan pengudusan (ay. 17 dan 19). Hal ini mengindikasikan betapa pentingnya tugas perutusan para murid. Mereka harus dikuduskan dalam kebenaran sebelum masuk ke dalam dunia. Jadi, pengudusan itu bukan untuk mengasingkan para murid dari dunia melainkan sebaliknya, yaitu mempersiapkan mereka untuk masuk ke dalam dunia sebagai seorang utusan (bdk. Yer. 1:5; Sir. 45:4; 49:7; 2Mak. 1:25-26).
Pada ay. 19 Yesus mengatakan bahwa Ia menguduskan diri-Nya bagi para murid supaya mereka pun dikuduskan dalam kebenaran. Hal yang sama telah diucapkan Yesus pada ayat sebelumnya, yaitu ay. 17. Hanya saja, pada ay. 19 ada tambahan “Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka”. Apa arti “Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka” di sini?
Bagi penginjil Yohanes, tema pengudusan pada ay. 17 dan ay. 19 memiliki makna yang mendalam. Kata yang digunakan adalah hagiazein. Dalam Injil Yohanes, kata ini hanya muncul sebanyak empat kali; satu kali dalam Yoh. 10:36, dan tiga kali dalam doa ini (Yoh. 17:6-26). Dalam Kitab Suci, pengudusan memiliki dua arti, yaitu pengudusan dari dosa-dosa dalam kaitannya dengan kesucian moral (bdk. Yes. 6:5-7) dan pengudusan sesuatu atau seseorang sebagai persembahan dalam ibadat (bdk. Kej. 2:3; Kel. 13:2; 28:41; 29:33-34; Im. 16:8).[46] Bila kata “menguduskan” dikaitkan dengan Yesus, maka arti kedua sangat sesuai dengan Yesus yang hendak mengorbankan diri-Nya bagi keselamatan manusia. Arti pertama jelas tidak dapat dikaitkan dengan Yesus karena Ia sama sekali tidak mengenal dosa. Dalam PL, Allah menguduskan (hagiazein) Musa (Sir. 45:4) dan Yeremia (Yer. 1:5). Kedua tokoh ini bukan orang-orang berdosa. Akan tetapi, menurut F. M. Braun, pengudusan kedua orang tersebut berbeda dengan pengudusan Yesus.[47] Allah menguduskan Musa dan Yeremia untuk menjadi nabi-Nya. Sedangkan, dalam Yoh. 10:36, Yesus berbicara soal pengudusan-Nya dalam konteks hari raya Pentahbisan Bait Allah (Yoh. 10:22). Hal ini bukan suatu kebetulan.[48] Dalam Bil. 7:1, kata hagiazein digunakan untuk pengudusan bait Allah.[49] Jadi, menurut Braun, pengudusan Yesus dalam konteks hari raya Pentahbisan Bait Allah hendak menggambarkan pribadi Yesus sebagai bait Allah yang baru, yang lebih tinggi dari pada bait Allah dalam PL.[50] Pendapat Braun ini selaras dengan beberapa ide dalam injil ini. Misalnya, Yesus akan menjadi Bait Allah yang baru, tempat para malaikat turun naik (1:51), Yesus akan menggantikan Bait Allah di Yerusalem dengan diri-Nya (2:18-19); Yesus akan menjadi bait Allah seperti yang dinubuatkan Yehezkiel (Yeh. 47:1-11).[51] Pengudusan Bait Allah adalah tugas seorang imam. Menurut Philo, Musa menguduskan Kemah Suci dalam Bil. 1:7 karena Musa memiliki kuasa untuk menjalankan tugas-tugas imam.[52] Jadi, ayat “Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka” menggambarkan Yesus sebagai seorang imam yang menguduskan diri-Nya sendiri bagi para murid.
Menurut W. Thüsing, pengudusan Yesus dalam Yoh. 17:19 dan 10:36 memiliki kaitan yang sangat erat. Kedua ayat ini menggandengkan pengudusan dengan perutusan. Bapa menguduskan Yesus demi suatu tugas, yaitu tugas perutusan ke dalam dunia (10:36) dan Yesus melaksanakan tugas-Nya dengan menyerahkan hidup-Nya (17:19).[53] Sekali lagi, pengudusan Yesus dalam 17:19 harus dipahami dalam arti Yesus mengorbankan hidup-Nya.[54] Pendapat Thüsing menguatkan pendapat Braun tentang perbedaan antara pengudusan Yesus dengan pengudusan Musa dan Yeremia. Musa dan Yeremia memang dikuduskan untuk menjadi utusan Allah. Akan tetapi, mereka tidak mengurbankan hidup mereka seperti yang diperbuat Yesus.[55] Gambaran yang sesuai dengan Yesus adalah nubuat Yesaya tentang Hamba Yahweh (Yes. 53). Yesus adalah Hamba Yahweh yang diserahkan Bapa atau yang menyerahkan diri-Nya sendiri, sebagai imam dan korban, untuk menebus dosa manusia.[56]
Dengan demikian, kalimat “Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka” pada ay. 19a menggambarkan Yesus yang bertindak sebagai imam yang menguduskan dan mempersembahkan diri-Nya sebagai korban demi pengudusan dan keselamatan para murid-Nya.[57] Menurut Gerald O’Collins dan Michael Keenan Jones, ay. 19 ini menggambarkan tindakan Imam Agung pada saat hari raya Pendamaian.[58]
Tema imamat Yesus dalam ay. 17 dan 19 ini, menurut Andre Féuillet, akan dipertegas kembali dalam kisah para prajurit yang membagi-bagi pakaian Yesus (Yoh. 19:23-24). Para prajurit membagi-bagi pakaian Yesus menjadi beberapa potong, namun mereka membiarkan jubah Yesus tetap utuh. Menurut beberapa ahli, tindakan para prajurit yang mengundi jubah Yesus dan tidak memotongnya memiliki arti simbolis.[59] Jubah Yesus adalah simbol jubah Imam Agung, penyaliban-Nya adalah simbol tindakan-Nya sebagai seorang imam dan kematian-Nya adalah korban yang Ia persembahkan kepada Allah.[60]   
Melalui uraian di atas, pengudusan Yesus dan para murid pada ay. 19 bukan hanya berbicara tentang persatuan tetapi juga tentang imamat Yesus. Bila pengudusan Yesus memiliki dimensi yang sama dengan pengudusan para murid karena keduanya menggunakan kata yang sama (hagiazein), maka pengudusan para murid pada ay. 17 dan 19 dapat diartikan sebagai “pentahbisan” mereka menjadi imam seperti Yesus.[61] Tentu saja, imamat Yesus berbeda dengan imamat para murid. Imamat Yesus berasal dari Bapa sehingga bersifat abadi, sedangkan imamat para murid merupakan buah dari kurban Yesus di atas salib.[62] Imamat para murid mengambil bagian dalam imamat Yesus seperti dikatakan dengan sangat jelas dalam ay. 19 (“Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran”).
Sejak abad XVI, secara konsisten, Yoh. 17 diberi judul “Doa Imam Yesus”[63] Katekismu Gereja Katolik juga mengatakan bahwa Tradisi Gereja menyebut Yoh. 17 sebagai Doa Imam Agung.[64] Meskipun, dalam perikop ini atau dalam seluruh Injil Yohanes dan bahkan dalam injil sinoptik Yesus tidak pernah disebut sebagai imam.[65] Menurut Gerald O’Collins dan Michael Keenan Jones, para penginjil tidak pernah menyebut Yesus dengan sebutan imam karena mereka melihat para imam dan pemimpin Yahudi sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kematias Yesus.[66] Itulah sebabnya, orang-orang Kristiani juga tidak menyebut para pemimpin mereka dengan sebutan “imam”, melainkan “rasul-rasul”, “pewarta”, “nabi”, “penilik” (episcopoi), “presbiter” atau penatua, dan “diakon”.[67]
Menurut Andre Féuillet, alasan lain mengapa Yoh. 17 disebut sebagai Doa Imam Agung adalah karena doa ini memiliki latar belakang Ekaristi.[68] Pengadaan Ekaristi atau perjamuan malam terakhir seperti yang ada dalam injil sinoptik (Mat. 26:26-29; Mrk. 14:22-25; Luk. 22:14-20) memang tidak ditemukan dalam Injil Yohanes. Yohanes hanya menyebut “makan bersama” pada Yoh. 13:2. Kemungkinan besar dalam “makan bersama’ itulah Yesus mengadakan perjamuan Ekaristi.
Nuansa Ekaristis sangat terasa dalam Yoh. 17 dan perikop-perikop sebelumnya.  Sebelum Yesus mengucapkan doa-Nya pada Yoh 17, Ia memberikan beberapa pangajaran yang cukup panjang kepada para murid (Yoh. 13-16) yang berkaitan dengan arti ekaristi. Salah satunya adalah perumpamaan tentang pokok anggur (Yoh. 15:1-8). Tema perumpamaan ini adalah persatuan para murid dengan Yesus. Barang siapa bersatu dengan Yesus akan berbuah banyak (Yoh. 15:5). Dalam Ekaristi, Yesus mengambil anggur sebagai lambang darah-Nya dan membagikannya kepada para murid. “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.” (Yoh. 6:56-57). Hal ini senada dengan Yoh. 17:23 di mana Yesus berdoa supaya para murid-Nya bersatu secara sempurna dengan Yesus maupun di antara mereka sendiri. Ekaristi dan doa Yesus dalam Yoh. 17:6-26 menekankan tema yang sama, yaitu persatuan.[69]
Karakter imamat dalam Yoh. 17 akan menjadi semakin jelas bila perikop ini disandingkan dengan Yes. 53.[70] Konsep Anak Manusia dalam Yes. 53 yang menjadi hamba dan menyerahkan hidupnya demi keselamatan manusia menjadi nyata dalam diri Yesus.[71] Yesus adalah Hamba Yahweh yang menderita dan wafat ibarat anak domba korban untuk menebus dosa-dosa manusia. Dalam perayaan Ekaristi, Yesus adalah imam dan sekaligus korban persembahan, seperti Hamba Yahweh.[72]
 Tujuan pengudusan Yesus dan para murid-Nya adalah demi kebaikan dunia.[73] Sebagaimana Yesus datang ke dunia membawa misi yang diberikan Bapa, yaitu menyatakan nama Bapa kepada manusia dan mati demi dosa mereka (ay. 18), kini Yesus mengutus para murid-Nya untuk mewartakan injil. Dengan demikian, sumber perutusan Yesus dan para murid berasal dari Bapa.[74] Tujuan Yesus mengutus para murid ke dalam dunia sama seperti tujuan Bapa mengutus Yesus.[75] Tugas yang diemban para murid adalah melanjutkan karya Bapa yang sebelumnya dilaksanakan oleh Yesus.[76] Yesus meminta Bapa memelihara para murid supaya tugas yang mereka terima dapat dilaksanakan dan diselesaikan dengan baik.

Yesus Berdoa bagi Persatuan Para Murid Pertama
dan Kedua (Yoh. 17:20-26)
 20    Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka;  21 supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. 
22     Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu:  23 Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku. 
24     Ya Bapa, Aku mau supaya, di manapun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepada-Ku, agar mereka memandang kemuliaan-Ku yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan. 
25     Ya Bapa yang adil, memang dunia tidak mengenal Engkau, tetapi Aku mengenal Engkau, dan mereka ini tahu, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku;  26 dan Aku telah memberitahukan nama-Mu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka."
      
Kini, Yesus mengarahkan perhatian kepada para murid-Nya di masa depan, yaitu orang-orang yang percaya kepada-Nya oleh pemberitaan para murid Yesus (ay. 20-26). Yoh. 17:20-26 merupakan konsekuensi dari tugas perutusan murid pada ay. 18. Yesus telah mengutus para murid untuk mewartakan injil kepada orang banyak sehingga Ia juga harus mendoakan mereka yang kelak menjadi percaya oleh pemberitaan para murid.
Dalam doa Yesus ini (Yoh. 17:6-19), kita mendengar kata “sabda-Mu” diucapkan sebanyak tiga kali (ay. 6, 14, 17). Namun pada bagian ini (ay. 20) kita mendengar “sabda mereka” (“their word”: KJV, NAB, NRS) yang dalam TB-LAI diterjemahkan menjadi “pewartaan mereka.” Dalam terjemahan TB-LAI, kita tidak dapat melihat bahwa sebenarnya sabda (logos) yang diterima Yesus dari Bapa sama dengan sabda (logos) yang diberikan Yesus kepada para murid-Nya pada ay. 20. Artinya, dengan penggunaan kata “sabda” yang sama, penginjil hendak mengatakan bahwa para murid menerima sabda yang sama seperti yang diterima Yesus dari Bapa supaya diteruskan kepada dunia. Sabda yang diwartakan para murid akan membimbing banyak orang kepada Kristus.[77] Keselamatan para murid Yesus di masa mendatang berada di tangan mereka.[78]
Sebagaimana Yoh. 17:9-19, tema utama Yoh. 17:20-26 adalah tentang persatuan (eis). Dalam Yoh. 17:9-19, Yesus berdoa bagi persatuan para murid pertama, sedangkan dalam Yoh. 17:20-26 Yesus berdoa bagi persatuan semua murid. Namun selain tema persatuan, Yoh. 20-26 juga menyinggung satu tema lain, yaitu kemuliaan ilahi.[79]
Tema pertama Yoh. 17:20-26 adalah persatuan bagi semua murid Yesus (ay. 21-23). Persatuan seperti apakah yang dimaksud Yesus pada bagian ini? Persatuan pada ay. 21-23 memiliki arti yang sama dengan persatuan pada akhir ay. 11. Seperti kami singgung di atas, ay. 21-23 memiliki porsi yang lebih besar tentang tema persatuan dari pada ay. 11. Mengapa demikian? Dalam ay. 11, kata “satu” muncul hanya satu kali, sedangkan dalam ay. 21-23, kata ini muncul sebanyak empat kali. Bahkan, menurut Raymond E. Brown dan Randall, kata “satu” pada ay. 21-23 membentuk sebuah paralelisme gramatikal, yaitu sebagai berikut:[80]
21a         [hina]               supaya mereka semua menjadi satu
21b         [kathōs]            sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku
di dalam Engkau,
21c         [hina]               agar mereka juga (satu) di dalam Kita,[81]
21d        [hina]               supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah
mengutus Aku.

22b         [hina]               supaya mereka menjadi satu
22c-23    [kathōs]           sama seperti Kita adalah satu: Aku di dalam mereka
dan Engkau di dalam Aku
23b         [hina]               supaya mereka sempurna menjadi satu
23c         [hina]               agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus
Aku

Bagian pertama (ay. 21a-21d) dan kedua (ay. 22b-23c) terdiri atas tiga kata hina dengan klausa kathōs yang memisahkan baris pertama dan kedua.[82] Hina pertama dan kedua menyangkut persatuan diantara para murid, sementara hina ketiga menyangkut dampak persatuan bagi dunia.[83]
Pada ay. 21 Yesus berdoa, “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” Dalam ayat ini terkandung gambaran persatuan seperti apa yang dikehendaki Yesus, yaitu:
a.       Persatuan bagi semua murid Yesus, baik kelompok murid pertama maupun kelompok murid kedua (ay. 21a, “supaya mereka semua menjadi satu”).
b.      Kualitas persatuan itu mengalir dari persatuan antara Yesus dan Bapa-Nya (ay. 21b, “sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau”).[84] Persatuan surgawi adalah model dan sumber persatuan orang-orang yang percaya.[85]
c.       Persatuan di antara semua murid dan Yesus sendiri (ay. 21c, “agar mereka juga di dalam Kita”). Bagian ini merupakan puncak persatuan. Yesus tidak hanya berdoa agar orang-orang itu menjadi satu di antara mereka, melainkan juga Ia berdoa agar mereka “menjadi satu di dalam Kita”.[86]
Tujuan doa Yesus bagi persatuan para murid adalah “supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku” (ay. 21d). Ada perbedaan pendapat di antara para ahli mengenai tujuan doa Yesus ini. J. C. Earwaker menyetujui pendapat ini sedangkan Bultman tidak.[87] Menurut Bultman, ay. 21d bukanlah tujuan doa Yesus. Ay. 21d tidak memiliki kaitan dengan ay. 20a (... Aku berdoa). Bagi Bultman, ay. 21d adalah tujuan yang hendak dicapai dari persatuan yang disebutkan pada hina kedua (ay. 21b).[88] Sesuai dengan teologi Yohanes, penginjil tidak menampilkan Yesus yang secara terus terang berdoa bagi dunia karena dunia identik dengan orang-orang yang membenci dan menolak Yesus.[89] Hal ini bukan berarti bahwa Yesus benar-benar membenci dunia. Ia tetap mencintai dunia. Salah satu tujuan dari doa Yesus bagi persatuan para murid adalah supaya dunia dapat melihat kesaksian mereka lalu menjadi percaya kepada Yesus.[90] Baru kemudian, setelah dunia percaya, Yesus secara tidak langsung mendoakan mereka.[91] Jadi, tujuan doa Yesus pertama-tama adalah persatuan para murid. Lalu, yang kedua, persatuan para murid tersebut menjadi kesaksian bagi dunia supaya dunia percaya kepada Yesus.
Pertanyaan kita, mengapa persatuan para murid mampu menjadikan dunia percaya kepada Yesus? Persatuan para murid adalah cermin persatuan Bapa dan Putera.[92] Setiap orang yang melihat persatuan para murid akan mengetahui dan percaya bahwa Yesus diutus oleh Bapa.[93] Persatuan adalah sarana yang kuat dalam kesaksian dan persatuan para murid merupakan kesaksian bagi dunia. “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yoh. 13:35). Persatuan mereka dalam kasih bukan hanya menunjukkan bahwa Yesus diutus Bapa tetapi juga sebagai tanda bahwa Bapa mengasihi mereka “sama seperti Engkau mengasihi Aku” (ay. 23).[94] Selama pelayanan Yesus, dunia tidak mengenal Dia (1:10), akan tetapi melalui pelayanan para murid dunia mendapat kesempatan lagi untuk percaya kepada Yesus yang diwartakan para murid, karena pewartaan para murid akan mendesak dunia untuk menilai dirinya sendiri.[95] Artinya, dunia ditantang untuk mengambil sikap untuk percaya atau tidak setelah mendapat kesaksian dan pewartaan para murid Yesus.
Tema kedua Yoh. 20-26 adalah kemuliaan ilahi bagi semua murid Yesus (ay. 24-26). “Ya Bapa, Aku mau supaya, di manapun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepada-Ku, agar mereka memandang kemuliaan-Ku yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan.” (ay. 24). Siapakah “mereka” yang dimaksud di sini karena Yesus menambahkan keterangan “yang telah Engkau berikan kepada-Ku”? Apakah mereka hanya para murid dalam ay. 6-7 saja? Tentu tidak. Ay. 24-26 merupakan kesimpulan umum dari seluruh doa Yesus.[96] Maka, “mereka” di sini adalah para murid Yesus yang pertama dan kedua (ay. 20-23). Kecuali bila permohonan ini ditempatkan sesudah ay. 6-7 maka para murid yang dimaksud dapat berarti hanyalah kelompok murid pertama.
Tema persatuan dalam bagian ini memiliki hubungan yang erat dengan tema kemuliaan ilahi pada bagian sebelumnya (ay. 21-23). Kemuliaan ilahi dapat disebut sebagai buah dari persatuan. Yesus berdoa bagi persatuan semua murid-Nya karena Ia menginginkan bahwa pada saatnya nanti mereka dapat tinggal bersama Yesus dan memandang kemuliaan-Nya di surga (ay. 24).  Apa arti frasa “memandang kemuliaan-Nya” di sini? Memandang kemuliaan Yesus bukan hanya sekedar tindakan memandang atau melihat saja, melainkan mencakup di dalamnya tindakan menikmati kemuliaan-Nya (bdk. Ayb. 33:26; Yes. 17:7).[97] Kata yang digunakan adalah theorein. Selain “melihat” kata ini dapat berarti “menikmati kehadiran seseorang” (Inggris: to enjoy the presence of one). Hal ini hanya dapat terjadi bila para murid berada bersama Yesus dalam kerajaan surga (Yoh. 14:1-3) karena kemuliaan yang dimaksud di sini adalah kemuliaan penuh pada akhir zaman.[98] Kemuliaan di sini bukan kemuliaan (doxa) seperti ketika mereka berada bersama Yesus di dunia (Yoh. 2:11, 11:4, 40) atau kemuliaan karena Roh Kudus tinggal bersama umat beriman (Kis. 7:55; 2Kor. 3:6, 18; 1Ptr. 4:14).[99] Kemuliaan yang akan dilihat para murid adalah kemuliaan yang sudah dimiliki Yesus sebelum dunia dijadikan. Kemuliaan seperti itulah yang sekarang dinantikan para murid dan ketika mereka melihat kemuliaan itu mereka akan diubah menjadi segambar dengan Yesus (2Kor. 3:18).
Bagian ini merupakan puncak dari seluruh permohonan Yesus dalam doa-Nya, yaitu anugerah sukacita abadi dalam kemuliaan bersama Yesus dan Bapa-Nya bagi seluruh murid-Nya.[100] Ay. 24 menyebutkan bahwa “Aku mau supaya, di mana pun Aku berada,...” Kata “mau” (“desire”: NAS, NRS) merupakan kata kerja yang mengekspresikan tindakan dari kehendak.[101] Kata “mau” memiliki intensi/maksud yang lebih mendalam dari pada sekedar keinginan pada umumnya. Yesus sungguh-sungguh mau para murid berada bersama-Nya supaya mereka dapat memandang kemuliaan-Nya yang telah diberikan Bapa kepada-Nya. Ay. 24b (“sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan”), seperti disinggung di atas, merupakan semacam keistimewaan yang dimiliki Yesus untuk mendesak Bapa supaya mengabulkan kemauan Yesus. Atau dengan kata lain, bila Bapa telah mengasihi Yesus dengan kasih yang besar (sejak dunia dijadikan), maka Bapa pasti akan mendengarkan keinginan Yesus yang paling dalam.
Pada ayat berikutnya (ay. 25), Yesus menyapa Bapa sebagai “yang adil”. Sapaan ini mungkin sekali ada hubungannya dengan permohonan Yesus pada ay. 24 di atas. Bapa adalah Bapa yang adil bila Ia berkenan mengabulkan keinginan Yesus supaya para murid dapat tinggal bersama Yesus dan memandang kemuliaan-Nya karena mereka telah mewartakan sabda yang dari Bapa (bdk. ay. 20).[102] Yesus sendiri telah mengenalkan nama Bapa yang adil itu kepada mereka supaya mereka tinggal dalam kasih seperti kasih diberikan Bapa kepada Yesus (ay. 26).
Kesimpulan
Doa Yesus ini merupakan sebuah doa yang indah dan rapi. Apabila dilihat dengan baik, kita akan menemukan adanya skema tiga tahap pada isi permohonan dan jenis persatuan yang diharapkan Yesus dalam Yoh. 17:6-29.
Pertama, skema tiga tahap pada isi permohonan Yesus:
Tahap I          : Yesus berdoa untuk para murid yang pertama (ay. 9)
Tahap II        : Yesus berdoa untuk para murid yang kedua (ay. 20)
Tahap III       : Yesus Ia berdoa bagi seluruh murid-Nya (ay. 24)

Kedua, skema tiga tahap pada jenis persatuan yang dikehendaki Yesus:
Tahap I          : Yesus berdoa supaya para murid pertama  bersatu (ay. 11)
Tahap II        : Yesus berdoa supaya para murid pertama dan kedua bersatu
  (ay. 21)
Tahap III       : Yesus berdoa supaya kelak semua murid-Nya bersatu
  bersama-Nya di surga (ay. 24)
Dalam tradisi umat beriman, doa ini dikenal sebagai “Doa Imam Agung” karena di sini, Yesus bertindak sebagai seorang imam yang mempersembahkan korban dan permohonan bagi para murid-Nya (bdk. Ibr. 4:14-5:10) serta menguduskan mereka. Ketika Yesus bertindak sebagai Imam Agung yang menguduskan para murid dan mengutus mereka seperti Bapa mengutus Yesus, para murid diberi kuasa untuk bertindak atas nama Yesus di dunia. Para murid dianggkat menjadi imam-imam bagi Yesus sebab imamat mereka mengambil bagian dari imamat Yesus.
Selain “Doa Imam Agung”, gagasan Yohanes tentang Yesus sebagai “Gembala yang Baik” (Yoh. 10:1-22) terpenuhi dalam doa ini. Yesus adalah gembala yang baik. Ia mengenal domba-dombanya dan sebaliknya domba juga mengenal gembalanya (10:4, bdk. 14:6,8). Ia menjaga domba-dombanya (10:10-13, bdk. 17:12). Ia mengorbankan diri demi keselamatan domba-dombanya (10:15, bdk. 17:19).[103] Yesus juga akan menuntun domba-domba dari kandang lain. Mereka akan mendengarkan suara-Nya dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala (10:16, bdk. 17:20-21). Seperti persatuan antara sang gembala dan domba, puncak doa Yesus adalah kerinduan-Nya supaya seluruh murid bersatu dengan-Nya dan dengan Bapa dalam kemuliaan dan sukacita abadi di surga selama-lamanya.
Yesus telah menyelesaikan tugas perutusan yang diterima dari Bapa. Orang-orang yang diberikan Bapa kepada-Nya telah menerima-Nya dan menjadi percaya (ay. 8). Yesus juga telah memohonkan rahmat-rahmat yang diperlukan bagi para murid ketika Ia meninggalkan dunia ini. Ia juga mempercayakan sebuah misi kepada para murid supaya semakin banyak orang diselamatkan. Yesus sangat mengasihi Bapa dan para murid-Nya sehingga Ia mau supaya semua memiliki hidup kekal dan bersatu dalam kerajaan surga. Doa ini merupakan gambaran karya penyelamatan dan kasih Yesus, Sang Gembala dan Imam.
Refleksi Teologis atas Yoh. 17:6-26
Yesus berdoa bagi persatuan para murid
Setelah kami menafsirkan Yoh. 17:6-26, kami memiliki beberapa pertanyaan. Pesan teologis apa yang hendak disampaikan oleh penginjil? Bagaimana cara penginjil menyampaikan pesan tersebut? Pesan teologis yang hendak disampaikan penginjil adalah keinginan Yesus agar semua murid-Nya bersatu. Cara penyampaiannya adalah dalam bentuk doa. Berulang-ulang Yesus mengatakan dalam doa supaya mereka bersatu (ay. 11, 21, 22[2x], 23). Doa Yesus dalam Yoh. 17:6-26 ini merupakan bagian dari nasehat/wejangan/salam perpisahan Yesus dalam Injil Yohanes (Yoh. 13-17). Salah satu ciri sastra salam perpisahan adalah adanya seorang yang agung yang mengumpulkan para pengikutnya pada malam sebelum kematiannya untuk menyampaikan nasehat yang dapat membantu mereka setelah kepergiannya.[104] Jenis sastra ini biasa digunakan dalam Kitab Suci. Dalam PL, kita ingat akan salam perpisahan Yakub kepada anak-anaknya (Kej. 47:29-49:33), Yosua kepada Israel (Yos. 22-24), Daud (1Taw. 28-29), Tobit (Tob. 14:3-11). Dalam PB, ada salam perpisahan Paulus kepada para penatua di Efesus (Kis. 22:17-38). Secara lebih mendetail, sastra ini biasanya terdiri atas beberapa unsur, seperti:[105]
a.       Pembicara memberitahukan kepergiannya yang akan terjadi dalam waktu dekat (bdk. Yoh. 13:21, 31-33).
b.      Pemberitahuan ini biasanya menimbulkan kesedihan sehingga kata-kata peneguhan dari pembicara kadang diperlukan. Dalam Injil Yohanes, Yesus menasehati para murid-Nya supaya jangan gelisah atau bersedih (14:1; 16:6-7, 22), dan jangan takut (14:27).
c.       Dalam salam perpisahan PL, pembicara biasanya meneguhkan nasehatnya dengan menunjukkan kembali apa yang telah dikerjakan Allah bagi Israel. Dalam tradisi Yahudi, pembicara meneguhkan nasehatnya dengan apa yang telah dikerjakannya di masa lampau. Dalam Injil Yohanes, Yesus mengingatkan para murid-Nya akan apa yang pernah Ia katakan (13:33; 14:10; 15:20), apa yang pernah Ia kerjakan (17:4-8), dan apa yang pernah Ia janjikan (14:12, 13-14,16).
d.      Perintah untuk memelihara dan menaati hukum-hukum Tuhan. Dalam Injil Yohanes, Yesus  sering mengatakan, “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku” (14:15, 21; 15:10, 14). Dalam Yoh. 14:23, Yesus mengatakan, “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia.”
e.       Dalam beberapa salam perpisahan, pembicara sering memberi perintah kepada anak-anaknya untuk saling mengasihi. Dalam Injil Yohanes, Yesus memberikan perintah baru, yaitu supaya para murid-Nya saling mengasihi (13:34; 15:12).
f.       Persatuan juga menjadi salah satu tema salam perpisahan yang disampaikan pembicara. Dalam Injil Yohanes, hal ini muncul dalam Yoh. 17:11, 21-23.
g.      Pembicara mengajak para pendengarnya untuk mengarahkan perhatian akan peristiwa yang akan terjadi di masa depan dan apa yang dapat mereka lakukan (bdk. Yoh. 16:13).
h.      Pembicara mengutuk orang-orang yang menganiaya orang-orang benar dan bersukacita atas penderitaan mereka. Dalam Injil Yohanes, para murid akan dibenci dan dianiaya (15:18, 20; 16:2-3).
i.        Pembicara akan menghibur anak-anaknya dan menjanjikan sukacita abadi di kehidupan selanjutnya (bdk. Yoh. 14:27; 16:22, 33).
j.         Pembicara akan menyinggung perihal kelangsungan namanya. Dalam Injil Yohanes, Yesus berbicara tentang nama Allah yang telah diberikan kepada-Nya (17:11-12) dan Ia telah menyatakan nama Allah kepada para murid-Nya (17:6). Para murid juga akan meminta segala sesuatu kepada Allah dalam nama Yesus (14:13, 14; 15:16; 16:24).
k.      Dalam salam perpisahan Musa, ia menunjuk seorang penerus baginya, yaitu Yosua (Ul. 31:23). Penerus Yesus adalah Penghibur, yaitu Roh Kudus (Yoh. 16:7).
l.        Terakhir, pembicara akan menutup salam perpisahannya dengan doa bagi orang-orang yang akan ditinggalkannya (bdk. Yoh. 17:6-26).
Setelah Yesus menyadari bahwa saat kematian-Nya sudah dekat, Ia menyampaikan salam perpisahan-Nya kepada para murid. Sebagaimana dalam salam perpisahan yang diuraikan di atas, Yesus menutup salam perpisahan-Nya dengan mendoakan para murid supaya bersatu (Yoh. 17:6-26). Sekali lagi, tema doa Yesus ini adalah persatuan para murid. Doa Yesus ini merupakan doa terpanjang Yesus dalam keempat injil. Apa artinya hal ini? Injil bukanlah melulu buku atau laporan sejarah. Penginjil memiliki maksud tertentu mengapa ia mencatat doa Yesus ini. Dalam Yoh. 17:6-26 ini, penginjil hendak mengajar para pendengarnya tentang persatuan lewat doa.  Hal ini mengingatkan kita akan tema persatuan yang diwartakan penginjil di tempat lain. Dalam Yoh. 17:6-26, penginjil mewartakan pentingnya persatuan diantara para murid. Di tempat lain, penginjil mewartakan persatuan Yesus dan Bapa serta persatuan Yesus dan para murid.

Persatuan Yesus dan Bapa
Tema persatuan pertama yang diangkat penginjil adalah persatuan Yesus dan Bapa. Injil Yohanes mengatakan dengan tegas bahwa Yesus dan Bapa adalah satu (10:30, 38; bdk. 17:22). Persatuan tersebut tampak dalam seluruh hidup Yesus. Semua pekerjaan yang dilakukan Yesus berasal dari Bapa (5:19-20; 10:37-38; bdk. 10:25) dan atas kuasa yang Ia terima dari Bapa (17:1). Semua yang diajarkan Yesus berasal dari Bapa (8:28) sehingga siapa pun yang mendengarkan Yesus, mendengarkan Bapa (14:10). Siapa pun yang percaya kepada Yesus sama dengan percaya kepada Bapa (12:44). Yesus sendiri sering mengatakan bahwa Bapalah yang mengutus Dia (5:36-37; 6:38, 44; 14:24). Ia berasal dari atas (3:13; 6:41, 62; 8:23; bdk. 1:51). Yesus dan Bapa memiliki persatuan yang sempurna dalam kodrat mereka sebagai Allah karena Yesus adalah Anak Allah yang tunggal (1;34, 49; 3:16; 5:25-27; 10:36; 11:27; 19:7). Yesus dan Bapa tidak dapat dipisahkan. Yesus adalah Allah yang menjadi manusia seperti yang dikatakan Rasul Paulus, dalam Yesus berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allah-an (Kol. 2:9).
Penginjil menampilkan persatuan Yesus dan Bapa dengan tujuan menjadikan persatuan tersebut sebagai model persatuan orang-orang Kristiani. Tentu saja hal ini merupakan suatu model yang tinggi dan berat untuk dicapai. Akan tetapi, itulah yang diharapkan Yesus dan penginjil, yaitu kesempurnaan hidup (bdk. Mat. 5:48).

Persatuan Yesus dan para murid
Doa Yesus bagi persatuan para murid-Nya dalam Yoh. 17:6-26 ini juga mengingatkan kita akan ajakan persatuan Yesus dalam perumpamaan pokok anggur yang benar (Yoh. 15:1-8). Dalam Kitab Suci, perumpamaan tentang pokok anggur memiliki makna dan keindahan yang luar biasa! Misalnya, dua perikop yang sangat terkenal dalam nyanyian Mzm. 80:9-17 dan nyanyian Yahweh tentang kebun anggur-Nya dalam Yes. 5:1-7. Allah telah memilih pokok anggur yang bermutu untuk kebun-Nya (Yes. 5:2) yang Ia pindahkan dari Mesir (Mzm. 80:9). Allah telah bekerja keras untuk menyediakan tempat bagi pokok itu. Allah merawat dan melindungi pokok itu dengan setia dengan harapan suatu saat pokok anggur itu menghasilkan buah yang manis. Namun, sayang sekali! Allah kecewa luar biasa! Setelah pokok anggur itu berbuah, bukan buah manis yang dihasilkan melainkan buah anggur masam. Maka, Allah dalam murka-Nya, menelantarkan kebun anggur-Nya! Kebun anggur Allah adalah kaum Israel dan orang-orang Yehuda ialah tanam-tanaman kegemaran-Nya (Mzm. 80:7).
Dalam Yoh. 15:1-8, Yesus adalah pokok anggur yang benar karena pokok anggur yang lama, yaitu Israel, telah gagal untuk menghasilkan buah yang seperti yang diharapkan (bdk. Yer. 2:21). Yesus adalah pokok anggur yang benar dan Bapa adalah pengusahanya (15:1). Kita adalah ranting-rantingnya (15:5). Kita akan berbuah berlimpah-limpah bila kita bersatu dengan pokok anggur yang benar, yaitu Yesus Kristus (15:8). Lepas dari Yesus, kita akan binasa karena ranting tidak dapat hidup dan berbuah dari dirinya sendiri. Melalui perumpamaan ini, penginjil mengingatkan kita bahwa persatuan dengan Yesus merupakan keharusan yang mutlak. Kita tidak dapat hidup bila kita tidak bersatu dengan Sang Sumber Kehidupan itu sendiri.
Dalam perumpamaan ini juga terkadung tuntutan persatuan yang tinggi atau sempurna. Yesus mengatakan bahwa bersatu dengan-Nya saja belum cukup. Persatuan tersebut harus terjadi secara aktif dari kedua belah pihak; kita di dalam Yesus dan Yesus di dalam kita. Dengan demikian, kita menjadi ranting yang menghasilkan buah karena ranting yang tidak menghasilkan buah akan dipotong-Nya. Yudas Iskariot adalah salah satu contoh nyata murid Yesus yang “dipotong” dari pokok anggur karena tidak menghasilkan buah (bdk. Yoh. 17:12b).

Persatuan di antara para murid
Harapan Yesus supaya para murid-Nya bersatu terungkap jelas dalam Yoh. 17:6-26. Di sini, Yesus berdoa bagi persatuan para murid yang pertama (ay. 6-19) dan persatuan semua murid (20-26).
a. Yesus berdoa bagi persatuan para murid pertama
Doa ini merupakan doa Yesus yang penuh emosi. Beberapa saat lagi, Yesus akan menghadapi penderitaan dan kematian-Nya. Sekali lagi, konteks doa ini adalah Yesus sedang menyampaikan salam perpisahan-Nya. Sebelum ‘saat’-Nya tiba, yaitu kematian di salib,[106] Yesus menutup salam perpisahan-Nya dengan berdoa bagi persatuan para murid yang ada bersama-Nya (kata “bersama” dalam bahasa Yunani adalah meta). Doa Yesus bagi para murid-Nya merupakan salah satu bentuk perhatian dan kasih-Nya kepada mereka.[107] Hingga akhir hidup-Nya, Yesus tetap menunjukkan kasih-Nya “sampai pada kesudahan-Nya” (3:16).[108] Ketika Yesus berdoa bagi murid-Nya, Ia berdoa atas nama para murid kepada Bapa. Yesus menjadikan diri-Nya sebagai perantara para murid kepada Bapa. Tentu buahnya akan berbeda bila Yesus yang berdoa kepada Bapa daripada para murid sendiri yang langsung berdoa kepada Bapa. Bapa akan mengindahkan doa Yesus karena Ia adalah Putera Bapa. Selain itu, Yesus berdoa bagi mereka karena Ia sangat mengerti apa yang dibutuhkan para murid-Nya saat itu yang kemungkinan besar tidak mereka sadari, yaitu rahmat persatuan. 
Selama hidup-Nya di dunia, Yesus telah menjaga mereka dengan baik sehingga mereka tetap bersatu dan percaya kepada-Nya. Sekarang, Yesus akan meninggalkan mereka dan pergi kepada Bapa. Untuk itulah, Yesus berdoa bagi mereka supaya setelah kepergian-Nya mereka tetap bersatu dalam kasih dan terus mengusahakan persatuan yang sempurna seperti persatuan Yesus dan Bapa sendiri (bdk. ay. 23 “Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu”). Menarik bahwa dalam bahasa Yunani, kata “menjadikan sempurna” adalah teleioo yang berasal dari akar kata teleios atau telos yang berarti akhir (Inggris: end) atau dibawa hingga akhir (Inggris: brought to the end). Artinya, Yesus berharap bahwa para murid-Nya terus mengusahakan persatuan yang sempurna supaya pada akhirnya mereka dapat bersatu dengan-Nya dan Bapa di surga. Demi persatuan yang sempurna inilah, Yesus berdoa supaya Bapa memelihara mereka selama mereka masih ada di dunia (ay. 11b-15) dan menguduskan mereka dalam kebenaran (ay. 16-19).
Doa Yesus bagi para murid-Nya yang pertama ini adalah ungkapan kepercayaan-Nya terhadap Bapa. Yesus mempercayakan para murid-Nya dalam nama Bapa dan bukan pada kekuatan lain, seperti kekuasaan atau harta benda (bdk. Mzm. 20:8, “Orang ini memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda, tetapi kita bermegah dalam nama TUHAN, Allah kita.”). Tugas Yesus telah selesai. Ia telah memperkenalkan Bapa kepada mereka. Ia telah menjaga mereka hingga akhir hidup-Nya. Kini, tanggung jawab atas para murid menjadi milik Bapa.
Doa Yesus supaya Bapa menjaga para murid-Nya ini memiliki makna yang mendalam. Doa ini menggambarkan kehebatan dan keagungan Yesus. Mengapa demikian? Dari Kitab Suci, kita tahu bahwa doa ini diucapkan Yesus sebelum Ia ditangkap, disiksa, dan disalibkan. Dengan demikian siapakah yang sebenarnya membutuhkan penjagaan Bapa? Para murid atau Yesus sendiri? Tentunya Yesus. Namun, Yesus justru berdoa supaya Bapa menjaga para murid-Nya. Meski Ia akan meninggal Yesus tetap mencurahkan perhatian-Nya kepada murid-murid-Nya. Inilah sikap pemimpin sejati.
Yesus berdoa bukan hanya supaya para murid-Nya dilindungi dari yang jahat, tetapi juga supaya mereka dikuduskan dalam kebenaran.[109] Kekudusan akan menghindarkan mereka dari perbuatan-perbuatan jahat. Kekudusan juga membuat mereka layak untuk mewartakan Sabda sebab Sabda Allah adalah kebenaran itu sendiri (Yes. 45:23). Hal ini mengingatkan kita akan kisah Musa yang menguduskan para imam untuk melayani Allah (Kel. 28:41). Dikuduskan dalam kebenaran juga berarti dikuduskan dalam Yesus sendiri (Yoh. 14:6). Semua itu akan menjadikan para murid semakin sempurna dalam kesucian dan pengenalan akan Yesus sebab mereka akan menjadi saksi-Nya di tengah-tengah dunia. Hanya orang-orang yang sungguh-sungguh percaya pada Yesus dapat bersaksi tentang Dia dengan semangat.[110] Jadi, tujuan pengudusan adalah demi pewartaan atau perutusan.[111] St. Thomas Aquinas, dalam komentarnya atas Injil Yohanes, menyebutkan bahwa mereka memerlukan pengudusan setelah Yesus mengatakan “sebagaimana Engkau mengutus Aku ke dalam dunia, maka Aku mengutus mereka ke dalam dunia”.[112]
Yesus berdoa kepada Bapa agar memelihara dan menguduskan mereka dalam kebenaran supaya mereka tetap bersatu seperti Yesus dan Bapa adalah satu, serta terlaksananya misi yang mereka emban. Orang-orang Kristiani akan dibenci oleh dunia, namun Yesus tidak mengharapkan supaya mereka dihindarkan dari kebencian itu.[113] Sebaliknya, Yesus justru ingin supaya mereka menghadapi semua itu dengan bantuan Bapa. Persatuan di antara mereka akan menjadi kekuatan bagi mereka untuk bersama-sama menghadapi dunia dengan segala tantangan dan bahaya yang ada. Jemaat Kristiani awali sangat membutuhkan persatuan ini untuk saling membantu dan memperhatikan, saling menguatkan dan mendukung pewartaan injil Tuhan, serta saling berbagi derita dan sukacita. Tentang hal ini Rasul Paulus mengatakan:
“Allah telah menyusun tubuh kita begitu rupa, sehingga kepada anggota-anggota yang tidak mulia diberikan penghormatan khusus, supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan. Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita.” (1Kor. 12:24b-26; bdk. Ef. 4:1-7)

Dengan demikian, sekarang kita dapat mengerti dengan sangat baik apa yang pernah disabdakan Guru kita dalam perumpamaan tentang seekor domba yang hilang (Luk. 15:1-8). Pemilik domba itu meninggalkan sembilan puluh sembilan dombanya untuk mencari satu ekor dombanya yang hilang. Setelah ia menemukannya, ia akan mengadakan pesta sebagai ungkapan syukur. Kita mungkin berpikir bahwa apa yang dilakukan pemilik domba itu terlalu berlebihan. Apa artinya satu ekor domba bagi dia? Bukankah dia masih memiliki banyak domba? Mengapa perlu pesta mewah hanya karena satu ekor domba yang ditemukan? Perumpamaan ini tampak tidak wajar bagi akal budi kita. Namun, setelah kita mendengar pengajaran Rasul Paulus bahwa kita semua adalah tubuh mistik Kristus, kita mengerti dengan baik apa yang dimaksud Tuhan. Apabila satu saja anggota tubuh hilang atau tersakiti, maka seluruh tubuh akan merasakan sakitnya. Satu bagian tubuh yang dihormati, seluruh bagian akan merasakan sukacita. Orang-orang Kristiani harus besatu supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan (Yoh. 10:10).

b. Yesus berdoa bagi Persatuan Seluruh Murid
Yesus tidak hanya berdoa bagi diri-Nya dan para murid yang ada bersama-Nya saat itu tetapi juga bagi para murid-Nya yang akan datang. Siapakah mereka? Mereka adalah orang-orang yang kelak percaya kepada Yesus berkat pewartaan para murid-Nya (Yoh. 17:20-26). Mereka adalah jemaat Gereja awali (Kis. 2:44, 4:4) hingga orang-orang Kristiani zaman ini. Memang, orang-orang Kristiani zaman ini menjadi percaya bukan berkat pewartaan para rasul. Akan tetapi, mereka menerima pewartaan yang sama karena menerima pewartaan dari murid-murid para rasul (St. Thomas Aquinas).[114]
Melalui Yoh. 17.20-26, penginjil hendak mengatakan bahwa Yesus mendoakan semua orang yang percaya kepada-Nya sepanjang zaman. Artinya, Yesus senantiasa berdoa bagi persatuan semua murid-Nya pada segala zaman. Alangkah luar biasa Yesus! Ia mampu melihat ke masa depan bahwa banyak orang akan menjadi murid-Nya melalui pewartaan para murid dan akan senantiasa ada orang-orang yang beriman kepada-Nya hingga akhir dunia. Hal ini membuktikan bahwa Bapa mengabulkan doa Yesus, Putera-Nya, seperti yang tertulis dalam Surat kepada orang Ibrani, “Selama hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan ... dan Ia telah didengarkan” (Ibr. 5:7).
Yesus begitu yakin akan keberhasilan para murid sehingga Ia berdoa pula bagi orang-orang yang berhasil mereka “jala” (bdk. Mat. 4:19). Padahal, ancaman perpecahan dan penganiayaan terhadap para murid-murid-Nya oleh orang-orang yang membenci Yesus ada di depan mata. Ketika Yesus ditangkap, para murid mulai ada yang melarikan diri (Mrk. 14:50).
Seperti Yesus berdoa supaya para murid-Nya yang pertama bersatu (ay. 11), begitu juga Ia mohon kepada Bapa supaya semua murid-Nya (kelompok murid pertama dan para murid di masa mendatang) bersatu. Yesus berdoa supaya seluruh umat beriman bersatu seperti persatuan antara Bapa dan Yesus (ay. 21) karena mereka semua memiliki iman yang sama, yaitu percaya akan Yesus. Kelompok murid yang didoakan Yesus pada bagian ini merupakan buah-buah perutusan para murid pertama. Orang-orang Kristiani adalah orang-orang yang dipersatukan dengan Yesus melalui sabda dan usaha para rasul.[115] Yesus berdoa supaya semua murid-Nya bersatu secara sempurna seperti Yesus dan Bapa sehingga persatuan tersebut menghasilkan buah.
Orang-orang Kristiani dipanggil untuk bersatu dengan Yesus dan sesama secara sempurna. Sebuah tuntutan yang amat tinggi! Sebelum perikop ini, Yesus mengatakan, “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yoh. 13:35). Kasih inilah yang akan menjadi isi kesaksian umat beriman. Kasih orang-orang yang percaya adalah kebenaran injili. Dimana orang-orang Kristiani saling mengasihi, di situ mereka mewartakan Kristus. Selama orang-orang yang percaya terus saling mengasihi, makin banyak orang diselamatkan sehingga jumlah mereka akan terus bertambah.
Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. (Kis. 2:46-47).

Alangkah indahnya persatuan seperti seruan pemazmur “Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun!” (Mzm. 133:1). Persatuan kasih membawa sukacita bagi kita dan membawa keselamatan bagi orang lain yang melihatnya karena persatuan adalah bentuk kesaksian (Yoh. 17:21). St. Agustinus mengatakan, hanya melalui kasih kita disatukan dengan Allah.[116] Itulah sebabnya Rasul Paulus mengundang kita untuk menjadi penurut-penurut Allah seperti anak-anak yang kekasih dan hidup dalam kasih (Ef. 5:1).
Doa Yesus bagi persatuan semua murid ini terwujud dalam persekutuan jemaat perdana di Yerusalem (Kis. 2:41-47). Mengapa demikain? Jemaat perdana di sana hidup sesuai dengan harapan dan hidup Yesus. Mereka senantiasa bersatu untuk memelihara dan mewartakan sabda yang dipercayakan Yesus kepada mereka (ay. 42). Orang-orang lain yang menjadi percaya berkat pewartaan pada murid Yesus bergabung menjadi satu kawanan (ay. 44a; bdk. Yoh. 10:16). Mereka juga bersatu dalam kepemilikan atas segala sesuatu (ay. 44b-45; bdk. Yoh. 17:10 “segala milik-Ku adalah milik-Mu dan milik-Mu adalah milik-Ku”). Lebih dalam daripada sekadar harta milik, mereka juga bersatu dalam hati, kasih dan kehendak (ay. 46a). Seperti yang dijanjikan Yesus bahwa mereka yang setia dalam persatuan akan menerima anugerah sukacita, jemaat perdana Yerusalem mengalami gembiraan dan sukacita yang tulus (ay. 46b). Bagaikan ranting pohon anggur yang akan menghasilkan buah bila tetap bersatu dengan pokoknya (Yoh. 15:5), jemaat perdana terus berbuah dalam jumlah karena mereka tekun memuji Allah (ay. 47). Kis. 2:41-47 merupakan jawaban yang nyata atas pertanyaan kami mengapa Yesus berdoa bagi persatuan para murid-Nya. Pertanyaan kami selanjutnya, bagaimanakah cara hidup umat Kristiani saat ini?
Dalam doa Yesus ini (Yoh. 17:6-26), penginjil menegaskan bahwa persatuan di antara murid Yesus merupakan sesuatu yang sangat penting dan sumber persatuan itu adalah persatuan Yesus dan Bapa. Sebanyak tiga kali Yesus mengatakan supaya para murid-Nya bersatu sama seperti Dia dan Bapa (ay. 11, 21, 22). Yesus mengharapkan supaya para murid-Nya saling mengasihi sama seperti Bapa mengasihi Yesus dan mereka (ay. 23). Doa ini mengingatkan kita akan gambaran Yesus sebagai gembala yang baik (Yoh. 10:1-21). Dalam doa ini, Yesus secara aktif mendoakan para murid-Nya. Hal ini sama dengan apa yang dilakukan Yesus sebagai gembala baik yang memanggil domba-dombanya dengan nama mereka masing-masing (10:3). Dalam doa ini, Yesus berdoa pula untuk orang-orang di luar kelompok murid-Nya yang nanti percaya kepada-Nya. dalam Yoh. 10:16, Yesus mengatakan, “Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala.” Para murid Yesus adalah persekutuan orang-orang beriman yang mengenal suara Yesus dan mengikuti-Nya. Jadi, mereka bukan hanya pewarta sabda tetapi juga pelaksana sabda yang menyatukan mereka.
Yesus sebagai Imam Agung Berdoa bagi Persatuan Umat
Yoh. 17 dikenal sebagai Doa seorang Imam Agung. Dalam perikop ini, Yesus memang digambarkan sebagai Imam Agung yang berdoa bagi persatuan para murid-Nya. Hal ini menandakan bahwa sebagai imam, Yesus bukan hanya seorang pengajar dan pembuat mukjizat yang hebat, tetapi juga seorang pendoa yang tekun, baik bagi orang lain maupun bagi diri-Nya sendiri. Seperti pendapat Raymond E. Brown, dalam perikop ini, Yesus lebih dikenal sebagai seorang imam dalam gambaran Kitab Ibrani dan  Surat Roma (Rm. 8:34), yaitu Dia yang berdiri di hadapan tahta Allah untuk menjadi pengantara manusia, daripada gambaran imam yang mempersembahkan korban.[117] Ia selalu setia menyediakan waktu untuk berdoa dan sering menghabiskan malam-malam-Nya dengan berdoa (bdk. Luk. 6:12). Mengapa Ia berdoa? Bukankah Ia adalah Allah? Bagi siapa Ia berdoa?

Beberapa Imam yang Berdoa bagi Umat dalam PL
Dalam PL, Allah senantiasa menganugerahkan orang-orang yang menjadi  pendoa bagi umat, seperti Abraham (Kej 18:20-33), Musa (Kel 32:7-29), Samuel (1Sam. 12:19.23), Ezra (Ezr. 9), Salomo (2Taw. 6:21), Yefta (Hak 11:30-31), Elia (1Raj. 17:20-21), Elisa (2Raj. 6:17), dan lainnya. Mereka dapat berasal dari kalangan orang biasa, imam, nabi, atau raja. Berikut ini adalah beberapa tokoh atau kelompok orang yang berdoa bagi umat dari kalangan para imam.
Hari Raya Pendamaian (Im. 16)
Paus Benediktus XVI, dalam audiensinya pada hari Rabu 25 Januari 2012, mengatakan bahwa kekayaan yang luar biasa dari Doa Yesus dapat dimengerti dengan baik bila kita melihatnya dengan latar belakang perayaan Yom Kippur.[118] Hari Raya Pendamaian atau Yom Kippur merupakan salah satu perayaan keagamaan yang penting dan suci bagi orang Yahudi. Perayaan ini dirayakan pada tanggal 10 Tisyri menurut kalender Yahudi. Perayaan ini dinamakan “pendamaian” karena umat Israel menyatakan dosa-dosa dan penyesalan, serta memohon pengampunan Tuhan. Umat Yahudi akan berpuasa selama kurang lebih selama 25 jam dan mempersembahkan korban bakaran sebanyak 15 korban (12 korban bakaran, dan 3 korban pendamaian, bdk. Im. 16: 5-29 dan Bil. 29:7-11) sebagai tanda pertobatan.
Apa peranan Imam Agung dalam perayaan ini? Imam Agung memiliki tugas istimewa dalam perayaan ini, yaitu masuk ke dalam ruang Mahakudus untuk mempersembahkan korban dan doa. Ruang Mahakudus hanya boleh dimasuki oleh Imam Agung dan itu hanya terjadi satu tahun sekali, yaitu pada perayaan ini. Ada banyak hal yang harus dipersiapkan oleh Imam Agung untuk menyambut dan menunaikan perayaan ini, baik keperluan fisik maupun batin. Misalnya, Secara fisik, Imam Agung harus harus melakukan tugas-tugas Bait Allah selama seminggu sebelum perayaan seperti membakar dupa, menyalakan lampu, mempersembahkan korban harian, dan sebagainya. Pada hari perayaaan, ia harus membersihan diri dengan membasuh badannya sebanyak lima kali, sedangkan tangan dan kaki sebanyak sepuluh kali. Secara batin, ia harus mempelajari Kitab Taurat dengan sepenuh hati.
Pada saat hari perayaan ini tiba, ada banyak hal yang harus dilakukan oleh Imam Agung. Misalnya, Imam Agung harus menyembelih binatang korban untuk penebus dosanya sendiri dan keluarganya (ay. 6, 11), membakar dupa (ay. 12-13), lalu masuk ke Ruang Mahakudus. Di dalam Ruang Mahakudus, Imam Agung akan memercikkan darah binatang korban ke atas tutup pendamaian sebanyak tujuh kali (ay. 14). Imam Agung juga harus menyembelih binatang korban yang terpilih sebagai penebus dosa umat dan darahnya dipercikkan ke atas tutup pendamaian (ay. 15) dan seterusnya. Perayaan ini berakhir saat binatang korban yang disembelih dibakar habis dan binatang bagi Azazel dilepas ke padang gurun.
Apa kaitan perayaan ini dengan kisah Yesus yang berdoa bagi persatuan semua murid-Nya? Seperti Imam Agung dalam PL, begitu juga Yesus adalah pemimpin utama bagi kelompok murid-Nya. Lewat pengurbanan di atas salib, Yesus adalah Imam Agung yang mengadakan perayaan Pendamaian bagi umat. Seperti Imam Agung dalam PL yang memercikkan darah korban ke atas tutup pendamaian, Yesus juga mencurahkan darah-Nya sendiri di bukit Golgota demi pengampunan dosa-dosa umat.[119] Seperti Imam Agung dalam PL, Yesus juga mempersembahkan doa-doa bagi para murid-Nya. Perbedaannya, Imam Agung dalam PL harus merayakan Hari Raya Pendamaian setiap tahun, sedangkan Yesus cukup satu kali untuk selamanya (bdk. Ibr. 7:27). Namun, baik bagi Imam Besar PL maupun Yesus, perayaan ini merupakan perayaan pendamaian antara Allah dengan manusia dan perayaan persatuan kembali seluruh umat.[120] Umat yang terpisah dari Allah dan sesama akibat dosa disatukan kembali. Perayaan tersebut adalah perayaan pengudusan kembali umat Allah. Menurut Wayne A. Turner, kekudusan dalam Kitab Imamat berarti keutuhan atau kesatuan.[121]

Ratapan Yeremia (Rat. 5)
Menurut tradisi, Kitab Ratapan dianggap sebagai tulisan Nabi Yeremia, yang ditulis ketika ia melihat kehancuran Yerusalem sekitar tahun 587 SM.[122] Yeremia hidup pada zaman pemerintahan Raja Yosia (639-609 SM). Yeremia memang lebih dikenal sebagai nabi, tetapi ia juga termasuk kalangan imam karena ia berasal dari keluarga imam. Yeremia memperoleh panggilan sebagai seorang nabi sejak muda (626 SM).  Namun, kelak tugas sebagai nabi membuat ia tidak diterima di kalangan para imam. Pasyur, Imam Agung, mendera dan memasungnya di depan pintu gerbang (Yer. 20:1-6), serta menelanjanginya (Yer. 26).
Sesuai dengan namanya, Kitab Ratapan merupakan kitab yang diresapi dengan rasa kesepian, kesedihan, ketidaktahuan, dan kemarahan. Tidak ada kata-kata Allah di dalam kitab ini meskipun semuanya tentang Allah dan ditujukan kepada Allah. Semua ratapan itu diakibatkan oleh dosa-dosa umat terhadap Allah (bdk. Yer. 5:27-28, 8:6). Menurut Hill and Walton, kitab ini menggambarkan Allah yang marah, Allah yang berbalik menjadi musuh dan menghancurkan umat-Nya Israel tanpa belas kasihan karena dosa-dosa mereka (2:2, 5).[123] Dalam situasi seperti ini, Yeremia hanya dapat berdoa kepada Allah supaya Ia berbelas kasih (5:1). Kitab ini mengajarkan bahwa Allah yang marah hanya dapat dihadapi dengan doa penuh kerendahan hati.[124] Melalui doa yang penuh kerendahan hati dan rasa sesal, Yeremia percaya bahwa Allah pasti akan mengampuni (5:2-14).
Rat. 5 adalah bagian terakhir dari kitab ini. Isinya adalah ratapan dan permohonan nabi. Beberapa naskah Yunani memberikan judul “doa” pada bagian ini.[125] Nada bab ini memang berisi sebuah doa.[126] Pengarang membuka doanya dengan penuh kerendah-hatian. Ia minta supaya Allah mengingat penderitaan yang telah menimpa umat-Nya dalam pembuangan (ay. 1-2). Rat. 5:1-18 merupakan keluhan dan ratapan penderitaan umat yang disampaikan oleh pengarang kepada Allah. Sedangkan, Rat. 5:19-22 berisi doa yang penuh pengharapan. Di sini, Yeremia  menyatakan pengakuannya akan kekekalan tahkta Allah (ay. 19). Bila tahkta Allah adalah kekal, mengapa Ia melupakan dan meninggalkan umat-Nya (ay. 20). Yeremia menunjukkan kepada Allah bahwa umat telah menyesal dan ingin berbalik kembali kepada Allah (ay. 21). Di sini, Yeremia, sebagai nabi dan imam, tampil berdiri di hadapan tahkta Allah untuk mohon pengampunan bagi umat. Yeremia berdoa bagi umat karena ia tahu bahwa sebenarnya keselamatan mereka begitu dekat.[127] Dalam doanya ini, Yeremia yakin bahwa tidak mungkin Allah sungguh-sungguh membuang umat (ay. 22) mengingat semua hal yang dahulu dikerjakan-Nya bagi bangsa ini.
Rat. 5 merupakan doa Yeremia bagi umat Israel. Yeremia berdoa layaknya seorang miskin dengan menunjukkan penderitaan-penderitaan umat kepada Allah. Ketika orang miskin mengajukan beberapa permintaan kepada kita, kita biasanya membantunya sesuai dengan permintaannya.[128] Itulah yang dilakukan Yeremia sebagai seorang nabi dan imam sehingga ia yakin Allah akan menjawab doanya.

Yudas Makabe berdoa bagi Tentara Israel yang Meninggal (2Mak. 12:38-45)
Siapakah Yudas Makabe? Yudas Makabe (Ibrani: Yehudah HaMakabi) adalah anak lelaki ketiga dari imam Yahudi Matatias bin Yohanes bin Simeon (1Mak. 2:1-5). Yudas adalah yang pertama dari saudara-saudara Makabe untuk mulai mengangkat senjata melawan kaum helenis dan Yahudi-Helenis.[129] 2Mak. 12:38-45 mengisahkan tentang Yudas yang berdoa bagi pasukan-pasukannya yang tewas dalam peperangan. Yudas berdoa bagi mereka karena ketika ia mengumpulkan jenazah-jenazah pasukan yang meninggal, ia dikejutkan akan jimat-jimat dari berhala-berhala kota Yamnia yang ditemukan pada pada tiap-tiap pasukan yang mati tersebut (ay. 40).
Hukum Taurat melarang orang memakai atau hanya sekadar membawa barang hasil penjarahan saat perang. Menyimpan jimat adalah sebuah dosa (ay. 42). Para tentara Israel tersebut meninggal dalam perang karena mereka tidak percaya akan Allah dan lebih memercayai berhala. Itulah sebabnya, Yudas mengumpulkan uang dari para tentara yang masih hidup, kurang lebih 2000 dirham perak sebagai persembahan korban penghapus dosa mereka yang gugur.

Yesus Sang Imam Agung dalam Surat Ibrani
Tema utama Surat kepada Orang Ibrani adalah kebesaran (Ibr. 1-4) dan imamat agung Yesus Kristus (Ibr. 7-10). Yesus adalah Anak Allah yang penuh cahaya kemuliaan dan kekuasaan (1:3). Ia melebihi malaikat-malaikat (1:4-14), melebihi Musa (3:1-6), dan melebihi Imam Agung Yahudi (4:14-5:10). Menurut Albert Vanhoye, SJ. judul yang tepat bagi surat ini adalah “Imamat Kristus”.[130] Berikut ini kami hendak menunjukkan imamat Yesus dan perannya dalam penyelamatan umat Allah.
a.      Yesus adalah Imam Agung dalam Ibr. 7
Surat kepada Orang Ibrani dengan jelas menggambarkan Yesus sebagai seorang Imam Agung. Bukan hanya itu, penulis surat ini juga memberi gelar Yesus sebagai Imam Besar PB (Ibr. 8) yang memilki kelebihan dibandingkan Imam Besar PL. Berikut ini adalah perbedaan antara imamat Yesus dengan imamat Yahudi yang diuraikan penulis dalam suratnya kepada orang Ibrani:
Imamat Yahudi
Imamat Yesus
1.      Menurut keturunan Harun (ay. 11)
1.      Menurut imamat Melkisedek (ay. 1-10)
2.      Tidak mampu memberikan kesempurnaan (ay. 11)
2.      Memberikan keselamatan sempurna dan menjadi perantara yang tetap (ay. 25)
3.      Mempersembahkan kurban seturut hukum Taurat (ay. 12)
3.      Berasal dari suku yang tidak pernah melayani mazbah (ay. 13)
4.      Imamat diturunkan menurut peraturan-peraturan manusia (ay. 16)
4.      Imamat diberikan berdasarkan hidup yang tidak dapat binasa (ay. 6)
5.      Imamat bersifat sementara (ay. 23)
5.      Imamat bersifat abadi (ay. 17)
6.      Hukum terdahulu tidak berguna karena tidak membawa kesempurnaan (ay. 18-19)
6.      Sebuah pengharapan yang lebih baik karena mampu mendekatkan kita kepada Allah (ay. 19)
7.      Imamat mereka tanpa sumpah (ay. 20)
7.      Imamat diberikan dengan sumpah (ay. 21 dengan kutipan Mzm. 110:4)
8.      Mewakili perjanjian lama
8.      Perantara dari perjanjian yang lebih baik (ay. 2)
9.      Jumlah mereka banyak karena terikat pada kematian (ay. 23)
9.      Imamat Yesus tidak dapat beralih karena Ia kekal (ay. 24)
10.  Dipilih dari antara orang banyak (5:1)
10.  Yesus dipilih karena Ia saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa dan lebih tinggi dari pada tingkat-tingkat sorga (ay. 26)
11.  Harus mempersembahkan korban untuk mereka sendiri dan umat (ay. 27)
11.  Tidak perlu mempersembahkan korban bagi diri-Nya sendiri (ay. 27)
12.  Mempersembahkan korban setiap hari (ay. 27)
12.  Mempersembahkan diri-Nya satu kali untuk selama-lamanya (ay. 27, bdk. 9:24-8; 10:10,12,14)
13.  Ditunjuk dalam kelemahan (ay. 28)
13.  Ditunjuk dengan sumpah Allah, Anak-Nya sendiri yang telah menjadi sempurna sampai selama-lamanya (ay. 28)

b.      Yesus adalah Imam Agung yang Mempersembahkan Korban Sempurna bagi Umat
Konsep utama penulis Surat kepada Orang Ibrani adalah pemaparan tugas imam sebagai pemimpin yang berdiri di depan umat dan menjadi perantara mereka untuk mendekati Allah.[131] Bila para nabi menjadi perantara Allah kepada manusia dan wakil Allah di hadapan manusia, imam sebaliknya. Imam adalah perantara manusia kepada Allah dan wakil manusia di hadapan Allah.[132] Apa sebenarnya perbedaan nabi dan imam dalam hal ini? Dalam arti tertentu, imam bukanlah pemimpin dalam segala hal layaknya seorang nabi. Imam Agung ditunjuk dari antara umat untuk keperluan bagi Allah dalam peribadatan-peribadatan Yahudi (bdk. Ibr. 2:17). Misalnya, memimpin perayaan Hari Raya Pendamaian.
Dalam surat Ibrani ini, Yesus disebut sebagai pengantara perjanjian baru antara manusia dan Allah sebanyak tiga kali (8:6; 9:15; 12:24). Yesus sebagai pengantara memiliki arti bahwa Yesuslah yang membangun relasi antara manusia dan Allah. Kata ‘pengantara’ juga memiliki konotasi bahwa Yesus adalah jaminan yang meneguhkan relasi tersebut (7: 22).[133] Jaminan itu terungkap dalam korban yang dipersembahkan-Nya.
Surat Ibrani menampilkan Yesus sebagai Imam Agung Perjanjian Baru yang mempersembahkan korban bagi umat Allah. Origenes menegaskan bahwa segala sesuatu di surga dan di bumi didamaikan dengan Allah oleh pengorbanan Yesus (Kol. 1:20).[134] Bila perjanjian lama di atas gunung Sinai menggunakan darah anak domba (Kel. 24:8), perjanjian baru menggunakan darah Anak Domba Allah, yakni darah Yesus sendiri. Itulah sebabnya persembahan Yesus lebih unggul dari pada persembahan di gunung Sinai. Persembahan Yesus bukan hanya menghapus dosa tetapi juga mengangkat umat menjadi anak-anak Allah sehingga saat Yesus datang kembali ke dunia, Ia tidak perlu mengadakan korban penghapusan dosa. Ia datang untuk membawa orang-orang yang menantikan-Nya ke dalam kerajaan Allah (9:28).

Yesus sebagai Imam Agung Berdoa bagi Persatuan Umat
Salah satu teologi besar Injil Yohanes adalah ajaran Yesus sebagai Mesias, Anak Allah (Yoh. 4:26). Setiap pembaca Injil Yohanes dibimbing untuk sampai pada pengakuan bahwa Yesus adalah Anak Allah yang diutus Bapa untuk menenebus dosa manusia (R. Schnackeburg dan B. Lindars).[135] Dalam Injil Yohanes identitas Yesus sebagai Mesias sering Ia sampaikan secara allegoris. Misalnya, Yesus menyebut diri-Nya sebagai “roti hidup” (Yoh. 6), “terang dunia” (Yoh. 8:12), “pintu” (Yoh. 10:7), “gembala yang baik” (Yoh. 10:11), “jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh. 11:25), “pokok anggur” (Yoh. 15:1), dan seterusnya. Yoh. 17:6-26 sarat dengan gambaran Yesus sebagai “gembala yang baik” meskipun secara eksplisit kata ini tidak ditemukan dalam perikop tersebut.
Yesus adalah gembala. Bukan hanya sekedar gembala seperti pada umumnya, melainkan Ia adalah gembala sejati (true shepherd) dan gembala yang baik (good shepherd).[136] Dalam doa ini, penginjil hendak menegaskan kembali kepada para pembacanya apa yang telah ia tulis dalam Yoh. 10:1-21. Pertanyaan kita, mengapa Yesus menyebut diri-Nya gembala yang baik? Gagasan gembala yang baik mengingatkan kita kembali pada Kitab Mazmur bahwa Allah juga digambarkan sebagai seorang gembala yang baik (Mzm. 23; Yes. 40:11; ). Yesus adalah gembala dan para murid adalah domba-domba-Nya. Sebagaimana gembala yang baik membawa domba-domba pada rumput yang hijau dan segar, Yesus juga memberi para murid makanan dan minuman abadi, yakni Tubuh dan Darah-Nya (Mzm. 23:2, bdk. Yoh. 6:55 “Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.”). Sebagaimana gembala yang baik akan menjaga domba-dombanya dari segala bahaya apapun yang terjadi, Yesus mengorbankan diri-Nya demi keselamatan para murid-Nya. 
Yesus adalah imam. Injil Yohanes tidak pernah menyebut Yesus “imam”, akan tetapi gambaran imamat Yesus terkadung dalam seluruh injil.[137] Perikop Yoh. 17:6-26 juga secara tidak langsung menggambarkan imamat Yesus melalui ay.19 (“Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran.”).[138] Penulis Surat kepada Orang Ibrani juga mengambil ide pokok Yesus sebagai imam agung dari perikop ini.
Yesus memang bukan lahir dari keluarga imam atau keturunan Harun, tetapi Dia tetap imam. Bahkan, imamat Yesus lebih tinggi hakekatnya dibandingkan imamat Harun dan keturunannya karena ditetapkan oleh Allah sendiri dengan sumpah (bdk. Ibr. 7: 21). Selain itu, dalam kata “mesias” terkandung imamat Yesus karena arti mesias sendiri adalah “yang terurapi”. Dalam tradisi Yahudi, orang-orang yang diurapi hanyalah raja atau imam (agung).[139] Dalam pelayanan-Nya, Yesus tampak seperti nabi daripada seorang imam, tetapi dalam perjamuan malam terakhir, imamat Yesus menjadi definitif.[140] Jadi, dalam perikop Yoh. 17:6-27, Yesus adalah seorang imam yang mempersembahkan doa bagi para murid-Nya. Yesus adalah seorang imam yang menghadap Allah untuk menyampaikan apa yang diperlukan para murid saat itu, yaitu rahmat persatuan.

Relevansi Yoh. 17:6-26 bagi Para Imam di Indonesia
Pentingnya Persatuan Umat Katolik di Indonesia
Dalam Yoh. 17:20, Yesus berdoa bagi orang-orang yang kelak percaya kepada-Nya berkat pemberitaan para murid. Umat Katolik di Indonesia adalah bagian dari orang-orang tersebut. Berkat pewartan para misionaris yang menjadi penerus para murid Yesus, banyak orang di negeri ini menjadi percaya kepada Yesus. Menurut catatan sejarah (disertasi M. Muskens) Gereja Katolik masuk ke Indonesia pada abad XIV Masehi.[141] Akan tetapi, Jan Bakker, SJ menemukan petunjuk yang lebih meyakinkan bahwa Gereja telah ada sejak abad VII Masehi di Sumatra Utara meskipun saat itu Gereja tidak berkembang dengan baik dibandingkan pada abad XIV.[142]
Hingga tahun 2008, menurut data Kemenko Kesra, umat Katolik berjumlah 9.153.180.[143] Jumlah ini menunjukkan bahwa Gereja telah berkembang dengan baik di negeri ini meskipun masih termasuk golongan minoritas dibandingkan dengan agama lain. Jumlah ini juga mengindikasikan bahwa umat beriman terus bertambah dalam jumlah karena mereka hidup dalam persatuan kasih seperti halnya pada masa umat perdana di Yerusalem. Tuhan terus menambah jumlah mereka karena mereka hidup dalam persatuan kasih (Kis. 2:41-47). Namun, seiring bertambahnya jumlah umat, bertambah pula tantangan bagi persatuan yang mereka miliki. Hal ini dialami oleh Rasul Agung kita, yaitu Paulus. Menjelang akhir pelayanannya, ia justru menerima kabar perpecahan umatnya di Galatia, Korintus, dan Efesus.[144] Situasi umat beriman di Indonesia sangat beraneka ragam baik dalam hal suku, bahasa, budaya, tingkat ekonomi, maupun tingkat pendidikannya. Umat Katolik Indonesia tersebar di seluruh pelosok negeri yang luas ini. Umat Katolik di Indonesia juga hidup bersama dengan umat dari gereja lain (Kristen Protestan, Pantekosta, Metodist) dan agama lain (Islam, Hindu, Budha, Konghucu). Semua ini menjadi tantangan tersendiri bagi umat beriman di Indonesia. Dengan demikian, doa Yesus dalam Yoh. 17:6-26 ini masih sangat relevan. Itulah sebabnya, sejak tahun 1909, Gereja semesta menetapkan tanggal 18-25 Februari sebagai Pekan Doa Sedunia untuk Persatuan Umat Kristiani. Di Indonesia, doa yang biasanya digunakan pada pekan ini adalah buku Puji Syukur no. 177.
Doa Yesus ini masih sangat relevan karena Yesus berdoa bukan hanya bagi persatuan para murid yang ada bersama-Nya saat itu, tetapi juga bagi semua umat Kristiani sepanjang masa (17:20), tak terkecuali umat-Nya di Indonesia. Yesus juga ingin supaya umat Katolik di Indonesia bersatu seperti Yesus dan Bapa adalah satu. Yesus ingin umat Katolik di Indonesia bersatu dalam kasih supaya mereka dapat menjadi pewarta dan saksi-Nya (ay. 21). Persatuan kasih harus menjadi cara umat Katolik dalam mewartakan sabda Allah di tengah-tengah umat gereja atau agama lain. Umat Katolik tidak dapat merayu atau memaksa orang lain untuk beriman kepada Yesus karena iman harus tumbuh dari hati yang rela. Bahkan, paksaan atau rayuan justru akan menimbulkan konflik. Yesus juga ingin umat Katolik di Indonesia bersatu supaya mereka tetap bertahan dalam menghadapi tantangan dan kesulitan dalam hidup menggereja maupun bermasyarakat. Sebagai kelompok kecil, umat Katolik sangat memerlukan persatuan. Dengan demikian, umat Katolik yang kecil ini mampu memberi pengaruh baik kepada banyak orang karena mereka memiliki persatuan sejati seperti dalam perumpamaan tentang ragi (Luk. 13:21).  

Para Imam di Indonesia Berdoa bagi Persatuan Umatnya
Pesan apa yang dapat diambil oleh para imam dari perikop Yoh. 17:6-26 ini? Pertanyaan ini menjadi perhatian dan renungan penulis karena penulis adalah seorang calon imam. Tema utama perikop ini adalah persatuan bagi seluruh umat Kristiani. Memang, persatuan merupakan usaha semua umat beriman. Akan tetapi, doa Yesus dalam Yoh. 17:6-26 menunjukkan bahwa para imam memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam mewujudkan persatuan umat daripada umat awam. Sebagaimana doa ini disebut “Doa Imam Agung”, doa ini harus menjadi doa para imam karena mereka telah mengambil peran dan tugas Kristus di dunia.[145] Oleh tahbisan imam, ia menjadi serupa dengan Imam Agung; ia mempunyai wewenang, supaya bertindak dalam kekuatan dan sebagai pengganti pribadi Kristus sendiri (virtute ac persona ipsius Christi).[146] Menurut Paus Pius X, mereka adalah alter Christus.[147]
Melalui doa-Nya ini, Yesus hendak mengingatkan para imam di Indonesia pentingnya berdoa bagi persatuan umat beriman. Seperti Yesus, mereka bukan hanya pengajar umat, tetapi pendoa bagi umat yang mereka bimbing.[148] Seperti Yesus, seorang imam bukan hanya sekedar pengajar umat tetapi juga pendoa bagi umat. Situasi umat Katolik di Indonesia yang beraneka ragam dalam segala bidang menuntut para imamnya untuk selalu berdoa supaya mereka tetap bersatu.
 Beato Columba Marmion mengatakan bahwa peran Yesus sebagai imam paling tampak adalah pada saat perjamuan terakhir dan di atas bukit Kalvari.[149] Perayaan Ekaristi sebagai sarana yang paling agung dan tepat bagi para imam di Indonesia untuk berdoa bagi persatuan umat. Beberapa tempat atau paroki di Indonesia, jumlah umat begitu banyak sedangkan tenaga imamnya sedikit sehingga para imam bertemu umat hanya saat perayaan Ekaristi. Melalui korban Ekaristi, para imam melaksanakan tugas mereka untuk membangun Tubuh Kristus.[150] Dalam ensiklik Ecclesia de Eucharistia, St. Yohanes Paulus II menegaskan bahwa dalam Ekaristi persatuan umat menjadi nyata.[151] Oleh sabda dan Tubuh Tuhan, umat disatukan dengan Tuhan sendiri dan dengan seluruh umat.[152] Oleh sebab itu, setiap hari imam dapat berdoa bagi persatuan umatnya. Alangkah indah dan mulia! Alangkah kuat dan dalam persatuan umat Kristen bila semua imamnya, setiap hari, berdoa bagi persatuan umat! Suatu kali, setan pernah mengatakan kepada St. Yohanes Maria Vianney, “Ada tiga saja imam seperti engkau, kerajaanku akan musnah!”[153] Oleh karena doa Yesus bagi para murid-Nya, mereka tetap bersatu dan jumlah mereka dijadikan-Nya berlipat-lipat. Kita percaya, oleh karena doa para rasul dan penerusnya, Gereja tetap bersatu dan berkembang meski muncul banyak tantangan dari kerajaan kegelapan. Berkat doa para imam dan gembala umat lainnya sepanjang sejarah, Gereja ada hingga saat ini. Dan, Gereja akan terus ada bila imam-imamnya terus berdoa. Ketika para imam berhenti berdoa bagi umatnya, Gereja akan tercerai-berai dan hilang dari muka bumi. Yesus sendiri dengan jelas mengatakan hal ini dalam doa-Nya, “Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” (Yoh. 17:21). Tanpa persatuan, kasih tidak dapat diwartakan sehingga dunia tidak akan mengenal Dia.[154] Tanpa persatuan, Yesus tidak dapat diwartakan.

PENUTUP
Doa Yesus dalam Yoh. 17:6-26 memiliki gema yang kuat tentang persatuan. Berkali-kali Yesus berbicara soal persatuan antara Yesus, Bapa-Nya dan para murid-Nya. Pesan persatuan menjadi sangat penting karena hal ini menjadi perhatian Yesus di saat-saat terakhir hidup-Nya.[155] Itulah sebabnya, melalui karya tulis ini, kami hendak melihat mengapa persatuan itu penting, terutama bagi para murid Yesus Persatuan seperti apa yang dimaksud oleh Yesus? Doa Yesus ini disebut juga “Doa Imam Agung”. Adakah pesan teologisnya bagi para imam dewasa ini?
Yoh. 17 disebut sebagai “Doa Imam Agung” karena perikop ini menunjukkan imamat Yesus. Yesus adalah Imam Agung karena imamat-Nya kekal abadi seperti Imam Agung Melkisedek (bdk. Ibr. 7:3). Yesus adalah Imam Agung perjanjian baru (Ibr. 8). Tugas Imam Agung ialah menjadi pengantara antara Allah dan manusia, menguduskan umat dan mengajar mereka.[156] Yoh. 17:6-26 telah menunjukkan tugas Yesus sebagai pengantara antara Allah dan para murid-Nya dengan mendoakan mereka. Tugas imamat Yesus untuk menguduskan umat tampak pada Yoh. 17:19. Sedangkan, tugas imamat Yesus sebagai pengajar umat tampak dalam seluruh amanat perpisahan Yesus (Yoh. 13-16). Perikop amanat perpisahan Yesus dan Yoh. 17 merupakan satu kesatuan karena perikop-perikop tersebut membentuk sastra salam perpisahan-Nya untuk para murid. Menurut Gerald O’Collins dan Michael Keenan Jones, apa yang sedang dilakukan Yesus pada Yoh. 17 memiliki kesamaan dengan apa yang dilakukan Imam Agung PL pada hari raya Pendamaian.[157] Sebagai imam dan korban persembahan, Yesus sedang menyiapkan diri-Nya untuk mati demi semua sahabat-Nya.[158]
Tema utama Yoh. 17:6-26 adalah Yesus sebagai Imam Agung yang berdoa bagi persatuan para murid-Nya. Dalam dokumen, seperti Baptism, Eucharist and Ministry (BEM) yang diterbitkan pada tahun 1982 oleh The Faith and Order Commission of the World Council of Churches dan The Final Report yang diterbitkan pada tahun yang sama oleh The Anglican–Roman Catholic International Commission (ARCIC), disebutkan bahwa salah satu tugas tugas Yesus sebagai Imam Agung adalah menyatukan umat milik-Nya.[159] Hal ini mengingatkan kita Yoh. 10:1-21 dimana Yesus menggambarkan diri-Nya sebagai gembala yang baik. Sebagai gembala yang baik, Yesus menyatukan semua orang yang percaya kepada-Nya menjadi satu kawanan (10:16) dan Ia tidak akan membiarkan satu pun dari dombanya hilang (bdk. Luk. 15:1-7). Sebagai Imam Agung, Yesus berdoa supaya para murid-Nya bersatu. Dengan demikian, gambaran Yesus sebagai Imam Agung dalam Yoh. 17:6-26 memperkuat pernyataan diri Yesus sebagai gembala yang baik pada Yoh. 10:1-21. Kedua gambaran ini memiliki peran yang sama, yaitu menyatukan umat. Dalam Gereja, tugas ini diemban oleh para imam karena mereka adalah alter Christus (St. Pius X). Itulah sebabnya, Paus Paulus VI, dalam dekritnya tentang pelayanan dan kehidupan para imam, mengatakan bahwa tugas imam di tengah umat adalah menghantar semua umat kepada kesatuan cinta kasih dan menyatukan pelbagai mentalitas umat sehingga tidak seorang pun merasa terasing.[160] Dalam dekrit ini, secara tidak langsung, beliau juga memberi nasihat kepada para imam bahwa mereka mampu menyatukan umat yang mereka bimbing dengan Tuhan Yesus dan sesama umat beriman lewat Ekasisti, adorasi, maupun doa-doa pribadi lainnya.
Untuk menjalankan pelayanan mereka dengan setia, hendaknya mereka memperhatikan wawancara harian dengan Kristus Tuhan, dalam kunjungan serta ibadat pribadi terhadap Ekaristi suci. Hendaknya mereka dengan senang hati meluangkan waktu bagi retret rohani, yang sungguh menghargai bimbingan rohani. Dengan pelbagai cara, khususnya melalui doa batin yang teruji serta berbagai bentuk doa lainnya, yang secara bebas dapat mereka pilih sendiri, para imam mencari dan bersungguh-sungguh memohon kepada Allah semangat sembah-sujud yang sejati, upaya mereka untuk bersama dengan jemaat yang mereka bimbing bersatu mesra dengan Kristus Pengantara Perjanjian Baru, dan dengan demikian sebagai putera-puteri angkat dapat berseru: “Abba, Pater” (Rom. 8:15). [161]
Yoh. 17:6-26 mengandung pesan yang mendalam bagi para imam. Mereka  diingatkan kembali bahwa mereka memiliki tugas untuk berdoa bagi persatuan umat seperti yang diteladankan Yesus. Perikop ini mengajar para imam pentingnya berdoa bagi persatuan umat.[162] Melalui doa, imam menjalankan fungsinya sebagai perantara umat kepada Raja Surgawi seperti Yesus Kristus, Sang Imam Agung.[163] Para imam harus selalu berdoa agar umat beriman memiliki persatuan yang sejati seperti yang dikehendaki Yesus. Seperti apakah persatuan yang sejati tersebut? Apakah para murid sanggup mewujudkan persatuan yang demikian?
Dalam doa Yesus ini, kita diberi sedikit gambaran tentang bentuk persatuan antara Yesus dan Bapa, yaitu persatuan dalam kasih. Bapa mengasihi Yesus dan Yesus mengasihi Bapa sejak dunia belum dijadikan (Yoh. 17:23-24). Segala milik Yesus adalah milik Bapa (Yoh. 17:10). Sesudah Yesus naik ke surga, jemaat Kristiani perdana di Yerusalem juga telah membuktikan bahwa mereka dapat mewujudkan persatuan tersebut. Misalnya, mereka selalu berkumpul untuk merayakan Ekaristi dan berdoa bersama, mereka memiliki komitmen bahwa segala sesuatu adalah milik bersama dan lain sebagainya (bdk. Kis. 2:41-47). Rasul Paulus juga menasihati jemaatnya supaya bersatu (bdk. Rm. 12:4-5, 15:5-7; 1Kor. 10:17, 12:20; Gal. 3:28; Flp. 2:2-4; Kol. 3:15). Misalnya, dari dalam penjara, Rasul Paulus menasihati umatnya di Efesus agar mereka berusaha memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana mereka telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilan mereka, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua (Ef. 4:3-6).
Persatuan sejati adalah aspek penting Kristianitas Perjanjian Baru.[164] Ada tiga alasan mengapa persatuan ini penting bagi umat Kristiani. Pertama, persatuan sebagai bentuk kesaksian akan Bapa dan Yesus (ay. 21, “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.”). Persatuan umat Kristiani dalam kasih akan menjadi kesaksian kepada dunia bahwa mereka adalah murid-murid Yesus di mana pun mereka berada (Yoh. 13:35). Orang Kristen adalah orang-orang yang membawa kesaksian tentang suatu dunia yang baru untuk membangun masa depan di atas dasar kebenaran yang berpegang pada hukum Cintakasih dan Kesatuan.[165] Kedua, umat Kristiani harus bersatu supaya mereka dapat mewartakan sabda Allah yang dipercayakan kepada mereka. Hanya dalam persatuan, sabda Allah terjaga dan diwartakan. Kelak, sabda Allah pula yang akan menyatukan semua orang yang menjadi percaya akan pewartaan mereka menjadi satu kawanan dengan satu gembala, yakni Yesus Kristus (bdk. Yoh. 10:16). Ketiga, persatuan akan menjadi kekuatan bagi umat Kristiani disaat mereka mengalami masa-masa sulit dalam pewartaan mereka.






[1] Dalam kunjungannya ke kota Caserta, bagian Selatan Italia, pada bulan Juli lalu, Paus Fransiskus mengatakan kepada para uskup dan imam bahwa gosip adalah musuh terbesar kesatuan umat. Lih. http://www.zenit.org/en/articles/pope-to-caserta-s-priests-creativity-and-unity-is-needed. Diakses pada 2 Agustus 2014, pk. 20.10 WIB.
[2] Kelompok kekerabatan yg eksogam dan unilinear, baik secara matrilineal (garis keturunan ibu) maupun patrilineal (garis keturunan ayah).
[3] Bdk. Pastores Dabo Vobis, art. 29.
[4] Bdk. St. Eko Riyadi, Pr, Yohanes:Firman Menjadi Manusia (Yogyakarta: Kanisius, 2011), hlm. 365. Namun, menurut Ben Witherington, doa ini bukan doa “imam agung” melainkan doa dedikasi dan pengudusan Yesus dan para pengikut-Nya, dalam Ben Witherington, III, John’s Wisdom (Cambrige: The Lutterworth Press, 1995), hlm. 268. Lamar Williamson, Jr., menyebutnya sebagai “doa agung Yesus” dalam Lamar Williamson, Jr., Preaching the Gospel of John (Louisville, London: Westminster John Knox Press, 2004), hlm. 219.
[5] Untuk selanjutnya, kami akan menggunakan istilah kelompok murid pertama bagi para murid Yesus dalam ay. 6-9 dan kelompok murid kedua bagi orang-orang yang menerima pemberitaan para murid pertama (ay. 20).
[6] Bdk. St. Eko Riyadi, Pr., Op. Cit., hlm. 367. Lamar Williamson Jr., Op. Cit., hlm. 222.
[7] Yesus hanya berdoa bagi kesebelas murid-Nya karena Yudas Iskariot saat itu sudah meninggalkan kelompok ini (Yoh. 13:30).
[8] Bdk. Francis J. Moloney, Op. Cit., hlm. 462.
[9] Bdk. Ibid., hlm. 464.
[10] Williamson Jr., Op. Cit., hlm. 223.
[11] Bdk. Berthold Anton Pareira, Homili Tahun B: Masa Khusus dan Masa Biasa (Malang: Dioma, 2006), hlm. 109.
[12] Raymond E. Brown, Op. Cit., hlm. 741.
[13] Ibid. 754.
[14] Bdk. Ibid.
[15] Bdk. St. Eko Riyadi, Pr., Op. Cit., hlm. 371.
[16] Bdk. Herman Ridderbos, The Gospel According to John: A Theological Commentary (Grand Rapids, Michigan: Wm.B. Eerdmans Pub.Co., 1997), hlm. 552.
[17] Bdk. James McPolin, SJ., Op. Cit., hlm. 224 dan St. Eko Riyadi, Pr., Op. Cit., hlm. 372.
[18] Bdk. Lamar Williamson Jr., Op. Cit., hlm. 224.
[19] Bdk. Ibid., hlm. 225.
[20] Raymond E. Brown, Op. Cit., hlm. 759.
[21] Ibid.
[22] Lih. St. Augustine, Homilies on the Gospel of John: Tractate CVII. Chapter XVII. 9–13, dalam Christian Classic Ethereal Library, http://www.ccel.org/ccel/schaff/npnf107.iii.cviii.html. Diakses pada 07 Februari 2015, pk. 08.35 WIB.
[23] Bdk. Ibid.
[24] Bdk. St. Thomas Aquinas, Commentary on John 17 dalam Dominikan House of Study Priory of the Immaculate Conception, http://dhspriory.org/thomas/John17.htm. Diakses pada 07 Februari 2015, pk. 16.15 WIB.
[25] Ibid.
[26] Lih. Phil Johnson, The Wrong Kind of Unity: John 17:11 dalam https://www.gty.org/Resources/Print/Articles/A315. Diakses pada 05 Februari 2015, pk. 21.17 WIB.
[27] Lih. http://biblehub.com/commentaries/meyer/john/17.htm. Diakses pada 05 Februari 2015, pk. 21.30 WIB.
[28] Bdk. St. Thomas Aquinas, Op. Cit.
[29] Bdk. Raymond E. Brown, Op. Cit.
[30] Bdk. Pheme Perkins, Gospel according to John dalam Raymond E. Brown , dkk. (eds.), The New Jerome Biblical Commentary (London, England: 1991), hlm. 978.
[31] Lih. Mzm. 103:1; Yes. 47:4;
[32] Raymond E. Brown, Op. Cit.
[33] Bdk. Ibid., hlm. 764.
[34] Bdk. Leon Morris, The Gospel According to John: The New International Commentary on the New Testament (Grand Rapids, Michigan: Wm.B. Eerdmans Pub.Co., 1989), hlm. 726 dan Lamar Williamson Jr., Op. Cit.
[35] Raymond E. Brown, Op. Cit., hlm. 759.
[36] Robert L. Deffinbaugh, The High Priestly Prayer of Jesus, hlm. 10 dalam https://bible.org/seriespage/35-high-priestly-prayer-jesus-john-17. Diakses pada 05 Mei 2014. 
[37] St. John Chrysostom, Commentary on Saint John the Apostle and Evangelist: Homilies 48-88, (terj. Sister Thomas Aquinas Goggin, SCH.) (New York, NY: Fathers of the Church Inc., 1960), hlm. 388.
[38] Ibid.
[39] Bdk. André Feuillet, The Priesthood of Christ and His Ministers, (terj. Matthew J. O’Connell) (Garden City, NY: 1975), hlm. 37.
[40] Bdk. Maurice F. Wiles, The Spiritual Gospel: The Interpretation of the Fourth Gospel in the Early Church (Cambridge, NY: Cambridge University Press, 2006), hlm. 68.
[41] Bdk. Ibid., hlm. 69-70.
[42] Raymond E. Brown, Op. Cit., hlm. 765. Misalnya bunyi Doa Tahun Baru Yahudi yang dikutip Westcott, “Sucikanlah hati kami untuk melayani-Mu dalam kebenaran. Engkau, Ya Allah adalah kebenaran, dan sabda-Mu adalah kebenaran dan bertahan selama-lamanya.”
[43] Ibid.
[44] St. John Chrysostom, Op. Cit., hlm. 389 dan bdk. 2Kor. 5:19.
[45] Berthold Anton Pareira, Homili Tahun B: Masa Khusus dan Masa Biasa, Op. Cit., hlm. 110.
[46] Bdk. André Feuillet, Op. Cit., hlm. 38.
[47] Bdk. ibid., hlm. 40.
[48] Ibid.
[49] Ibid.
[50] Bdk. Ibid.
[51] Bdk. Ibid.
[52] Bdk. John Lierman, The New Testament Moses (Tubingen, Germany: Mohr Siebeck, 2004), hlm. 67.
[53] Bdk. André Feuillet, Op. Cit., hlm. 41.
[54] Lih. Ibid., hlm. 44.
[55] Bdk. Ibid., hlm. 41.
[56] Bdk. Ibid.
[57] Ibid., hlm. 35.
[58] Gerald O’Collins, SJ dan Michael Keenan Jones, Jesus Our Priest – A Christian Approach to the Priesthood of Christ (New York: Oxford University Press Inc., 2010), hlm. 26.
[59] Bdk. André Feuillet, Op. Cit., hlm. 47.
[60] Bdk. Ibid., dan Gerald O’Collins, SJ dan Michael Keenan Jones, Op. Cit.
[61] Bdk. André Feuillet, Ibid., hlm. 125 dan 147.
[62] Bdk. Ibid., hlm. 126.
[63] Ibid., hlm. 28.
[64]Katekismus Gereja Katolik, art. 2747.
[65] Bdk. Gerald O’Collins, SJ dan Michael Keenan Jones, Op. Cit., hlm. 11.
[66] Bdk. Ibid.
[67] Bdk. Ibid.
[68] André Feuillet, Op. Cit., hlm. 21.
[69] Bdk. Pidyarto Gunawan, Kisah Sengsara Yesus Menurut Injil Matius (Malang: Dioma, 2014), hlm. 67.
[70] Bdk. André Feuillet, Op. Cit., hlm. 34.
[71] Bdk. Ibid.
[72] Bdk. Ibid., hlm. 35.
[73] Lamar Williamson Jr., Op. Cit., hlm. 226
[74] Robert L. Deffinbaugh, Op. Cit., hlm. 11.
[75] Bdk. Raymond E. Brown, Op. Cit., hlm. 764.
[76] Bdk. Herman Ridderbos, Op. Cit.
[77] Leon Morris, The Gospel According to John: The New International Commentary on the New Testament, Op. Cit., hlm. 733.
[78] Sister Thomas Aquinas Goggin, SCH. (terj.), Op. Cit., hlm. 390
[79] Bdk. Leon Morris, The Gospel According to John: The New International Commentary on the New Testament, Op. Cit.
[80] Raymond E. Brown, Op. Cit., hlm. 769.
[81] Menurut Raymond E. Brown, kata “satu” pada ayat ini secara tidak sengaja hilang. Origenes (juga Hieronimus) dalam sepuluh kesempatan membaca teks ini secara singkat: “Sebagaimana Aku dan Engkau adalah satu, supaya mereka menjadi satu dalam Kita.” Boismard, RB 57 (1950), 396-97, menyebut hal ini sebagai contoh dimana para Bapa Gereja mempertahankan naskah yang lebih tua dan pendek yang kemungkinan adalah naskah yang asli. Lih. Ibid., hlm, 770. Lih. juga St. Sirilus dari Aleksandria, Commentary on the Gospel of John: Book 11, Chapter XI, T. Randell (terj.) dalam http://www.tertullian.org/fathers/cyril_on_john_11_book11.htm#C6. Diakses pada 08 Februari 2015, pk. 09.45 WIB.
[82] Raymond E. Brown, Ibid., hlm. 769
[83] Ibid.
[84] St. Eko Riyadi, Pr., Op. Cit., hlm. 374.
[85] Raymond E. Brown, Op. Cit.
[86] Bdk. Ibid.
[87] Lih. Ibid., hlm.  770.
[88] Ibid.
[89] Ibid.
[90] Bdk. Ibid.
[91] Ibid.
[92] Francis J. Moloney, Op. Cit., hlm. 474.
[93] Ibid.
[94] James McPolin, SJ., Op. Cit., hlm. 229.
[95] Francis J. Moloney, Op. Cit., hlm. 771.
[96] Menurut Raymond E. Brown, sapaan “Bapa” pada ay. 24 menandakan bahwa doa Yesus sampai pada kesimpulannya. Sapaan yang sama muncul dalam ay. 1 sebagai pembuka dan sapaan pada ay. 24 adalah penutupnya. Bdk. Raymond E. Brown, Op. Cit., hlm. 772 dan Barnabas Lindars, The Gospel of John: The New Century Bible Commentary (Grand Rapids, Michigan: Wm.B. Eerdmans Pub.Co., 1987), hlm. 532.
[97] Bdk. Raymond E. Brown, Ibid.
[98] Bdk. Jey J. Kanagaraj, The Gospel According to John (Singapura: Asia Theological Association, 2002), hlm. 363.
[99] Bdk. Ibid.
[100] Bdk. St. Eko Riyadi, Pr., Op. Cit., hlm.374.
[101] Bdk. Leon Morris, The Gospel According to John: The New International Commentary on the New Testament, Op. Cit., hlm. 736.
[102] Francis J. Moloney, Op. Cit. dan bdk. James McPolin, SJ., Op. Cit.
[103] Dalam 17:19, “menguduskan  diri-Ku bagi mereka” (terjemahan lain [KJV, NAS, NJB, NRS]: “demi kebaikan mereka Aku menguduskan diri-Ku”) memiliki arti bahwa cara Yesus menguduskan diri salah satunya melalui jalan salib, meskipun Ia sendiri sejak semula adalah kudus. Lih. Barnabas Lindars, Op. Cit., hlm. 528-529, bdk. juga Leon Morris, The Gospel According to John: The New International Commentary on the New Testament, Op. Cit., hlm. 731-732 dan Jey J. Kanagaraj, Op. Cit., hlm. 360.
[104] Bdk. Raymond E. Brown, Op. Cit., hlm. 598.
[105] Bdk. Ibid., hlm. 599-600.
[106] Berthold Anton Pareira, Kita telah melihat Kemuliaan-Nya (Yoh 1:14) dalam Dr. Benny Phang, O.Carm. dan F.X. Didik Bagiyowinadi, Pr., Lic. SS., (eds.), Di Bawah Kepak Sayap-Mu: Berteologi dengan Setia dan Kreatif (Festschrift) (Malang: Widya Sasana Publications, 2013), hlm. 284.
[107] Bdk. St. John Chrysostom, Op. Cit., hlm. 387.
[108] Berthold Anton Pareira, Kita telah melihat Kemuliaan-Nya (Yoh 1:14), Art. Cit.
[109] Berthold Anton Pareira, Homili Tahun B: Masa Khusus dan Masa Biasa, Op. Cit., hlm. 110.
[110] Ibid.
[111] Raymond E. Brown, Op. Cit., hlm. 765.
[112] St. Thomas Aquinas, Commentary on the  Gospel of St. John-Part II: Chapters 8-21, Fabian R. Larcher, O.P. (terj.), http://dhspriory.org/thomas/John17.htm#_ftnref16. Diakses pada 02 Desember 2014, pk. 21.00 WIB.
[113] Raymond E. Brown, Op. Cit., hlm. 764.
[114] St. Thomas Aquinas, Op. Cit.
[115] Bdk. Dei Verbum, art. 21 dan Raymond E. Brown, Op. Cit., hlm. 774.
[116] St. Thomas Aquinas, Op. Cit.
[117] Raymond E. Brown, Op. Ci., hlm. 747.
[119] Bdk. Dianne Bergant, CSA. dan Robert J. Karris, OFM. (eds.), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm. 133.
[120] Ibid., hlm. 134.
[121] Ibid., hlm. 119.
[122] Bdk. Ibid., hlm. 580.
[123] Bdk. Andrew E. Hill dan John H. Walton, A Survey of the Old Testament (Grand Rapids, MI: Zondervan Publishing House, 1991), hlm. 335.
[124] Bdk. Dianne Bergant, CSA. dan Robert J. Karris, OFM. (eds.), Op. Cit., hlm. 580.
[125] Bdk. Ibid., hlm. 587.
[126] Bdk. Ibid.
[127] G. Barlow, A Homiletic Commentary on The Book of Lamentations (New York: Funk & Wagnalls Company, 1892), hlm. 137.
[128] Ibid., hlm. 139.
[129] Dianne Bergant, CSA. dan Robert J. Karris, OFM. (eds.), Op. Cit., hlm. 832.
[130] Albert Vanhoye, SJ., Kristus Imam Kita Menurut Surat kepada Orang Ibrani (Yogyakarta, Kanisius, 1987), hlm. 9.
[131] Geerhardus Vos, The Priesthood of Christ in the Epistle to the Hebrews dalam The Princeton Theological Review Digital Journal Vol. 5, no. 4 (1907), hlm. 427, dalam http://www.biblicaltheology.org/pch.pdf. Diakses pada 01 November 2014, pk. 22.10 WIB.
[132] Ibid.
[133] David A. Ackerman, Ph. D., The High Priesthood of Jesus and the Sanctification of Believers: New Covenant Possibility in Hebrews 7-10, hlm. 11 dalam http://wesley.nnu.edu/fileadmin/imported_site/wts/44_annual_meeting/papers/David_Ackerman-The_High_Priesthood_of_Jesus_and_the_Sanctification_of_Believers.pdf.  Diakses pada 01 November 2014, pk. 22.35 WIB.
[134] Gerald O’Collins, SJ dan Michael Keenan Jones, Op. Cit., hlm. 72.
[135] Paul N. Anderson, Op. Cit., hlm. 44.
[136] Lih. Yoh. 10:1-5, 11.
[137] Gerald O’Collins, SJ dan Michael Keenan Jones, Op. Cit., hlm. 24-26.
[138] Ibid., hlm. 26.
[139] Lih. Kel. 30:30 dan 1Sam. 16:12-13.
[140] Gerald O’Collins, SJ dan Michael Keenan Jones, Op. Cit., hlm. 19.
[141] Dr. Huub J.W.M. Boelaars, OFM Cap., Indonesianisasi: Dari Gereja Katolik di Indonesia Menjadi Gereja Katolik Indonesia (Yogyakarta: Kanisius, 2005), hlm. 59.
[142] Ibid.
[144] Bdk. Edward Schillebeeckx, Paulus Rasul Bangsa-Bangsa Bukan Yahudi dan Pengaruhnya dalam Gereja (terj. Tom Jacobs, SJ) dalam JB. Banawiratma, SJ (ed.), Membaca Kitab Suci (Yogyakarta: Kanisius, 1986), hlm. 142.
[145] Katekismus Gereja Katolik, art. 1548.
[146] Ibid.
[147] Para imam disebut alter Christus (artinya: Kristus yang lain) karena, melalui sakramen tahbisan, mereka ‘berbagi’ kuasa dengan Yesus. Artinya, mereka memiliki kuasa untuk bertindak atas nama Yesus di dunia. Bdk. http://www.mycatholicsource.com/mcs/qt/priests_and_vocations_reflections_alter_Christus.htm. Diakses pada 19 Januari 2015, pk. 08.30 WIB dan André Feuillet, Op. Cit., hlm. 140.
[148] Bdk. Berthold Anton Pareira, Homili Tahun B – Masa Khusus dan Masa Biasa, Op. Cit., hlm. 111.
[149] Blessed Columba Marmion, Christ: The Ideal of the Priest, Dom Matthew Dillon (terj.) (San Fransisco, USA: Ignatius Press, 2005), hlm. 26 dan bdk. Tesis 7 dan 8 akan Imamat Kristus dalam Gerald O’Collins, SJ dan Michael Keenan Jones, Op. Cit., hlm. 250-262.
[150] Lumen Gentium, art. 17.
[151] Ecclesia de Eucharistia, art. 21, al. 1 dalam http://www.vatican.va/holy_father/special_features/encyclicals/documents/hf_jp-ii_enc_20030417_ecclesia_eucharistia_en.html. Diakses pada 01 Maret 2015, pk. 08.15 WIB. Bdk. Lumen Gentium, art. 3.
[152] Ecclesia de Eucharistia, art. 24, al. 1
[153] Rafael Lepen, Op. Cit., hlm. 48.
[154] Bdk. St. John Chrysostom, Op. Cit., hlm. 391.
[155] Bdk. St. John Chrysostom, Op. Cit., hlm. 387.
[156] Bdk. Gerald O’Collins, SJ dan Michael Keenan Jones, Op. Cit., hlm. 4 dan 7.
[157] Bdk. Ibid., hlm. 26.
[158] Ibid.
[159] Bdk. Ibid., hlm. vi.
[160] Presbyterorum Ordinis, art. 9, al. 3.
[161] Ibid., art. 18, al. 3.
[162] Bdk. M. M. Trooster, Kita Semua adalah Saudara, (Ende, Flores: Nusa Indah, 1979), hlm. 44.
[163] Gerald O’Collins, SJ dan Michael Keenan Jones, Op. Cit., hlm. 59.
[164] Robert L. Deffinbaugh, Op. Cit.
[165] M. M. Trooster, Po. Cit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar