Towards the end of
His earthly life, Jesus prayed for His disciples, "That they may be one,
as We are one" (Jn. 17:11, 23). Jesus' prayer in Jn. 17: 6-26 has strong
echoes of unity. Jesus frequently talked about unity among Himself, His Father
and His disciples. This prayer depicts Jesus’ expectation on His disciples. When
Jesus had to leave this world and His disciples, He wanted them to stick
together. He even wanted them to stick together just like He Himself and the Father
are one. Jesus realized it was such unity that the disciples needed in their
apostolic mission on earth. They had to be united so that the world would believe
that Jesus was sent by the Father (Jn. 17:21). They had to be united so that
they could proclaim the word of God entrusted to them (Jn. 17:14, 20). They had
to be united so that they could help and encourage each other when they had
hard times in proclaiming the word of God (cf. 1 Cor. 12: 12-31).
This passage teaches the prayer of Jesus for the
unity of the disciples in John. 17: 6-26. The writer would like to know the
meaning of unity as it was meant by Jesus and its relevance for the priests
today. The Week of Prayer for Christian Unity (January 18-25) was set in 1908
during which the Church repeats Jesus’ prayer ever since. This indicates that
the unity continues to be a struggle for the Church of all time that the Church
continues to voice this particular Jesus’ invitation. That is why when Jesus was
praying for the unity of His disciples who were with him at that time, He did
not forget to also pray for the unity of the people in the future who will
believe in Him because of the preaching of the disciples. Christians today are
part of these people. The faithful should live in unity so that later on they may
see and enjoy the glory of Jesus in heaven forever (Jn. 17:24).
In the tradition of the
Church, Jn. 17 is often called as "High Priestly Prayer" which means in
this prayer the Church see Jesus as a High Priest who offered prayer for all His
disciples as the proclamation of the Letter to the Hebrews that says Jesus is
the High Priest of the new covenant (Heb. 8). It is also in this prayer that the
image of Jesus as the Good Shepherd who attempted the unity of the flock
becomes more apparent (cf. Jn. 10: 1-21). Thus, this prayer invites the priests
today to pray for the unity of the people because they carries the priesthood
of Jesus today. This prayer should also be one of their pastoral works. This
means that priests can enhance the unity of the people as Jesus did by ‘standing
before God’ and beg the grace of unity of the people through the celebration of
Eucharist, daily worship, communal and personal prayer as well.
Pengantar
Doa merupakan bagian dari pelayanan seorang imam.
Seringkali umat datang kepada imam bukan hanya untuk meminta pelayanan sakramen
tetapi juga meminta untuk didoakan agar
dikuatkan atau dilepaskan dari kesusahan hidup mereka. Umat yakin bahwa doa para imam akan selalu didengarkan Tuhan karena mereka adalah
pribadi yang dekat dengan Tuhan. Beberapa pengalaman yang
penulis alami saat menjalani Tahun Pastoral memang menunjukkan bahwa umat
membutuhkan doa. Misalnya doa mohon kerukunan bagi umat yang terpecah belah
karena gosip[1],
perseteruan antar marga[2], perebutan warisan, terlibat dalam kejahatan
narkoba, atau konflik dengan pemeluk agama lain. Akibatnya, banyak umat tidak
mau mengikuti pertemuan-pertemuan umat, seperti perayaan Ekaristi, doa lingkungan,
atau organisasi-organisasi dalam Gereja. Dari pengalaman ini, penulis yakin
bahwa selain sentuhan manusiawi seperti sapaan dan kunjungan, mereka juga perlu
sentuhan rohani seperti doa.
Imam yang berdoa bagi persatuan umatnya merupakan bentuk
karya penggembalaan karena melalui doa, imam menunjukkan kepeduliannya akan
suka dan duka, kegembiraan dan harapan umatnya (bdk. GS. 1). Kebutuhan dan
kerinduan umat harus menjadi isi doa para imam setiap hari (bdk. KHK.
276 §2). Melalui doa, imam memberikan pengharapan
bagi umat yang berada kesulitan, pengampunan Allah bagi pendosa, keyakinan dan
keberanian untuk melanjutkan hidup bagi yang berputus asa.[3] Pada akhirnya, melalui doa-doa mereka, para imam mampu membawa kembali
umat yang tercerai-berai pada persekutuan murid Yesus.
Perlunya imam berdoa bagi persatuan umat juga ditunjukkan
oleh Yesus sendiri sebelum Ia meninggalkan dunia. Yesus berdoa
kepada Bapa bagi para murid dan semua orang yang percaya kepada-Nya (Yoh.
17:6-26) supaya tetap
bersatu sama seperti Yesus bersatu dengan Bapa. Rahmat
persatuan sangat diperlukan oleh para murid karena Yesus tahu bahwa masa
yang paling penting dan menentukan bagi sebuah proses kemuridan adalah ketika
seorang murid ditinggal pergi gurunya. (bdk. Mat. 26:1; Mrk.
14:27; bdk. Zak. 13:7). Mereka adalah orang-orang yang baru mulai beriman
akan Yesus. Mereka masih memiliki banyak kekurangan dan kelemahan (lih. Mrk.
8:13-21, Mat. 26:34, Luk.
9:46-48, Yoh. 6:16-21). Maka, besar kemungkinan para murid akan tercerai-berai ketika Yesus pergi
dari antara mereka. Atas dasar ini, Yesus merasa perlu untuk mendoakan
mereka kepada Bapa.
Uraian di atas
hendak menunjukkan bahwa doa itu memiliki peranan yang amat penting bagi seorang
gembala umat. Umat
terlepas dari banyak kesulitan hidup dan dosa-dosa berkat doa gembala mereka di
hadapan Allah (bdk. Yer. 7:16). Oleh sebab itu, meski seorang imam memiliki
tugas yang banyak dalam pelayanan sakramental maupun kategorial, imam harus
setia berdoa bagi umatnya di dalam doa-doa pribadi dan komunitas. Dalam
hal ini, Yesus adalah teladan utama para gembala umat. Ia bukan hanya pengajar dan pembuat mukjizat. Ia
adalah juga pendoa. Doa menjadi salah satu
bagian utama bentuk pelayanan-Nya. Ia senantiasa
mengawali dan mengakhiri karya penggembalaan-Nya dengan doa (Mat.
14:23, Mrk 1:35, Luk 5:16). Beberapa ahli Kitab Suci
menyebut doa
dalam Yoh. 17 ini sebagai doa imamat.[4]
Oleh sebab itu, sama seperti Yesus Sang Imam Agung, para imam harus menjadi
pendoa-pendoa bagi umat. Tuhan sendiri mengatakan bahwa celakalah para imam yang
tidak pernah mendoakan umatnya yang hilang dan terserak (bdk. Yer 23:1).
Konteks Yoh. 17:6-26
Konteks jauh. Konteks jauh
Yoh. 17:6-26 adalah Yoh. 13-16. Pertanyaan kita adalah mengapa konteks jauh
Yoh. 17:6-26 terdiri atas empat bab? Mengapa harus empat bab? Apakah
masing-masing bab memiliki keterkaitan? Bab 13-16 adalah sebuah kesatuan kisah.
Kisah bab 13-16 terjadi pada malam yang sama. Yoh 13:1 menyebutkan bahwa
sebelum Hari Raya Paskah Yahudi dimulai, Yesus mengadakan perjamuan makan malam
yang terakhir (Yoh. 13:30b, “Pada waktu itu hari sudah malam”). Ketika mereka
sedang makan bersama (ay. 2), Yesus menanggalkan jubah-Nya, mengambil sehelai
kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, lalu Ia mulai membasuh kaki
para murid (Yoh. 13:4). Kemudian Yesus dan para murid melanjutkan perjamuan
tersebut (Yoh. 13:12, 26). Sesudah perjamuan tersebut selesai, Yesus
melanjutkannya dengan pengajaran-pengajaran (Yoh. 14-16).
Setelah Yesus selesai dengan
pengajaran-pengajaran-Nya kepada para murid-Nya, Ia langsung berdoa kepada
Bapa-Nya (Yoh. 17:1). Hal ini terjadi sangat cepat. Ay. 1 mengandaikan bahwa
Yesus tetap berada di tempat yang sama, yaitu bersama para murid-Nya di ruang
makan. Injil tidak mengatakan bahwa Yesus pergi ke tempat lain. Injil hanya
mengatakan bahwa Yesus langsung menengadah ke langit dan mulai berdoa.
Hubungan bab 13-16 dengan bab
17 juga tampak dari isi pengajaran Yesus dengan isi doa-Nya. Dalam Yoh 13:1
Yesus menyadari bahwa “saat-Nya” sudah tiba. Ia membuka doa-Nya dengan kata
yang sama (17:1). Kemudian Yesus berdoa kepada Bapa bagi murid-murid-Nya. Yoh.
13:13 dan Yoh. 16:30 menyebutkan bahwa para murid percaya bahwa Yesus berasal
dari Allah. Dalam Yoh. 17:8, Yesus berdoa bagi murid-murid yang percaya
kepada-Nya. Dalam Yoh. 13:36-37, Petrus sebagai ketua para murid tampak gelisah
tentang kepergian Yesus. Dalam Yoh. 17:11, Yesus meminta agar Bapa menjaga
mereka karena Yesus akan meninggalkan dunia sementara mereka masih berada di
dunia. Dalam Yoh. 14:1-6, Yesus
menghibur para murid yang gelisah dan meyakinkan mereka bahwa kelak mereka akan
bersatu dengan Yesus di rumah Bapa. Dalam Yoh. 17:24, Yesus juga meminta kepada
Bapa supaya kelak mereka berada bersama Yesus. Bab 15 berisi pesan bahwa
kehidupan hanya dapat diperoleh lewat persatuan dengan Yesus dalam perumpaan
pokok anggur (bdk. Yoh. 17: 21-23). Bab 16 berisi nubuat tentang penderitaan
para murid-Nya dan Yesus menjanjikan kebahagiaan yang besar (Yoh. 16:22-23a)
bila mereka tetap setia pada iman mereka. Mereka akan dianiaya oleh orang-orang
yang tidak mengenal baik Bapa maupun Anak (Yoh. 16:3, bdk. Yoh. 17:25).
Konteks dekat. Konteks dekat
sebelum Yoh. 17:6-26 adalah Yoh. 17:1-5. Setelah Yesus berdoa bagi diri-Nya
sendiri (ay. 1-5), Ia berdoa bagi seluruh murid-Nya (ay. 6-26). Keduanya
memiliki konteks yang sama, yaitu Yesus yang sedang berdoa. Selain itu, kedua
perikop ini memiliki hubungan yang sangat dekat karena adanya beberapa hal yang
sama. Misalnya, pertama, tema tentang
kemuliaan. Kata “mulia” mucul sebanyak 5 kali dalam Yoh. 17:1-5 dan 3 kali
dalam Yoh. 17:6-26. Kedua, Yesus
menggunakan pola yang sama pada doa ini. Yesus selalu menyebutkan sebuah alasan
pada setiap permohonannya kepada Bapa. Misalnya, dalam Yoh. 17:4-5, Yesus
meminta supaya Bapa mempermuliakan diri-Nya (ay. 5) karena Ia telah
mempermuliakan Bapa. Dalam Yoh. 17:9, Yesus berdoa untuk para murid karena
mereka adalah milik Bapa. Yesus juga minta supaya Bapa melindungi mereka (ay.
15) karena Yesus telah memberikan firman Bapa kepada mereka (ay. 14).
Konteks dekat yang mengikuti
Yoh. 17:6-26 adalah Yoh 18:1-11. Yoh. 18:1 menyebutkan, “Setelah Yesus
mengatakan semuanya itu keluarlah Ia dari situ bersama-sama dengan
murid-murid-Nya dan mereka pergi ke seberang sungai Kidron.” Yang dimaskud dengan “mengatakan semua itu” pasti
mengacu pada doa Yesus atau ada kemungkinan termasuk pengajaran-pengajaran-Nya.
Hubungan antara kedua perikop
ini juga ditandai oleh tokoh Yudas Iskariot. Dialah orang yang dimaksudkan
Yesus dalam Yoh. 17:12 (“Aku telah
menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari
pada dia yang telah ditentukan untuk
binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci”). Selanjutnya, dalam Yoh. 17:12, Yesus mengatakan bahwa
selama Ia ada bersama dengan murid-murid-Nya, Ia akan senantiasa menjaga mereka
agar tetap aman. Hal ini dibuktikan dalam Yoh. 18:8-9 (Jawab Yesus: "Telah Kukatakan kepadamu, Akulah Dia.
Jika Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi." Demikian hendaknya supaya genaplah firman yang telah dikatakan-Nya:
"Dari mereka yang Engkau serahkan kepada-Ku, tidak seorangpun yang
Kubiarkan binasa."). Kalimat “supaya
genaplah firman yang telah dikatakan-Nya” ini pasti mengacu pada Yoh. 17:12.
Jadi, perikop Yoh. 18:1-11
merupakan penutup dari kisah malam terakhir Yesus bersama murid-murid-Nya.
Yesus dipisahkan dari murid-murid-Nya. Yesus rela ditangkap tanpa melakukan
perlawanan asalkan para murid-Nya dibebaskan. Yoh. 18:12dst merupakan kisah
baru karena para prajurit mulai menangkap Yesus dan membelenggu-Nya.
Selanjutnya, Yesus masuk pada babak penganiayaan dan penyaliban.
Tafsir atas Yoh. 17:6-26
Yoh. 17 merupakan doa agung Yesus. Doa ini adalah doa
terpanjang Yesus yang ada dalam keempat injil. Secara literer Yoh. 17 membentuk
suatu kesatuan. Perikop ini dibuka dan ditutup dengan tema kemuliaan. Yoh.
17:1-5 berisi permohonan Yesus supaya Ia dipermuliakan dan Yoh. 17:6-26 berisi
permohonan agar semua murid-Nya bersatu dan kelak mereka dapat memandang
kemuliaan-Nya.
Dalam bab ini, kami hendak menafsirkan Yoh. 17:6-26
karena bagian tersebut menjadi dasar utama tema tesis kami. Tema utama Yoh.
17:6-26 adalah tentang persatuan. Kata “satu” (Inggris: one) muncul sebanyak lima kali dalam perikop ini (ay. 11, 21, 22 [2x], dan 23). Yesus
berdoa supaya para murid-Nya tetap bersatu meskipun Yesus akan meninggalkan
mereka. Yesus berdoa supaya seluruh murid-Nya bersatu, yaitu kelompok murid
pertama dan kelompok murid kedua.[5]
Kelompok murid pertama Yesus adalah para rasul dan murid yang lain, sedangkan
kelompok murid kedua adalah orang-orang yang percaya kepada Yesus karena
pewartaan kelompok murid pertama. Pada awalnya (Yoh. 17:6-19), Yesus hanya
berdoa bagi kelompok murid pertama. Akan tetapi, Yesus melanjutkan doa-Nya juga
bagi kelompok murid kedua (Yoh. 17:20-26). Yesus berdoa bagi semua murid-Nya
supaya tetap bersatu hingga akhir zaman. Dengan demikian, Yoh. 17:6-26 dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Yesus berdoa untuk persatuan bagi para murid-Nya pertama (Yoh. 17:6-19) dan
b. Yesus berdoa untuk persatuan bagi para murid pertama dan kedua (Yoh.
17:20-26).
Yesus Berdoa bagi Persatuan
Para Murid Pertama (Yoh. 17:6-19)
a. Identitas para murid Yesus
dan Misi-Nya yang telah selesai (ay. 6-8)
6 Aku telah menyatakan nama-Mu
kepada semua orang, yang Engkau berikan kepada-Ku dari dunia. Mereka itu
milik-Mu dan Engkau telah memberikan mereka kepada-Ku dan mereka telah menuruti
firman-Mu.
7 Sekarang mereka tahu, bahwa
semua yang Engkau berikan kepada-Ku itu berasal dari pada-Mu.
8 Sebab segala firman yang
Engkau sampaikan kepada-Ku telah Kusampaikan kepada mereka dan mereka telah
menerimanya. Mereka tahu benar-benar, bahwa Aku datang dari pada-Mu, dan mereka
percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.
Yoh. 17:6-8 merupakan
kelanjutan dari doa Yesus pada ay. 1-5. Setelah Yesus berdoa bagi diri-Nya
sendiri, kini Ia mempersembahkan doa-Nya bagi para murid. Ay. 6-8 adalah
pengantar doa Yesus bagi para murid-Nya karena di sini Ia mulai menyebut
mereka, meskipun pernyataan “Aku berdoa untuk mereka” baru terdapat pada ay. 9.[6]
Pada bagian ini, diuraikan tentang siapakah para murid yang didoakan Yesus dan
laporan tentang misi-Nya yang telah terlaksana.
Siapakah para murid yang
didoakan Yesus dalam bagian ini? Kemungkinan besar mereka adalah kesebelas
murid Yesus[7] karena Ia sedang berada di
tengah-tengah mereka ketika Ia mengucapkan doa ini. Namun, ada kemungkinan juga
bahwa mereka itu adalah murid-murid lain di luar kesebelas murid-Nya karena
perikop ini tidak menyebut nama atau kelompok. Ay. 6-8 menjadi pengantar doa
ini karena bagian ini menyebutkan ciri-ciri murid Yesus. Pertama, para murid Yesus adalah orang-orang pilihan Bapa dari
dunia yang diberikan kepada Yesus (ay.6). Mereka adalah orang-orang yang telah
menerima pernyataan nama Bapa sehingga mereka mengenal siapa Allah
sesungguhnya; kehadiran dan kodrat Allah, kesucian, keadilan dan kasih-Nya.[8] Kedua, mereka adalah orang-orang yang
mendengar dan menuruti firman Bapa sehingga mereka mengetahui bahwa semua milik
Yesus berasal dari Bapa (ay. 7). Ketiga, mereka
adalah orang-orang yang mendengar dan menuruti firman lalu percaya dengan
sungguh-sungguh bahwa Yesus berasal dari dan diutus oleh Bapa (ay. 8).
Pengenalan dan kepercayaan para murid akan Yesus merupakan tanda bahwa mereka
telah menerima firman Bapa.[9]
Ay. 6-8 berisi semacam laporan
Yesus kepada Bapa tentang karya-karya-Nya yang telah terlaksana.[10]
Laporan ini bukan hanya sekedar penyampaian sebuah informasi tetapi juga bentuk
ungkapan cinta Yesus kepada Bapa. Artinya, Yesus menyampaikan isi hati-Nya
kepada Bapa. Yesus hendak mengatakan bahwa Ia sangat mencintai Bapa-Nya dengan
jalan melaksanakan seluruh tugas dari Bapa. Pada ay. 6 Yesus mengatakan, “Aku
telah menyatakan nama-Mu kepada semua orang, yang Engkau berikan kepada-Ku dari
dunia. Mereka itu milik-Mu dan Engkau telah memberikan mereka kepada-Ku dan
mereka telah menuruti firman-Mu.” Apa artinya “menyatakan nama-Mu” di sini?
Menyatakan nama Bapa sama dengan menyatakan pribadi Bapa karena nama merupakan
representasi pribadi yang bersangkutan.[11]
Kalimat “Aku telah menyatakan nama-Mu” merupakan cara lain untuk mengatakan
“Aku telah memulikan Engkau” seperti pada ay.4.[12]
Yesus telah memuliakan nama Bapa di hadapan semua orang. Penulis Mzm. 22:23
mengatakan, “Aku akan memasyhurkan nama-Mu kepada saudara-saudaraku dan memuji-muji
Engkau di tengah-tengah jemaah.” Dalam PL, pengenalan akan nama Allah diikuti
oleh komitmen hidup, yaitu iman (bdk. Mzm. 9:11a, “Orang yang mengenal nama-Mu
percaya kepada-Mu.”). Hal ini juga berlaku bagi penginjil Yohanes.[13]
Mereka yang telah menerima pernyataan nama Bapa dari Yesus menuruti firman Bapa
(ay. 6c, “mereka telah menuruti firman-Mu”).[14]
Yesus telah menunjukkan
siapakah Bapa kepada para murid sehingga mereka dapat mengenal Bapa dan menjadi
percaya. Bagaimanakah cara Yesus menunjukkan Bapa? Yesus menunjukkan Bapa
kepada para murid lewat hidup dan karya-Nya sendiri (bdk. Yoh. 5:19, 21, 36;
8:27, 38; 10:30, 37-38; 12:49-50; 14:8-11). Orang-orang pilihan Bapa ini
benar-benar menjadi milik Putra karena mereka telah menjadi percaya. Terlaksananya
misi Yesus atas para murid yang menjadi percaya, menjadi latar belakang atau
dasar doa Yesus pada ay. 9-19.[15]
Artinya, bagian ini menjadi alasan mengapa Yesus harus berdoa bagi para
murid-Nya. Yesus harus berdoa bagi mereka karena mereka adalah milik Bapa dan
milik-Nya. Yesus harus berdoa bagi mereka karena mereka telah menerima Bapa
sebagaimana mereka telah menerima Yesus sendiri. Atas dasar inilah Yesus
memiliki kewajiban untuk berdoa bagi mereka. Atas dasar ini pula Yesus berharap
agar Bapa mengabulkan doa-Nya karena Yesus telah melakukan semua yang
diperintahkan Bapa. Bentuk atau metode semacam ini (Aku telah..... [maka],....) akan sering digunakan Yesus dalam Yoh
17:6-26 sebelum Ia menyampaikan isi permohonan-Nya. Seperti:
Aku telah menyatakan
nama-Mu,...(ay. 6a)
Mereka itu milik-Mu,...(ay. 6b)
Mereka telah menuruti
firman-Mu,...(ay. 6c)
(Maka) Peliharalah
mereka dalam nama-Mu.(ay. 11)
Aku telah memberikan
firman-Mu kepada mereka
dan dunia membenci mereka,...(ay. 4)
(Maka) Lindungilah
mereka dari yang jahat. (ay. 15)
Aku telah memberikan
kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan
kepada-Ku,...
Supaya mereka menjadi
satu, sama seperti Kita adalah satu. (ay. 22)
Aku telah
memberitahukan nama-Mu kepada mereka,...
Supaya kasih yang Engkau
berikan kepada-Ku ada di dalam
mereka.(ay. 26)
b. Yesus Berdoa bagi Persatuan Para Murid-Nya
9 Aku berdoa untuk mereka. Bukan
untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan
kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu
10 dan segala milik-Ku adalah milik-Mu dan milik-Mu adalah milik-Ku, dan
Aku telah dipermuliakan di dalam mereka.
11 Dan Aku tidak ada lagi di dalam
dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia, dan Aku datang kepada-Mu. Ya
Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah
Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita.
12 Selama Aku bersama mereka, Aku
memelihara mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan
kepada-Ku; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang
binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah
yang tertulis dalam Kitab Suci.
13 Tetapi sekarang, Aku datang
kepada-Mu dan Aku mengatakan semuanya ini sementara Aku masih ada di dalam
dunia, supaya penuhlah sukacita-Ku di dalam diri mereka.
14 Aku telah memberikan firman-Mu
kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama
seperti Aku bukan dari dunia.
15 Aku tidak meminta, supaya
Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari
pada yang jahat.
16 Mereka bukan dari dunia, sama
seperti Aku bukan dari dunia.
17 Kuduskanlah mereka dalam
kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran.
18 Sama seperti Engkau telah
mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam
dunia; 19 dan Aku menguduskan diri-Ku
bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran.
Ay. 9 menyebutkan dengan jelas
bahwa Yesus hanya berdoa untuk para murid-Nya dan bukan untuk dunia. Apa artinya
bahwa Yesus berdoa “bukan untuk dunia”? Mengapa
Yesus terkesan “pilih kasih”, meskipun dalam Kitab Suci, gambaran Allah yang
pilih kasih dimungkinkan? Misalnya, kisah Yakub (Kej. 27), Daud (1Sam.
16:1-13), atau Yesus yang memiliki murid yang paling dikasihi (Yoh. 20:2; 21:7,
20)? Pertama, ayat ini hendak
menunjukkan bahwa perhatian Yesus yang paling mendesak saat itu adalah para
murid. Saat ini Yesus harus berdoa terlebih dahulu bagi para murid, bukan bagi
semua orang yang tinggal di dunia. Saat ini para murid lebih penting dari
siapapun.
Kedua, pernyataan ini juga
harus dipahami dalam konteks Yesus sedang memberikan laporan kepada Bapa
tentang karya-karya-Nya yang telah selesai.[16]
Yesus telah menyatakan nama Bapa kepada semua orang (Yoh. 17:6) dan beberapa
dari mereka telah menerimanya. Maka, wajar bila Ia berdoa secara khusus bagi
mereka yang menerima pewartaan-Nya itu. Yesus tidak berdoa bagi dunia karena
dunia tidak menerima pewartaan-Nya. “Dunia”
di sini bukan berarti dunia dalam arti umum tetapi merujuk pada kelompok
orang yang menolak Yesus dan misi-Nya.[17]
Dalam perikop ini, dunia justru menjadi musuh utama para murid sehingga Ia
nanti akan berdoa supaya Bapa melindungi mereka dari dunia (ay. 11, 15).[18] Memang, pada awal karya-Nya, Yesus
mengatakan, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16).
Namun, dunia lebih menyukai kegelapan dari pada terang dan mereka membenci
terang itu (Yoh. 3:19-20).
Permohonan utama doa Yesus
adalah persatuan para murid-Nya (ay.
11).[19]
Hal ini selaras dengan hasil analisis struktur Yoh. 17:6-26 yang menunjukkan
bahwa kalimat “supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita” (ay. 11d) adalah
pusat Yoh. 17:6-19. Meskipun, tema persatuan lebih tampak pada ay. 21-23 dari
pada di sini.[20] Mengapa demikian akan
kami jelaskan dalam tafsir ay. 21-23. Yohanes menggunakan kata hēn untuk “satu”; Barrett menafsirkan
bahwa Yesus meminta Bapa untuk menjaga para murid sebagai sebuah persatuan dan
bukan sekedar sebagai kelompok atau kerumunan.[21]
Yesus berdoa “supaya mereka
menjadi satu sama seperti Kita.” Persatuan seperti apakah “sama seperti Kita”?
Apakah para murid mampu memiliki persatuan yang sempurna seperti persatuan
antara Yesus dan Bapa? Menurut St. Agustinus, isi doa Yesus sudah jelas. Yesus
mengatakan “supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita.” Yesus tidak
mengatakan supaya mereka menjadi satu dengan Kita, atau, supaya mereka menjadi
satu, sebagaimana Kita adalah satu; tetapi Ia mengatakan supaya mereka menjadi
satu sama seperti Kita.[22]
Artinya, Yesus berdoa supaya para murid bersatu sesuai dengan kodrat mereka,
seperti Yesus dan Bapa bersatu dalam kodrat mereka sebagai Allah.[23]
Sebagai manusia, para murid tentu tidak dapat mewujudkan persatuan yang persis
sama seperti persatuan Yesus dan Bapa. Akan tetapi, mereka mampu mengusahakan
untuk mendekati atau menyerupai persatuan Yesus dan Bapa. Seperti pendapat St.
Thomas Aquinas dan St. Hilarius, persatuan para murid mengambil bagian dalam
persatuan yang lebih tinggi, yaitu persatuan Yesus dan Bapa.[24]
Menurut St. Thomas, frasa “sama seperti” mengindikasikan suatu peniruan
tertentu.[25] Sebagaimana kodrat
manusia, yang dapat dilakukan para murid hanyalah meniru Yesus dan Bapa seperti
pesan Rasul Paulus, “Sebab itu jadilah peniru-peniru Allah (LAI: penurut-penurut; NAB, NAS,
NRS: imitators of God), seperti anak-anak yang kekasih.”
(Ef. 5:1). Dalam kotbah di bukit, Yesus mengatakan, “Karena itu haruslah kamu
sempurna, sama seperti Bapamu yang
di sorga adalah sempurna” (Mat. 5:48).
Yoh. 17:6-26 sendiri secara
tidak langsung memberi beberapa gambaran seperti apakah persatuan Yesus dan
Bapa. Pertama, persatuan Yesus dan
Bapa adalah persatuan dalam hal kepemilikan. Apa yang menjadi milik Bapa adalah
milik Yesus (ay. 10a, “dan segala milik-Ku adalah milik-Mu dan milik-Mu adalah
milik-Ku”). Persatuan jenis ini akan kita temukan dalam cara hidup jemaat
perdana (Kis. 2:41-47). Kedua, persatuan
Yesus dan Bapa adalah persatuan kasih. Bapa mengasihi
Yesus dan Yesus mengasihi Bapa sejak dunia belum dijadikan (ay. 23-24). Ketiga, persatuan Yesus dan Bapa adalah
persatuan rohani (ay. 11, “sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku
di dalam Engkau”) dan bukan persatuan organisasional.[26]
Persatuan rohani adalah persatuan pikiran dan cinta (Meyer's NT Commentary).[27]
“Tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau
kehendaki.” (Mat.26:39). Hal ini senada dengan nasihat Petrus dalam 1Ptr. 3:8,
“Hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara,
penyayang dan rendah hati” dan nasihat Paulus dalam Rm. 12:16a, “Hendaklah kamu
sehati sepikir dalam hidupmu bersama.”
Persatuan para murid adalah
sesuatu yang penting dan mendesak karena menyangkut hidup para murid dan tugas
yang mereka terima dari Yesus. Yesus meminta bantuan Bapa untuk menyatukan
mereka karena Yesus tahu dengan baik bahwa para murid-Nya masih memiliki banyak
kelemahan. Demi tercapainya persatuan itu, Yesus meminta dua hal ini kepada
Bapa, yaitu rahmat pemeliharaan untuk para murid (ay. 11-15) dan rahmat
pengudusan bagi mereka (ay. 16-19).[28]
Pertama: “Peliharalah mereka
dalam nama-Mu” (ay. 11-15)
Dalam ay. 11-15 sebenarnya
terdapat dua permohonan Yesus, yaitu ay. 11c (“peliharalah mereka dalam nama-Mu”)
dan ay. 15b (“supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat”). Namun,
dua permohonan ini memiliki kaitan yang sangat erat. Raymond E. Brown
menafsirkan bahwa “memelihara mereka” memiliki arti melindungi mereka dari
pencemaran dunia.[29]
Hal ini selaras dengan ay. 15b karena di situ Yesus berdoa supaya Bapa
melindungi mereka dari pada yang jahat. Dunia identik dengan “yang jahat” dan
orang-orang yang tidak percaya kepada Yesus dan yang membenci-Nya.[30]
Yesus berdoa kepada Bapa yang
kudus supaya Bapa memelihara para murid-Nya dalam nama-Nya (ay. 11c) sehingga
apa pun yang terjadi di kemudian hari, para murid tetap bersatu. Permohonan
utama Yesus pada bagian ini (ay. 11-15) adalah supaya Bapa memelihara para
murid-Nya. Pemeliharaan ini bertujuan “supaya mereka menjadi satu sama seperti
Kita” (ay. 11). Jadi, alasan Yesus meminta Bapa memelihara para murid-Nya
adalah supaya mereka bersatu.
Sapaan “Bapa yang kudus” ini
tidak biasa digunakan oleh penginjil Yohanes. Hanya pada ay. 11 ini sapaan ini
muncul. Sapaan ini sering digunakan dalam PL.[31]
Misalnya, 2Mak 14:36 (orang Israel menyapa Allah sebagai “Ya Tuhan, yang kudus,
sumber segala kekudusan”), 1Sam. 6:20 (“Siapakah yang tahan berdiri di hadapan
TUHAN, Allah yang kudus ini?”), Mzm. 22:3
(“Padahal Engkaulah Yang Kudus yang
bersemayam di atas puji-pujian orang Israel”), Mzm. 71:22 (“Akupun mau
menyanyikan syukur bagi-Mu dengan gambus atas kesetiaan-Mu, ya Allahku,
menyanyikan mazmur bagi-Mu dengan kecapi, ya Yang Kudus Israel”), Yes. 5:16 (“Allah yang maha kudus akan menyatakan kekudusan-Nya dalam
kebenaran-Nya”), dan seterusnya.
Mengapa pada ay. 12 ini Yesus
berdoa supaya Bapa memelihara dan menjaga mereka? Menurut kami, paling tidak
ada tiga hal yang menjadi alasan permohonan Yesus. Pertama, Yesus akan meninggalkan dunia. Apa kaitannya dengan isi
permohonan Yesus? Ketika Yesus masih berada di dunia, Ia sendiri yang telah
memelihara (tērein) dan menjaga (phylassein) mereka (bdk. ay. 12).
Sekarang, Yesus akan meninggalkan mereka sehingga Ia minta supaya Bapa menjaga
mereka. Yesus minta Bapa untuk menjaga kesatuan mereka supaya mereka tidak
tercerai-berai ketika pemimpin mereka meninggalkan mereka (Yoh. 16:32). Apa
yang dilakukan Yesus terhadap para murid-Nya sama seperti yang dilakukan
kebijaksanaan terhadap Abraham dalam Keb. 10:5 (“maka kebijaksanaanlah yang
mengenal orang yang benar dan menjagainya [phylassein]
tak bercela bagi Allah, dan memeliharanya [tērein].”).[32]
Di sini, Yoh. 17:12 dan Keb. 10:5 menggunakan kata yang sama (phylassein dan tērein). Sebagaimana hanya kebijaksanaan yang mampu melindungi bapa
dunia, misalnya Adam, Abraham, Musa, dan lainnya (Keb. 10:1), hanya Bapa yang
kudus, penuntun kebijaksanaan dan juga pemimpin para bijaklah yang dapat
memelihara dan menjaga para murid (Keb. 7:15).
Kedua, sebagaimana Bapa
mengutus Yesus ke dalam dunia, Yesus mengutus para murid-Nya ke dalam dunia.
Tujuan perutusan para murid ke dalam dunia sama dengan tujuan perutusan Yesus,
yaitu bukan untuk mengubah dunia tetapi menantang dunia.[33]
Dunia membenci dan menolak Yesus (Yoh.
3:20; bdk. Mat. 13:57). Maka, dunia juga akan membenci dan menolak para
murid-Nya (bdk. Mat. 6:22). Itulah sebabnya Yesus meminta supaya Bapa
melindungi mereka ketika mereka berhadapan dengan dunia. Yesus harus
meninggalkan dunia karena tugas-Nya telah selesai sedangkan para murid masih tinggal
di dunia karena mereka harus mewartakan firman Allah yang telah mereka terima
dari Yesus.[34]
Ketiga, Yesus berdoa supaya
para murid dijaga dari pencemaran dunia.[35]
Dunia tidak menerima Yesus (bdk. Yoh. 1:9-11) sehingga Ia berdoa supaya para
murid tidak terpengaruh oleh sikap dunia. Itulah sebabnya, Yesus mendoakan
mereka dalam nama Bapa karena nama Bapa adalah menara yang kuat, ke sanalah
orang benar berlari dan ia menjadi selamat (Ams. 18:10). Dengan bantuan Bapa
yang memelihara dan menjaga para murid, mereka akan tetap “satu sama seperti Kita” (ay. 11d).
Selama di dunia,
Yesus telah menjaga mereka supaya tidak
ada seorangpun binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa,
supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci (ay. 12). Kita tahu bahwa murid
yang ditentukan untuk binasa adalah Yudas Iskariot. Yudas binasa karena ia
meninggalkan Yesus dan persekutuan kelompoknya (Yoh. 13:30). Yudas lebih
mencintai uang dari pada Yesus (Yoh. 12:4-8). Dengan demikian, seperti pendapat
Robert L. Deffinbaugh, Yesus sama sekali tidak kehilangan satu pun dari
orang-orang kepunyaan-Nya.[36]
Yudas Iskariot bukan milik Yesus seperti yang dinubuatkan Kitab Mazmur (Mzm.
41:10).
Selain persatuan, Yesus
mengatakan semua ini supaya para murid mengalami sukacita (ay. 13) meski dunia
akan membenci mereka karena (ay. 14). Yesus tidak meminta supaya mereka
dibebaskan dari penderitaan di dunia dengan mengambil mereka dari dunia (ay.
15), melainkan supaya mereka mengalami kepenuhan sukacita saat berada di dunia.
Yesus tidak minta supaya Bapa mengambil mereka dari dunia tetapi supaya Bapa
melindungi mereka dari segala yang jahat (ay. 15) karena seluruh dunia adalah
kekuasan si jahat (1Yoh. 5:19). Hal ini bukan berarti mereka dibebaskan dari
berbagai macam bahaya, tetapi supaya mereka senantiasa bertahan dalam iman (St.
Yohanes Krisostomus).[37]
Kedua: “Kuduskanlah mereka dalam
kebenaran” (ay. 16-19)
Para murid adalah orang-orang
yang dipilih Bapa dari dunia sehingga mereka bukan lagi milik dunia tetapi
milik Bapa, sama seperti Yesus (ay. 16). Mereka telah menjadi warga Kerajaan
Allah.[38]
Penginjil mengulangi ay. 16 (bdk. ay. 14b) sebagai pengantar permohonan ay. 17.
Ay. 16 memiliki hubungan yang erat dengan kata “kuduskanlah” dalam ay. 17. Kata
“menguduskan” (Yunani: hagiazein) artinya dipisahkan dari hal-hal profan untuk didedikasikan kepada Allah.[39] Para
murid adalah orang-orang yang dipilih atau dikhususkan bagi Allah.
Dikuduskan “dalam kebenaran” dapat
memilki dua arti. Pertama, para murid
dikuduskan dalam Yesus karena Ia adalah kebenaran itu sendiri (bdk. Yoh. 5:33;
14:6). Dalam Kristologinya, Origenes menyebutkan kebenaran sebagai salah satu
gelar Yesus.[40]
Yesus disebut Sang Kebenaran karena ajaran-Nya adalah sumber pengetahuan sejati
yang membimbing para murid kepada pengenalan akan Allah Tritunggal.[41]
Jadi, “dikuduskan dalam kebenaran” hendak menekankan persatuan para murid-Nya
dengan Yesus karena terpisah dari Dia mereka akan binasa (Yoh. 15:4-8). Kedua, para murid dikuduskan dalam Sabda Allah. Dalam doa-doa Yahudi sering
diucapkan bahwa Allah menguduskan umat melalui perintah-perintah-Nya.[42]
Para murid telah menerima dan memelihara sabda dan sabda ini telah menyucikan
mereka; sekarang mereka siap untuk menjalankan misi.[43]
Para murid dikuduskan untuk mewartakan sabda yang dipercayakan kepada mereka.[44]
Yesus berdoa supaya Bapa menguduskan para murid dalam kebenaran supaya mereka
sungguh-sungguh percaya kepada-Nya dan kepada segala sesuatu yang
disampaikan-Nya kepada mereka.[45]
Dengan demikian, para murid dapat menjadi pewarta dan saksi kebenaran itu
sendiri (ay. 18). Menarik bahwa ayat tentang perutusan para murid (ay. 18)
diapit oleh permohonan pengudusan (ay. 17 dan 19). Hal ini mengindikasikan
betapa pentingnya tugas perutusan para murid. Mereka harus dikuduskan dalam
kebenaran sebelum masuk ke dalam dunia. Jadi, pengudusan itu bukan untuk
mengasingkan para murid dari dunia melainkan sebaliknya, yaitu mempersiapkan
mereka untuk masuk ke dalam dunia sebagai seorang utusan (bdk. Yer. 1:5; Sir.
45:4; 49:7; 2Mak. 1:25-26).
Pada ay. 19 Yesus mengatakan
bahwa Ia menguduskan diri-Nya bagi para murid supaya mereka pun dikuduskan
dalam kebenaran. Hal yang sama telah diucapkan Yesus pada ayat sebelumnya,
yaitu ay. 17. Hanya saja, pada ay. 19 ada tambahan “Aku menguduskan diri-Ku
bagi mereka”. Apa arti “Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka” di sini?
Bagi
penginjil Yohanes, tema pengudusan pada ay. 17 dan ay. 19 memiliki makna yang
mendalam. Kata yang digunakan adalah hagiazein.
Dalam Injil Yohanes, kata ini hanya muncul sebanyak empat kali; satu kali
dalam Yoh. 10:36, dan tiga kali dalam doa ini (Yoh. 17:6-26). Dalam Kitab Suci,
pengudusan memiliki dua arti, yaitu pengudusan dari dosa-dosa dalam kaitannya
dengan kesucian moral (bdk. Yes. 6:5-7) dan pengudusan sesuatu atau seseorang
sebagai persembahan dalam ibadat (bdk. Kej. 2:3; Kel. 13:2; 28:41; 29:33-34;
Im. 16:8).[46] Bila kata “menguduskan”
dikaitkan dengan Yesus, maka arti kedua sangat sesuai dengan Yesus yang hendak
mengorbankan diri-Nya bagi keselamatan manusia. Arti pertama jelas tidak dapat
dikaitkan dengan Yesus karena Ia sama sekali tidak mengenal dosa. Dalam PL,
Allah menguduskan (hagiazein) Musa
(Sir. 45:4) dan Yeremia (Yer. 1:5). Kedua tokoh ini bukan orang-orang berdosa.
Akan tetapi, menurut F. M. Braun, pengudusan kedua orang tersebut berbeda
dengan pengudusan Yesus.[47]
Allah menguduskan Musa dan Yeremia untuk menjadi nabi-Nya. Sedangkan, dalam
Yoh. 10:36, Yesus berbicara soal pengudusan-Nya dalam konteks hari raya
Pentahbisan Bait Allah (Yoh. 10:22). Hal ini bukan suatu kebetulan.[48]
Dalam Bil. 7:1, kata hagiazein digunakan
untuk pengudusan bait Allah.[49]
Jadi, menurut Braun, pengudusan Yesus dalam konteks hari raya Pentahbisan Bait
Allah hendak menggambarkan pribadi Yesus sebagai bait Allah yang baru, yang
lebih tinggi dari pada bait Allah dalam PL.[50]
Pendapat Braun ini selaras dengan beberapa ide dalam injil ini. Misalnya, Yesus
akan menjadi Bait Allah yang baru, tempat para malaikat turun naik (1:51),
Yesus akan menggantikan Bait Allah di Yerusalem dengan diri-Nya (2:18-19);
Yesus akan menjadi bait Allah seperti yang dinubuatkan Yehezkiel (Yeh.
47:1-11).[51] Pengudusan Bait Allah
adalah tugas seorang imam. Menurut Philo, Musa menguduskan Kemah Suci dalam
Bil. 1:7 karena Musa memiliki kuasa untuk menjalankan tugas-tugas imam.[52]
Jadi, ayat “Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka” menggambarkan Yesus sebagai
seorang imam yang menguduskan diri-Nya sendiri bagi para murid.
Menurut W. Thüsing, pengudusan
Yesus dalam Yoh. 17:19 dan 10:36 memiliki kaitan yang sangat erat. Kedua ayat
ini menggandengkan pengudusan dengan perutusan. Bapa menguduskan Yesus demi
suatu tugas, yaitu tugas perutusan ke dalam dunia (10:36) dan Yesus
melaksanakan tugas-Nya dengan menyerahkan hidup-Nya (17:19).[53]
Sekali lagi, pengudusan Yesus dalam 17:19 harus dipahami dalam arti Yesus
mengorbankan hidup-Nya.[54]
Pendapat Thüsing menguatkan pendapat Braun tentang perbedaan antara pengudusan
Yesus dengan pengudusan Musa dan Yeremia. Musa dan Yeremia memang dikuduskan
untuk menjadi utusan Allah. Akan tetapi, mereka tidak mengurbankan hidup mereka
seperti yang diperbuat Yesus.[55]
Gambaran yang sesuai dengan Yesus adalah nubuat Yesaya tentang Hamba Yahweh
(Yes. 53). Yesus adalah Hamba Yahweh yang diserahkan Bapa atau yang menyerahkan
diri-Nya sendiri, sebagai imam dan korban, untuk menebus dosa manusia.[56]
Dengan demikian, kalimat “Aku
menguduskan diri-Ku bagi mereka” pada ay. 19a menggambarkan Yesus yang
bertindak sebagai imam yang menguduskan dan mempersembahkan diri-Nya sebagai
korban demi pengudusan dan keselamatan para murid-Nya.[57] Menurut Gerald O’Collins dan Michael Keenan Jones, ay. 19 ini
menggambarkan tindakan Imam Agung pada saat hari raya Pendamaian.[58]
Tema imamat
Yesus dalam ay. 17 dan 19 ini, menurut Andre Féuillet, akan dipertegas kembali dalam kisah para prajurit yang
membagi-bagi pakaian Yesus (Yoh. 19:23-24). Para prajurit membagi-bagi pakaian
Yesus menjadi beberapa potong, namun mereka membiarkan jubah Yesus tetap utuh.
Menurut beberapa ahli, tindakan para prajurit yang mengundi jubah Yesus dan
tidak memotongnya memiliki arti simbolis.[59]
Jubah Yesus adalah simbol jubah Imam Agung, penyaliban-Nya adalah simbol
tindakan-Nya sebagai seorang imam dan kematian-Nya adalah korban yang Ia
persembahkan kepada Allah.[60]
Melalui uraian di atas,
pengudusan Yesus dan para murid pada ay. 19 bukan hanya berbicara tentang
persatuan tetapi juga tentang imamat Yesus. Bila pengudusan Yesus memiliki
dimensi yang sama dengan pengudusan para murid karena keduanya menggunakan kata
yang sama (hagiazein), maka
pengudusan para murid pada ay. 17 dan 19 dapat diartikan sebagai “pentahbisan”
mereka menjadi imam seperti Yesus.[61]
Tentu saja, imamat Yesus berbeda dengan imamat para murid. Imamat Yesus berasal
dari Bapa sehingga bersifat abadi, sedangkan imamat para murid merupakan buah
dari kurban Yesus di atas salib.[62]
Imamat para murid mengambil bagian dalam imamat Yesus seperti dikatakan dengan
sangat jelas dalam ay. 19 (“Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran”).
Sejak abad XVI, secara konsisten, Yoh. 17 diberi judul
“Doa Imam Yesus”[63]
Katekismu Gereja Katolik juga mengatakan bahwa Tradisi Gereja menyebut Yoh. 17
sebagai Doa Imam Agung.[64]
Meskipun, dalam perikop ini atau dalam seluruh Injil Yohanes dan bahkan dalam
injil sinoptik Yesus tidak pernah disebut sebagai imam.[65]
Menurut Gerald O’Collins dan Michael Keenan Jones, para penginjil tidak pernah
menyebut Yesus dengan sebutan imam karena mereka melihat para imam dan pemimpin
Yahudi sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kematias Yesus.[66]
Itulah sebabnya, orang-orang Kristiani juga tidak menyebut para pemimpin mereka
dengan sebutan “imam”, melainkan “rasul-rasul”, “pewarta”, “nabi”, “penilik” (episcopoi), “presbiter” atau penatua,
dan “diakon”.[67]
Menurut Andre Féuillet, alasan lain mengapa Yoh. 17
disebut sebagai Doa Imam Agung adalah karena doa ini memiliki latar belakang
Ekaristi.[68]
Pengadaan Ekaristi atau perjamuan malam terakhir seperti yang ada dalam injil
sinoptik (Mat. 26:26-29; Mrk. 14:22-25; Luk. 22:14-20) memang tidak ditemukan
dalam Injil Yohanes. Yohanes hanya menyebut “makan bersama” pada Yoh. 13:2.
Kemungkinan besar dalam “makan bersama’ itulah Yesus mengadakan perjamuan
Ekaristi.
Nuansa Ekaristis sangat terasa dalam Yoh. 17 dan
perikop-perikop sebelumnya. Sebelum
Yesus mengucapkan doa-Nya pada Yoh 17, Ia memberikan beberapa pangajaran yang
cukup panjang kepada para murid (Yoh. 13-16) yang berkaitan dengan arti
ekaristi. Salah satunya adalah perumpamaan tentang pokok anggur (Yoh. 15:1-8).
Tema perumpamaan ini adalah persatuan para murid dengan Yesus. Barang siapa
bersatu dengan Yesus akan berbuah banyak (Yoh. 15:5). Dalam Ekaristi, Yesus
mengambil anggur sebagai lambang darah-Nya dan membagikannya kepada para murid.
“Barangsiapa makan daging-Ku dan minum
darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang
hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang
memakan Aku, akan hidup oleh Aku.” (Yoh. 6:56-57). Hal ini senada dengan
Yoh. 17:23 di mana Yesus berdoa supaya para murid-Nya bersatu secara sempurna
dengan Yesus maupun di antara mereka sendiri. Ekaristi dan doa Yesus dalam Yoh.
17:6-26 menekankan tema yang sama, yaitu persatuan.[69]
Karakter imamat dalam Yoh. 17 akan menjadi semakin jelas
bila perikop ini disandingkan dengan Yes. 53.[70]
Konsep Anak Manusia dalam Yes. 53 yang menjadi hamba dan menyerahkan hidupnya
demi keselamatan manusia menjadi nyata dalam diri Yesus.[71]
Yesus adalah Hamba Yahweh yang menderita dan wafat ibarat anak domba korban
untuk menebus dosa-dosa manusia. Dalam perayaan Ekaristi, Yesus adalah imam dan
sekaligus korban persembahan, seperti Hamba Yahweh.[72]
Tujuan pengudusan Yesus dan para murid-Nya
adalah demi kebaikan dunia.[73]
Sebagaimana Yesus datang ke dunia membawa misi yang diberikan Bapa, yaitu
menyatakan nama Bapa kepada manusia dan mati demi dosa mereka (ay. 18), kini
Yesus mengutus para murid-Nya untuk mewartakan injil. Dengan demikian, sumber
perutusan Yesus dan para murid berasal dari Bapa.[74]
Tujuan Yesus mengutus para murid ke dalam dunia sama seperti tujuan Bapa
mengutus Yesus.[75] Tugas yang diemban para
murid adalah melanjutkan karya Bapa yang sebelumnya dilaksanakan oleh Yesus.[76]
Yesus meminta Bapa memelihara para murid supaya tugas yang mereka terima dapat
dilaksanakan dan diselesaikan dengan baik.
Yesus Berdoa bagi Persatuan
Para Murid Pertama
dan Kedua (Yoh. 17:20-26)
20 Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa,
tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan
mereka; 21 supaya mereka semua menjadi
satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar
mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah
mengutus Aku.
22 Dan Aku telah memberikan kepada
mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu,
sama seperti Kita adalah satu: 23 Aku di
dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar
dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi
mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku.
24 Ya Bapa, Aku mau supaya, di
manapun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang
telah Engkau berikan kepada-Ku, agar mereka memandang kemuliaan-Ku yang telah
Engkau berikan kepada-Ku, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia
dijadikan.
25 Ya Bapa yang
adil, memang dunia tidak mengenal Engkau, tetapi Aku mengenal Engkau, dan
mereka ini tahu, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku; 26 dan Aku telah memberitahukan nama-Mu
kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan
kepada-Ku ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka."
Kini, Yesus mengarahkan perhatian kepada para murid-Nya
di masa depan, yaitu orang-orang yang percaya kepada-Nya oleh pemberitaan para
murid Yesus (ay. 20-26). Yoh. 17:20-26 merupakan konsekuensi dari tugas
perutusan murid pada ay. 18. Yesus telah mengutus para murid untuk mewartakan
injil kepada orang banyak sehingga Ia juga harus mendoakan mereka yang kelak
menjadi percaya oleh pemberitaan para murid.
Dalam doa Yesus ini (Yoh. 17:6-19), kita mendengar kata
“sabda-Mu” diucapkan sebanyak tiga
kali (ay. 6, 14, 17). Namun pada bagian ini (ay. 20) kita mendengar “sabda mereka” (“their word”: KJV, NAB, NRS) yang dalam TB-LAI
diterjemahkan menjadi “pewartaan mereka.” Dalam terjemahan TB-LAI, kita tidak
dapat melihat bahwa sebenarnya sabda (logos)
yang diterima Yesus dari Bapa sama dengan sabda (logos) yang diberikan Yesus kepada para murid-Nya pada ay. 20.
Artinya, dengan penggunaan kata “sabda” yang sama, penginjil hendak mengatakan
bahwa para murid menerima sabda yang sama seperti yang diterima Yesus dari Bapa
supaya diteruskan kepada dunia. Sabda yang diwartakan para murid akan
membimbing banyak orang kepada Kristus.[77]
Keselamatan para murid Yesus di masa mendatang berada di tangan mereka.[78]
Sebagaimana Yoh. 17:9-19, tema utama Yoh. 17:20-26 adalah
tentang persatuan (eis). Dalam Yoh. 17:9-19, Yesus
berdoa bagi persatuan para murid pertama, sedangkan dalam Yoh. 17:20-26 Yesus
berdoa bagi persatuan semua murid. Namun selain tema persatuan, Yoh. 20-26 juga
menyinggung satu tema lain, yaitu kemuliaan ilahi.[79]
Tema pertama Yoh. 17:20-26 adalah persatuan bagi semua
murid Yesus (ay. 21-23). Persatuan seperti apakah yang dimaksud Yesus pada
bagian ini? Persatuan pada ay. 21-23 memiliki arti yang sama dengan persatuan
pada akhir ay. 11. Seperti kami singgung di atas, ay. 21-23 memiliki porsi yang
lebih besar tentang tema persatuan dari pada ay. 11. Mengapa demikian? Dalam
ay. 11, kata “satu” muncul hanya satu kali, sedangkan dalam ay. 21-23, kata ini
muncul sebanyak empat kali. Bahkan, menurut Raymond E. Brown dan Randall, kata
“satu” pada ay. 21-23 membentuk sebuah paralelisme gramatikal, yaitu sebagai
berikut:[80]
21a [hina] supaya
mereka
semua menjadi satu
21b [kathōs] sama
seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku
di dalam Engkau,
21c [hina] agar
mereka
juga (satu) di dalam Kita,[81]
21d [hina] supaya
dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah
mengutus Aku.
22b [hina] supaya
mereka
menjadi satu
22c-23 [kathōs] sama
seperti Kita adalah satu: Aku di dalam mereka
dan Engkau di dalam Aku
23b [hina] supaya
mereka
sempurna menjadi satu
23c [hina] agar
dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus
Aku
Bagian pertama (ay. 21a-21d) dan kedua (ay. 22b-23c)
terdiri atas tiga kata hina dengan
klausa kathōs yang memisahkan baris
pertama dan kedua.[82] Hina pertama dan kedua menyangkut
persatuan diantara para murid, sementara hina
ketiga menyangkut dampak persatuan bagi dunia.[83]
Pada ay. 21 Yesus berdoa, “supaya mereka semua menjadi
satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar
mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah
mengutus Aku.” Dalam ayat ini terkandung gambaran persatuan seperti apa yang
dikehendaki Yesus, yaitu:
a. Persatuan bagi semua murid Yesus, baik kelompok murid pertama maupun kelompok
murid kedua (ay. 21a, “supaya mereka semua menjadi satu”).
b. Kualitas persatuan itu mengalir dari persatuan antara Yesus dan Bapa-Nya
(ay. 21b, “sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau”).[84]
Persatuan surgawi adalah model dan sumber persatuan orang-orang yang percaya.[85]
c. Persatuan di antara semua murid dan Yesus sendiri (ay. 21c, “agar mereka
juga di dalam Kita”). Bagian ini merupakan puncak persatuan. Yesus tidak hanya
berdoa agar orang-orang itu menjadi satu di antara mereka, melainkan juga Ia
berdoa agar mereka “menjadi satu di dalam Kita”.[86]
Tujuan doa Yesus bagi persatuan para murid adalah “supaya
dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku” (ay. 21d). Ada
perbedaan pendapat di antara para ahli mengenai tujuan doa Yesus ini. J. C.
Earwaker menyetujui pendapat ini sedangkan Bultman tidak.[87]
Menurut Bultman, ay. 21d bukanlah tujuan doa Yesus. Ay. 21d tidak memiliki
kaitan dengan ay. 20a (... Aku berdoa). Bagi Bultman, ay. 21d adalah tujuan
yang hendak dicapai dari persatuan yang disebutkan pada hina kedua (ay. 21b).[88]
Sesuai dengan teologi Yohanes, penginjil tidak menampilkan Yesus yang secara
terus terang berdoa bagi dunia karena dunia identik dengan orang-orang yang
membenci dan menolak Yesus.[89]
Hal ini bukan berarti bahwa Yesus benar-benar membenci dunia. Ia tetap
mencintai dunia. Salah satu tujuan dari doa Yesus bagi persatuan para murid
adalah supaya dunia dapat melihat kesaksian mereka lalu menjadi percaya kepada
Yesus.[90]
Baru kemudian, setelah dunia percaya, Yesus secara tidak langsung mendoakan
mereka.[91]
Jadi, tujuan doa Yesus pertama-tama adalah persatuan para murid. Lalu, yang
kedua, persatuan para murid tersebut menjadi kesaksian bagi dunia supaya dunia
percaya kepada Yesus.
Pertanyaan kita, mengapa persatuan para murid mampu
menjadikan dunia percaya kepada Yesus? Persatuan para murid adalah cermin
persatuan Bapa dan Putera.[92]
Setiap orang yang melihat persatuan para murid akan mengetahui dan percaya
bahwa Yesus diutus oleh Bapa.[93]
Persatuan adalah sarana yang kuat dalam kesaksian dan persatuan para murid
merupakan kesaksian bagi dunia. “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa
kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yoh. 13:35).
Persatuan mereka dalam kasih bukan hanya menunjukkan bahwa Yesus diutus Bapa
tetapi juga sebagai tanda bahwa Bapa mengasihi mereka “sama seperti Engkau
mengasihi Aku” (ay. 23).[94]
Selama pelayanan Yesus, dunia tidak mengenal Dia (1:10), akan tetapi melalui
pelayanan para murid dunia mendapat kesempatan lagi untuk percaya kepada Yesus
yang diwartakan para murid, karena pewartaan para murid akan mendesak dunia
untuk menilai dirinya sendiri.[95]
Artinya, dunia ditantang untuk mengambil sikap untuk percaya atau tidak setelah
mendapat kesaksian dan pewartaan para murid Yesus.
Tema kedua Yoh. 20-26 adalah kemuliaan ilahi bagi semua
murid Yesus (ay. 24-26). “Ya Bapa, Aku mau supaya, di manapun Aku berada,
mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan
kepada-Ku, agar mereka memandang kemuliaan-Ku yang telah Engkau berikan
kepada-Ku, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan.” (ay. 24).
Siapakah “mereka” yang dimaksud di sini karena Yesus menambahkan keterangan
“yang telah Engkau berikan kepada-Ku”? Apakah mereka hanya para murid dalam ay.
6-7 saja? Tentu tidak. Ay. 24-26 merupakan kesimpulan umum dari seluruh doa
Yesus.[96]
Maka, “mereka” di sini adalah para murid Yesus yang pertama dan kedua (ay.
20-23). Kecuali bila permohonan ini ditempatkan sesudah ay. 6-7 maka para murid
yang dimaksud dapat berarti hanyalah kelompok murid pertama.
Tema persatuan dalam bagian ini memiliki hubungan yang
erat dengan tema kemuliaan ilahi pada bagian sebelumnya (ay. 21-23). Kemuliaan
ilahi dapat disebut sebagai buah dari persatuan. Yesus berdoa bagi persatuan
semua murid-Nya karena Ia menginginkan bahwa pada saatnya nanti mereka dapat
tinggal bersama Yesus dan memandang kemuliaan-Nya di surga (ay. 24). Apa arti frasa “memandang kemuliaan-Nya” di
sini? Memandang kemuliaan Yesus bukan hanya sekedar tindakan memandang atau
melihat saja, melainkan mencakup di dalamnya tindakan menikmati kemuliaan-Nya
(bdk. Ayb. 33:26; Yes. 17:7).[97]
Kata yang digunakan adalah theorein. Selain
“melihat” kata ini dapat berarti “menikmati kehadiran seseorang” (Inggris: to enjoy the presence of one). Hal ini
hanya dapat terjadi bila para murid berada bersama Yesus dalam kerajaan surga
(Yoh. 14:1-3) karena kemuliaan yang dimaksud di sini adalah kemuliaan penuh
pada akhir zaman.[98]
Kemuliaan di sini bukan kemuliaan (doxa)
seperti ketika mereka berada bersama Yesus di dunia (Yoh. 2:11, 11:4, 40) atau
kemuliaan karena Roh Kudus tinggal bersama umat beriman (Kis. 7:55; 2Kor. 3:6,
18; 1Ptr. 4:14).[99]
Kemuliaan yang akan dilihat para murid adalah kemuliaan yang sudah dimiliki
Yesus sebelum dunia dijadikan. Kemuliaan seperti itulah yang sekarang
dinantikan para murid dan ketika mereka melihat kemuliaan itu mereka akan
diubah menjadi segambar dengan Yesus (2Kor. 3:18).
Bagian ini merupakan puncak dari seluruh permohonan Yesus
dalam doa-Nya, yaitu anugerah sukacita abadi dalam kemuliaan bersama Yesus dan
Bapa-Nya bagi seluruh murid-Nya.[100]
Ay. 24 menyebutkan bahwa “Aku mau
supaya, di mana pun Aku berada,...” Kata “mau” (“desire”: NAS, NRS) merupakan kata kerja
yang mengekspresikan tindakan dari kehendak.[101]
Kata “mau” memiliki intensi/maksud yang lebih mendalam dari pada sekedar
keinginan pada umumnya. Yesus sungguh-sungguh mau para murid berada bersama-Nya
supaya mereka dapat memandang kemuliaan-Nya yang telah diberikan Bapa
kepada-Nya. Ay. 24b (“sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia
dijadikan”), seperti disinggung di atas, merupakan semacam keistimewaan yang
dimiliki Yesus untuk mendesak Bapa supaya mengabulkan kemauan Yesus. Atau
dengan kata lain, bila Bapa telah mengasihi Yesus dengan kasih yang besar (sejak dunia dijadikan), maka Bapa pasti
akan mendengarkan keinginan Yesus yang paling dalam.
Pada ayat berikutnya (ay. 25), Yesus menyapa Bapa sebagai
“yang adil”. Sapaan ini mungkin sekali ada hubungannya dengan permohonan Yesus
pada ay. 24 di atas. Bapa adalah Bapa yang adil bila Ia berkenan mengabulkan
keinginan Yesus supaya para murid dapat tinggal bersama Yesus dan memandang
kemuliaan-Nya karena mereka telah mewartakan sabda yang dari Bapa (bdk. ay.
20).[102]
Yesus sendiri telah mengenalkan nama Bapa yang adil itu kepada mereka supaya
mereka tinggal dalam kasih seperti kasih diberikan Bapa kepada Yesus (ay. 26).
Kesimpulan
Doa Yesus ini merupakan sebuah doa yang indah dan rapi.
Apabila dilihat dengan baik, kita akan menemukan adanya skema tiga tahap pada
isi permohonan dan jenis persatuan yang diharapkan Yesus dalam Yoh. 17:6-29.
Pertama, skema tiga tahap pada isi permohonan Yesus:
Tahap I :
Yesus berdoa untuk para murid yang pertama (ay. 9)
Tahap II :
Yesus berdoa untuk para murid yang kedua (ay. 20)
Tahap III :
Yesus Ia berdoa bagi seluruh murid-Nya (ay. 24)
Kedua, skema tiga tahap pada jenis persatuan yang
dikehendaki Yesus:
Tahap I :
Yesus berdoa supaya para murid pertama
bersatu (ay. 11)
Tahap II :
Yesus berdoa supaya para murid pertama dan kedua bersatu
(ay. 21)
Tahap III :
Yesus berdoa supaya kelak semua murid-Nya bersatu
bersama-Nya di
surga (ay. 24)
Dalam tradisi umat beriman, doa ini dikenal sebagai “Doa
Imam Agung” karena di sini, Yesus bertindak sebagai seorang imam yang
mempersembahkan korban dan permohonan bagi para murid-Nya (bdk. Ibr. 4:14-5:10)
serta menguduskan mereka. Ketika Yesus bertindak sebagai Imam Agung yang
menguduskan para murid dan mengutus mereka seperti Bapa mengutus Yesus, para
murid diberi kuasa untuk bertindak atas nama Yesus di dunia. Para murid
dianggkat menjadi imam-imam bagi Yesus sebab imamat mereka mengambil bagian
dari imamat Yesus.
Selain “Doa Imam Agung”, gagasan Yohanes tentang Yesus
sebagai “Gembala yang Baik” (Yoh. 10:1-22) terpenuhi dalam doa ini. Yesus
adalah gembala yang baik. Ia mengenal domba-dombanya dan sebaliknya domba juga
mengenal gembalanya (10:4, bdk. 14:6,8). Ia menjaga domba-dombanya (10:10-13,
bdk. 17:12). Ia mengorbankan diri demi keselamatan domba-dombanya (10:15, bdk.
17:19).[103]
Yesus juga akan menuntun domba-domba dari kandang lain. Mereka akan
mendengarkan suara-Nya dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala
(10:16, bdk. 17:20-21). Seperti persatuan antara sang gembala dan domba, puncak
doa Yesus adalah kerinduan-Nya supaya seluruh murid bersatu dengan-Nya dan
dengan Bapa dalam kemuliaan dan sukacita abadi di surga selama-lamanya.
Yesus telah menyelesaikan tugas perutusan yang diterima
dari Bapa. Orang-orang yang diberikan Bapa kepada-Nya telah menerima-Nya dan
menjadi percaya (ay. 8). Yesus juga telah memohonkan rahmat-rahmat yang
diperlukan bagi para murid ketika Ia meninggalkan dunia ini. Ia juga
mempercayakan sebuah misi kepada para murid supaya semakin banyak orang diselamatkan.
Yesus sangat mengasihi Bapa dan para murid-Nya sehingga Ia mau supaya semua
memiliki hidup kekal dan bersatu dalam kerajaan surga. Doa ini merupakan
gambaran karya penyelamatan dan kasih Yesus, Sang Gembala dan Imam.
Refleksi Teologis atas Yoh. 17:6-26
Yesus berdoa bagi persatuan para murid
Setelah kami menafsirkan Yoh. 17:6-26, kami memiliki
beberapa pertanyaan. Pesan teologis apa yang hendak disampaikan oleh penginjil?
Bagaimana cara penginjil menyampaikan pesan tersebut? Pesan teologis yang
hendak disampaikan penginjil adalah keinginan Yesus agar semua murid-Nya
bersatu. Cara penyampaiannya adalah dalam bentuk doa. Berulang-ulang Yesus
mengatakan dalam doa supaya mereka bersatu (ay. 11, 21, 22[2x], 23). Doa Yesus
dalam Yoh. 17:6-26 ini merupakan bagian dari nasehat/wejangan/salam perpisahan
Yesus dalam Injil Yohanes (Yoh. 13-17). Salah satu ciri sastra salam perpisahan
adalah adanya seorang yang agung yang mengumpulkan para pengikutnya pada malam
sebelum kematiannya untuk menyampaikan nasehat yang dapat membantu mereka
setelah kepergiannya.[104]
Jenis sastra ini biasa digunakan dalam Kitab Suci. Dalam PL, kita ingat akan
salam perpisahan Yakub kepada anak-anaknya (Kej. 47:29-49:33), Yosua kepada
Israel (Yos. 22-24), Daud (1Taw. 28-29), Tobit (Tob. 14:3-11). Dalam PB, ada
salam perpisahan Paulus kepada para penatua di Efesus (Kis. 22:17-38). Secara
lebih mendetail, sastra ini biasanya terdiri atas beberapa unsur, seperti:[105]
a. Pembicara memberitahukan kepergiannya yang akan terjadi dalam waktu dekat
(bdk. Yoh. 13:21, 31-33).
b. Pemberitahuan ini biasanya menimbulkan kesedihan sehingga kata-kata
peneguhan dari pembicara kadang diperlukan. Dalam Injil Yohanes, Yesus
menasehati para murid-Nya supaya jangan gelisah atau bersedih (14:1; 16:6-7,
22), dan jangan takut (14:27).
c. Dalam salam perpisahan PL, pembicara biasanya meneguhkan nasehatnya dengan
menunjukkan kembali apa yang telah dikerjakan Allah bagi Israel. Dalam tradisi
Yahudi, pembicara meneguhkan nasehatnya dengan apa yang telah dikerjakannya di
masa lampau. Dalam Injil Yohanes, Yesus mengingatkan para murid-Nya akan apa
yang pernah Ia katakan (13:33; 14:10; 15:20), apa yang pernah Ia kerjakan
(17:4-8), dan apa yang pernah Ia janjikan (14:12, 13-14,16).
d. Perintah untuk memelihara dan menaati hukum-hukum Tuhan. Dalam Injil
Yohanes, Yesus sering mengatakan, “Jikalau
kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku” (14:15, 21; 15:10,
14). Dalam Yoh. 14:23, Yesus mengatakan, “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan
menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang
kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia.”
e. Dalam beberapa salam perpisahan, pembicara sering memberi perintah kepada
anak-anaknya untuk saling mengasihi. Dalam Injil Yohanes, Yesus memberikan
perintah baru, yaitu supaya para murid-Nya saling mengasihi (13:34; 15:12).
f. Persatuan juga menjadi salah satu tema salam perpisahan yang disampaikan
pembicara. Dalam Injil Yohanes, hal ini muncul dalam Yoh. 17:11, 21-23.
g. Pembicara mengajak para pendengarnya untuk mengarahkan perhatian akan
peristiwa yang akan terjadi di masa depan dan apa yang dapat mereka lakukan
(bdk. Yoh. 16:13).
h. Pembicara mengutuk orang-orang yang menganiaya orang-orang benar dan
bersukacita atas penderitaan mereka. Dalam Injil Yohanes, para murid akan
dibenci dan dianiaya (15:18, 20; 16:2-3).
i.
Pembicara akan menghibur anak-anaknya dan menjanjikan
sukacita abadi di kehidupan selanjutnya (bdk. Yoh. 14:27; 16:22, 33).
j.
Pembicara akan
menyinggung perihal kelangsungan namanya. Dalam Injil Yohanes, Yesus berbicara
tentang nama Allah yang telah diberikan kepada-Nya (17:11-12) dan Ia telah
menyatakan nama Allah kepada para murid-Nya (17:6). Para murid juga akan
meminta segala sesuatu kepada Allah dalam nama Yesus (14:13, 14; 15:16; 16:24).
k. Dalam salam perpisahan Musa, ia menunjuk seorang penerus baginya, yaitu
Yosua (Ul. 31:23). Penerus Yesus adalah Penghibur, yaitu Roh Kudus (Yoh. 16:7).
l.
Terakhir, pembicara akan menutup salam perpisahannya
dengan doa bagi orang-orang yang akan ditinggalkannya (bdk. Yoh. 17:6-26).
Setelah Yesus menyadari bahwa saat kematian-Nya sudah
dekat, Ia menyampaikan salam perpisahan-Nya kepada para murid. Sebagaimana
dalam salam perpisahan yang diuraikan di atas, Yesus menutup salam
perpisahan-Nya dengan mendoakan para murid supaya bersatu (Yoh. 17:6-26).
Sekali lagi, tema doa Yesus ini adalah persatuan para murid. Doa Yesus ini
merupakan doa terpanjang Yesus dalam keempat injil. Apa artinya hal ini? Injil
bukanlah melulu buku atau laporan sejarah. Penginjil memiliki maksud tertentu
mengapa ia mencatat doa Yesus ini. Dalam Yoh. 17:6-26 ini, penginjil hendak
mengajar para pendengarnya tentang persatuan lewat doa. Hal ini mengingatkan kita akan tema persatuan
yang diwartakan penginjil di tempat lain. Dalam Yoh. 17:6-26, penginjil
mewartakan pentingnya persatuan diantara para murid. Di tempat lain, penginjil
mewartakan persatuan Yesus dan Bapa serta persatuan Yesus dan para murid.
Persatuan Yesus dan Bapa
Tema persatuan pertama yang diangkat penginjil adalah
persatuan Yesus dan Bapa. Injil Yohanes mengatakan dengan tegas bahwa Yesus dan
Bapa adalah satu (10:30, 38; bdk. 17:22). Persatuan tersebut tampak dalam
seluruh hidup Yesus. Semua pekerjaan yang dilakukan Yesus berasal dari Bapa
(5:19-20; 10:37-38; bdk. 10:25) dan atas kuasa yang Ia terima dari Bapa (17:1).
Semua yang diajarkan Yesus berasal dari Bapa (8:28) sehingga siapa pun yang
mendengarkan Yesus, mendengarkan Bapa (14:10). Siapa pun yang percaya kepada
Yesus sama dengan percaya kepada Bapa (12:44). Yesus sendiri sering mengatakan
bahwa Bapalah yang mengutus Dia (5:36-37; 6:38, 44; 14:24). Ia berasal dari
atas (3:13; 6:41, 62; 8:23; bdk. 1:51). Yesus dan Bapa memiliki persatuan yang
sempurna dalam kodrat mereka sebagai Allah karena Yesus adalah Anak Allah yang
tunggal (1;34, 49; 3:16; 5:25-27; 10:36; 11:27; 19:7). Yesus dan Bapa tidak
dapat dipisahkan. Yesus adalah Allah yang menjadi manusia seperti yang
dikatakan Rasul Paulus, dalam Yesus berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan
ke-Allah-an (Kol. 2:9).
Penginjil menampilkan persatuan Yesus dan Bapa dengan
tujuan menjadikan persatuan tersebut sebagai model persatuan orang-orang
Kristiani. Tentu saja hal ini merupakan suatu model yang tinggi dan berat untuk
dicapai. Akan tetapi, itulah yang diharapkan Yesus dan penginjil, yaitu
kesempurnaan hidup (bdk. Mat. 5:48).
Persatuan Yesus dan para murid
Doa Yesus bagi persatuan para murid-Nya dalam Yoh.
17:6-26 ini juga mengingatkan kita akan ajakan persatuan Yesus dalam
perumpamaan pokok anggur yang benar (Yoh. 15:1-8). Dalam Kitab Suci,
perumpamaan tentang pokok anggur memiliki makna dan keindahan yang luar biasa!
Misalnya, dua perikop yang sangat terkenal dalam nyanyian Mzm. 80:9-17 dan
nyanyian Yahweh tentang kebun anggur-Nya dalam Yes. 5:1-7. Allah telah memilih
pokok anggur yang bermutu untuk kebun-Nya (Yes. 5:2) yang Ia pindahkan dari
Mesir (Mzm. 80:9). Allah telah bekerja keras untuk menyediakan tempat bagi
pokok itu. Allah merawat dan melindungi pokok itu dengan setia dengan harapan
suatu saat pokok anggur itu menghasilkan buah yang manis. Namun, sayang sekali!
Allah kecewa luar biasa! Setelah pokok anggur itu berbuah, bukan buah manis
yang dihasilkan melainkan buah anggur masam. Maka, Allah dalam murka-Nya,
menelantarkan kebun anggur-Nya! Kebun anggur Allah adalah kaum Israel dan
orang-orang Yehuda ialah tanam-tanaman kegemaran-Nya (Mzm. 80:7).
Dalam Yoh. 15:1-8, Yesus adalah pokok anggur yang benar
karena pokok anggur yang lama, yaitu Israel, telah gagal untuk menghasilkan
buah yang seperti yang diharapkan (bdk. Yer. 2:21). Yesus adalah pokok anggur
yang benar dan Bapa adalah pengusahanya (15:1). Kita adalah ranting-rantingnya
(15:5). Kita akan berbuah berlimpah-limpah bila kita bersatu dengan pokok
anggur yang benar, yaitu Yesus Kristus (15:8). Lepas dari Yesus, kita akan
binasa karena ranting tidak dapat hidup dan berbuah dari dirinya sendiri.
Melalui perumpamaan ini, penginjil mengingatkan kita bahwa persatuan dengan
Yesus merupakan keharusan yang mutlak. Kita tidak dapat hidup bila kita tidak
bersatu dengan Sang Sumber Kehidupan itu sendiri.
Dalam perumpamaan ini juga terkadung tuntutan persatuan
yang tinggi atau sempurna. Yesus mengatakan bahwa bersatu dengan-Nya saja belum
cukup. Persatuan tersebut harus terjadi secara aktif dari kedua belah pihak;
kita di dalam Yesus dan Yesus di dalam kita. Dengan demikian, kita menjadi
ranting yang menghasilkan buah karena ranting yang tidak menghasilkan buah akan
dipotong-Nya. Yudas Iskariot adalah salah satu contoh nyata murid Yesus yang
“dipotong” dari pokok anggur karena tidak menghasilkan buah (bdk. Yoh. 17:12b).
Persatuan di antara para murid
Harapan Yesus supaya para murid-Nya bersatu terungkap
jelas dalam Yoh. 17:6-26. Di sini, Yesus berdoa bagi persatuan para murid yang
pertama (ay. 6-19) dan persatuan semua murid (20-26).
a. Yesus berdoa bagi persatuan para murid pertama
Doa ini merupakan doa Yesus yang penuh emosi. Beberapa
saat lagi, Yesus akan menghadapi penderitaan dan kematian-Nya. Sekali lagi,
konteks doa ini adalah Yesus sedang menyampaikan salam perpisahan-Nya. Sebelum
‘saat’-Nya tiba, yaitu kematian di salib,[106]
Yesus menutup salam perpisahan-Nya dengan berdoa bagi persatuan para murid yang
ada bersama-Nya (kata “bersama” dalam bahasa Yunani adalah meta). Doa Yesus bagi para murid-Nya merupakan salah satu bentuk perhatian dan
kasih-Nya kepada mereka.[107]
Hingga akhir hidup-Nya, Yesus tetap menunjukkan kasih-Nya “sampai pada
kesudahan-Nya” (3:16).[108]
Ketika Yesus berdoa bagi murid-Nya, Ia berdoa atas nama para murid kepada Bapa.
Yesus menjadikan diri-Nya sebagai perantara para murid kepada Bapa. Tentu
buahnya akan berbeda bila Yesus yang berdoa kepada Bapa daripada para murid
sendiri yang langsung berdoa kepada Bapa. Bapa akan mengindahkan doa Yesus
karena Ia adalah Putera Bapa. Selain itu, Yesus berdoa bagi mereka karena Ia
sangat mengerti apa yang dibutuhkan para murid-Nya saat itu yang kemungkinan
besar tidak mereka sadari, yaitu rahmat persatuan.
Selama hidup-Nya di dunia, Yesus telah menjaga mereka
dengan baik sehingga mereka tetap bersatu dan percaya kepada-Nya. Sekarang,
Yesus akan meninggalkan mereka dan pergi kepada Bapa. Untuk itulah, Yesus
berdoa bagi mereka supaya setelah kepergian-Nya mereka tetap bersatu dalam
kasih dan terus mengusahakan persatuan yang sempurna seperti persatuan Yesus
dan Bapa sendiri (bdk. ay. 23 “Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku
supaya mereka sempurna menjadi satu”).
Menarik bahwa dalam bahasa Yunani, kata “menjadikan sempurna” adalah teleioo yang berasal dari akar kata teleios atau telos yang berarti akhir (Inggris: end)
atau dibawa hingga akhir (Inggris: brought
to the end). Artinya, Yesus berharap bahwa para murid-Nya terus mengusahakan
persatuan yang sempurna supaya pada akhirnya mereka dapat bersatu dengan-Nya
dan Bapa di surga. Demi persatuan yang sempurna inilah, Yesus berdoa supaya
Bapa memelihara mereka selama mereka masih ada di dunia (ay. 11b-15) dan
menguduskan mereka dalam kebenaran (ay. 16-19).
Doa Yesus bagi para murid-Nya yang pertama ini adalah
ungkapan kepercayaan-Nya terhadap Bapa. Yesus mempercayakan para murid-Nya
dalam nama Bapa dan bukan pada kekuatan lain, seperti kekuasaan atau harta
benda (bdk. Mzm. 20:8, “Orang ini
memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda, tetapi kita bermegah dalam
nama TUHAN, Allah kita.”). Tugas Yesus telah selesai. Ia telah
memperkenalkan Bapa kepada mereka. Ia telah menjaga mereka hingga akhir
hidup-Nya. Kini, tanggung jawab atas para murid menjadi milik Bapa.
Doa Yesus supaya Bapa menjaga para murid-Nya ini memiliki
makna yang mendalam. Doa ini menggambarkan kehebatan dan keagungan Yesus.
Mengapa demikian? Dari Kitab Suci, kita tahu bahwa doa ini diucapkan Yesus
sebelum Ia ditangkap, disiksa, dan disalibkan. Dengan demikian siapakah yang
sebenarnya membutuhkan penjagaan Bapa? Para murid atau Yesus sendiri? Tentunya
Yesus. Namun, Yesus justru berdoa supaya Bapa menjaga para murid-Nya. Meski Ia
akan meninggal Yesus tetap mencurahkan perhatian-Nya kepada murid-murid-Nya.
Inilah sikap pemimpin sejati.
Yesus berdoa bukan hanya supaya para murid-Nya dilindungi
dari yang jahat, tetapi juga supaya mereka dikuduskan dalam kebenaran.[109]
Kekudusan akan menghindarkan mereka dari perbuatan-perbuatan jahat. Kekudusan
juga membuat mereka layak untuk mewartakan Sabda sebab Sabda Allah adalah
kebenaran itu sendiri (Yes. 45:23). Hal ini mengingatkan kita akan kisah Musa
yang menguduskan para imam untuk melayani Allah (Kel. 28:41). Dikuduskan dalam
kebenaran juga berarti dikuduskan dalam Yesus sendiri (Yoh. 14:6). Semua itu
akan menjadikan para murid semakin sempurna dalam kesucian dan pengenalan akan
Yesus sebab mereka akan menjadi saksi-Nya di tengah-tengah dunia. Hanya
orang-orang yang sungguh-sungguh percaya pada Yesus dapat bersaksi tentang Dia
dengan semangat.[110]
Jadi, tujuan pengudusan adalah demi pewartaan atau perutusan.[111]
St. Thomas Aquinas, dalam komentarnya atas Injil Yohanes, menyebutkan bahwa
mereka memerlukan pengudusan setelah Yesus mengatakan “sebagaimana Engkau
mengutus Aku ke dalam dunia, maka Aku mengutus mereka ke dalam dunia”.[112]
Yesus berdoa kepada Bapa agar memelihara dan menguduskan
mereka dalam kebenaran supaya mereka tetap bersatu seperti Yesus dan Bapa
adalah satu, serta terlaksananya misi yang mereka emban. Orang-orang Kristiani
akan dibenci oleh dunia, namun Yesus tidak mengharapkan supaya mereka
dihindarkan dari kebencian itu.[113]
Sebaliknya, Yesus justru ingin supaya mereka menghadapi semua itu dengan
bantuan Bapa. Persatuan di antara mereka akan menjadi kekuatan bagi mereka
untuk bersama-sama menghadapi dunia dengan segala tantangan dan bahaya yang
ada. Jemaat Kristiani awali sangat membutuhkan persatuan ini untuk saling
membantu dan memperhatikan, saling menguatkan dan mendukung pewartaan injil
Tuhan, serta saling berbagi derita dan sukacita. Tentang hal ini Rasul Paulus
mengatakan:
“Allah telah
menyusun tubuh kita begitu rupa, sehingga kepada anggota-anggota yang tidak
mulia diberikan penghormatan khusus, supaya jangan terjadi perpecahan dalam
tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan. Karena
itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu
anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita.” (1Kor. 12:24b-26; bdk. Ef.
4:1-7)
Dengan demikian, sekarang kita dapat mengerti dengan
sangat baik apa yang pernah disabdakan Guru kita dalam perumpamaan tentang
seekor domba yang hilang (Luk. 15:1-8). Pemilik domba itu meninggalkan sembilan
puluh sembilan dombanya untuk mencari satu ekor dombanya yang hilang. Setelah
ia menemukannya, ia akan mengadakan pesta sebagai ungkapan syukur. Kita mungkin
berpikir bahwa apa yang dilakukan pemilik domba itu terlalu berlebihan. Apa
artinya satu ekor domba bagi dia? Bukankah dia masih memiliki banyak domba?
Mengapa perlu pesta mewah hanya karena satu ekor domba yang ditemukan?
Perumpamaan ini tampak tidak wajar bagi akal budi kita. Namun, setelah kita
mendengar pengajaran Rasul Paulus bahwa kita semua adalah tubuh mistik Kristus,
kita mengerti dengan baik apa yang dimaksud Tuhan. Apabila satu saja anggota
tubuh hilang atau tersakiti, maka seluruh tubuh akan merasakan sakitnya. Satu
bagian tubuh yang dihormati, seluruh bagian akan merasakan sukacita.
Orang-orang Kristiani harus besatu supaya mereka mempunyai hidup, dan
mempunyainya dalam segala kelimpahan (Yoh. 10:10).
b. Yesus berdoa bagi Persatuan
Seluruh Murid
Yesus tidak hanya berdoa bagi diri-Nya dan para murid
yang ada bersama-Nya saat itu tetapi juga bagi para murid-Nya yang akan datang.
Siapakah mereka? Mereka adalah orang-orang yang kelak percaya kepada Yesus
berkat pewartaan para murid-Nya (Yoh. 17:20-26). Mereka adalah jemaat Gereja
awali (Kis. 2:44, 4:4) hingga orang-orang Kristiani zaman ini. Memang,
orang-orang Kristiani zaman ini menjadi percaya bukan berkat pewartaan para
rasul. Akan tetapi, mereka menerima pewartaan yang sama karena menerima
pewartaan dari murid-murid para rasul (St. Thomas Aquinas).[114]
Melalui Yoh. 17.20-26, penginjil hendak mengatakan bahwa
Yesus mendoakan semua orang yang percaya kepada-Nya sepanjang zaman. Artinya,
Yesus senantiasa berdoa bagi persatuan semua murid-Nya pada segala zaman.
Alangkah luar biasa Yesus! Ia mampu melihat ke masa depan bahwa banyak orang
akan menjadi murid-Nya melalui pewartaan para murid dan akan senantiasa ada
orang-orang yang beriman kepada-Nya hingga akhir dunia. Hal ini membuktikan
bahwa Bapa mengabulkan doa Yesus, Putera-Nya, seperti yang tertulis dalam Surat
kepada orang Ibrani, “Selama hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah
mempersembahkan doa dan permohonan ... dan Ia telah didengarkan” (Ibr. 5:7).
Yesus begitu yakin akan keberhasilan para murid sehingga
Ia berdoa pula bagi orang-orang yang berhasil mereka “jala” (bdk. Mat. 4:19).
Padahal, ancaman perpecahan dan penganiayaan terhadap para murid-murid-Nya oleh
orang-orang yang membenci Yesus ada di depan mata. Ketika Yesus ditangkap, para
murid mulai ada yang melarikan diri (Mrk. 14:50).
Seperti Yesus berdoa supaya para murid-Nya yang pertama
bersatu (ay. 11), begitu juga Ia mohon kepada Bapa supaya semua murid-Nya (kelompok murid pertama dan para murid di masa
mendatang) bersatu. Yesus berdoa supaya seluruh umat beriman bersatu seperti
persatuan antara Bapa dan Yesus (ay. 21) karena mereka semua memiliki iman yang
sama, yaitu percaya akan Yesus. Kelompok murid yang didoakan Yesus pada bagian
ini merupakan buah-buah perutusan para murid pertama. Orang-orang Kristiani
adalah orang-orang yang dipersatukan dengan Yesus melalui sabda dan usaha para
rasul.[115]
Yesus berdoa supaya semua murid-Nya bersatu secara sempurna seperti Yesus dan
Bapa sehingga persatuan tersebut menghasilkan buah.
Orang-orang Kristiani dipanggil untuk bersatu dengan
Yesus dan sesama secara sempurna. Sebuah tuntutan yang amat tinggi! Sebelum
perikop ini, Yesus mengatakan, “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa
kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yoh. 13:35).
Kasih inilah yang akan menjadi isi kesaksian umat beriman. Kasih orang-orang
yang percaya adalah kebenaran injili. Dimana orang-orang Kristiani saling
mengasihi, di situ mereka mewartakan Kristus. Selama orang-orang yang percaya
terus saling mengasihi, makin banyak orang diselamatkan sehingga jumlah mereka
akan terus bertambah.
Dengan bertekun dan
dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka
memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama
dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai
semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang
diselamatkan. (Kis. 2:46-47).
Alangkah indahnya persatuan seperti seruan pemazmur “Sungguh,
alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun!”
(Mzm. 133:1). Persatuan kasih membawa sukacita bagi kita dan membawa
keselamatan bagi orang lain yang melihatnya karena persatuan adalah bentuk
kesaksian (Yoh. 17:21). St. Agustinus mengatakan, hanya melalui kasih kita
disatukan dengan Allah.[116]
Itulah sebabnya Rasul Paulus mengundang kita untuk menjadi penurut-penurut
Allah seperti anak-anak yang kekasih dan hidup dalam kasih (Ef. 5:1).
Doa Yesus bagi persatuan semua murid ini terwujud dalam
persekutuan jemaat perdana di Yerusalem (Kis. 2:41-47). Mengapa demikain?
Jemaat perdana di sana hidup sesuai dengan harapan dan hidup Yesus. Mereka
senantiasa bersatu untuk memelihara dan mewartakan sabda yang dipercayakan
Yesus kepada mereka (ay. 42). Orang-orang lain yang menjadi percaya berkat
pewartaan pada murid Yesus bergabung menjadi satu kawanan (ay. 44a; bdk. Yoh.
10:16). Mereka juga bersatu dalam kepemilikan atas segala sesuatu (ay. 44b-45;
bdk. Yoh. 17:10 “segala milik-Ku adalah milik-Mu dan milik-Mu adalah milik-Ku”).
Lebih dalam daripada sekadar harta milik, mereka juga bersatu dalam hati, kasih
dan kehendak (ay. 46a). Seperti yang dijanjikan Yesus bahwa mereka yang setia
dalam persatuan akan menerima anugerah sukacita, jemaat perdana Yerusalem
mengalami gembiraan dan sukacita yang tulus (ay. 46b). Bagaikan ranting pohon
anggur yang akan menghasilkan buah bila tetap bersatu dengan pokoknya (Yoh.
15:5), jemaat perdana terus berbuah dalam jumlah karena mereka tekun memuji
Allah (ay. 47). Kis. 2:41-47 merupakan jawaban yang nyata atas pertanyaan kami
mengapa Yesus berdoa bagi persatuan para murid-Nya. Pertanyaan kami
selanjutnya, bagaimanakah cara hidup umat Kristiani saat ini?
Dalam doa Yesus ini (Yoh. 17:6-26), penginjil menegaskan
bahwa persatuan di antara murid Yesus merupakan sesuatu yang sangat penting dan
sumber persatuan itu adalah persatuan Yesus dan Bapa. Sebanyak tiga kali Yesus
mengatakan supaya para murid-Nya bersatu sama seperti Dia dan Bapa (ay. 11, 21,
22). Yesus mengharapkan supaya para murid-Nya saling mengasihi sama seperti
Bapa mengasihi Yesus dan mereka (ay. 23). Doa ini mengingatkan kita akan
gambaran Yesus sebagai gembala yang baik (Yoh. 10:1-21). Dalam doa ini, Yesus
secara aktif mendoakan para murid-Nya. Hal ini sama dengan apa yang dilakukan
Yesus sebagai gembala baik yang memanggil domba-dombanya dengan nama mereka
masing-masing (10:3). Dalam doa ini, Yesus berdoa pula untuk orang-orang di
luar kelompok murid-Nya yang nanti percaya kepada-Nya. dalam Yoh. 10:16, Yesus
mengatakan, “Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini;
domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan
mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala.” Para murid Yesus adalah
persekutuan orang-orang beriman yang mengenal suara Yesus dan mengikuti-Nya.
Jadi, mereka bukan hanya pewarta sabda tetapi juga pelaksana sabda yang
menyatukan mereka.
Yesus sebagai Imam Agung Berdoa bagi Persatuan Umat
Yoh. 17 dikenal sebagai Doa seorang Imam Agung. Dalam
perikop ini, Yesus memang digambarkan sebagai Imam Agung yang berdoa bagi
persatuan para murid-Nya. Hal ini menandakan bahwa sebagai imam, Yesus bukan
hanya seorang pengajar dan pembuat mukjizat yang hebat, tetapi juga seorang
pendoa yang tekun, baik bagi orang lain maupun bagi diri-Nya sendiri. Seperti
pendapat Raymond E. Brown, dalam perikop ini, Yesus lebih dikenal sebagai
seorang imam dalam gambaran Kitab Ibrani dan
Surat Roma (Rm. 8:34), yaitu Dia yang berdiri di hadapan tahta Allah
untuk menjadi pengantara manusia, daripada gambaran imam yang mempersembahkan
korban.[117]
Ia selalu setia menyediakan waktu untuk berdoa dan sering menghabiskan
malam-malam-Nya dengan berdoa (bdk. Luk. 6:12). Mengapa Ia berdoa? Bukankah Ia
adalah Allah? Bagi siapa Ia berdoa?
Beberapa Imam yang Berdoa bagi Umat dalam PL
Dalam PL, Allah senantiasa menganugerahkan orang-orang
yang menjadi pendoa bagi umat, seperti
Abraham (Kej
18:20-33), Musa (Kel 32:7-29), Samuel (1Sam. 12:19.23), Ezra (Ezr. 9), Salomo (2Taw. 6:21), Yefta (Hak
11:30-31), Elia (1Raj. 17:20-21), Elisa (2Raj. 6:17), dan lainnya. Mereka dapat
berasal dari kalangan orang biasa, imam, nabi, atau raja. Berikut ini adalah
beberapa tokoh atau kelompok orang yang berdoa bagi umat dari kalangan para
imam.
Hari Raya Pendamaian (Im. 16)
Paus Benediktus XVI, dalam audiensinya pada hari Rabu 25
Januari 2012, mengatakan bahwa kekayaan yang luar biasa dari Doa Yesus dapat
dimengerti dengan baik bila kita melihatnya dengan latar belakang perayaan Yom
Kippur.[118]
Hari Raya Pendamaian atau Yom Kippur merupakan salah satu perayaan keagamaan
yang penting dan suci bagi orang Yahudi. Perayaan ini dirayakan pada tanggal 10
Tisyri menurut kalender Yahudi. Perayaan ini dinamakan “pendamaian” karena umat
Israel menyatakan dosa-dosa dan penyesalan, serta memohon pengampunan Tuhan.
Umat Yahudi akan berpuasa selama kurang lebih selama 25 jam dan mempersembahkan
korban bakaran sebanyak 15 korban (12 korban bakaran, dan 3 korban pendamaian,
bdk. Im. 16: 5-29 dan Bil. 29:7-11) sebagai tanda pertobatan.
Apa peranan Imam Agung dalam perayaan ini? Imam Agung
memiliki tugas istimewa dalam perayaan ini, yaitu masuk ke dalam ruang
Mahakudus untuk mempersembahkan korban dan doa. Ruang Mahakudus hanya boleh
dimasuki oleh Imam Agung dan itu hanya terjadi satu tahun sekali, yaitu pada
perayaan ini. Ada banyak hal yang harus dipersiapkan oleh Imam Agung untuk
menyambut dan menunaikan perayaan ini, baik keperluan fisik maupun batin.
Misalnya, Secara fisik, Imam Agung harus harus melakukan tugas-tugas Bait Allah
selama seminggu sebelum perayaan seperti membakar dupa, menyalakan lampu,
mempersembahkan korban harian, dan sebagainya. Pada hari perayaaan, ia harus
membersihan diri dengan membasuh badannya sebanyak lima kali, sedangkan tangan
dan kaki sebanyak sepuluh kali. Secara batin, ia harus mempelajari Kitab Taurat
dengan sepenuh hati.
Pada saat hari perayaan ini tiba, ada banyak hal yang
harus dilakukan oleh Imam Agung. Misalnya, Imam Agung harus menyembelih
binatang korban untuk penebus dosanya sendiri dan keluarganya (ay. 6, 11),
membakar dupa (ay. 12-13), lalu masuk ke Ruang Mahakudus. Di dalam Ruang
Mahakudus, Imam Agung akan memercikkan darah binatang korban ke atas tutup
pendamaian sebanyak tujuh kali (ay. 14). Imam Agung juga harus menyembelih
binatang korban yang terpilih sebagai penebus dosa umat dan darahnya
dipercikkan ke atas tutup pendamaian (ay. 15) dan seterusnya. Perayaan ini
berakhir saat binatang korban yang disembelih dibakar habis dan binatang bagi
Azazel dilepas ke padang gurun.
Apa kaitan perayaan ini dengan kisah Yesus yang berdoa
bagi persatuan semua murid-Nya? Seperti Imam Agung dalam PL, begitu juga Yesus
adalah pemimpin utama bagi kelompok murid-Nya. Lewat pengurbanan di atas salib,
Yesus adalah Imam Agung yang mengadakan perayaan Pendamaian bagi umat. Seperti
Imam Agung dalam PL yang memercikkan darah korban ke atas tutup pendamaian,
Yesus juga mencurahkan darah-Nya sendiri di bukit Golgota demi pengampunan
dosa-dosa umat.[119]
Seperti Imam Agung dalam PL, Yesus juga mempersembahkan doa-doa bagi para
murid-Nya. Perbedaannya, Imam Agung dalam PL harus merayakan Hari Raya
Pendamaian setiap tahun, sedangkan Yesus cukup satu kali untuk selamanya (bdk.
Ibr. 7:27). Namun, baik bagi Imam Besar PL maupun Yesus, perayaan ini merupakan
perayaan pendamaian antara Allah dengan manusia dan perayaan persatuan kembali
seluruh umat.[120]
Umat yang terpisah dari Allah dan sesama akibat dosa disatukan kembali.
Perayaan tersebut adalah perayaan pengudusan kembali umat Allah. Menurut Wayne
A. Turner, kekudusan dalam Kitab Imamat berarti keutuhan atau kesatuan.[121]
Ratapan Yeremia (Rat. 5)
Menurut tradisi, Kitab Ratapan dianggap sebagai tulisan
Nabi Yeremia, yang ditulis ketika ia melihat kehancuran Yerusalem sekitar tahun
587 SM.[122]
Yeremia hidup pada zaman pemerintahan Raja Yosia (639-609 SM). Yeremia memang
lebih dikenal sebagai nabi, tetapi ia juga termasuk kalangan imam karena ia
berasal dari keluarga imam. Yeremia memperoleh panggilan sebagai seorang nabi
sejak muda (626 SM). Namun, kelak tugas
sebagai nabi membuat ia tidak diterima di kalangan para imam. Pasyur, Imam Agung,
mendera dan memasungnya di depan pintu gerbang (Yer. 20:1-6), serta
menelanjanginya (Yer. 26).
Sesuai dengan namanya, Kitab Ratapan merupakan kitab yang
diresapi dengan rasa kesepian, kesedihan, ketidaktahuan, dan kemarahan. Tidak
ada kata-kata Allah di dalam kitab ini meskipun semuanya tentang Allah dan
ditujukan kepada Allah. Semua ratapan itu diakibatkan oleh dosa-dosa umat
terhadap Allah (bdk. Yer. 5:27-28, 8:6). Menurut Hill and Walton, kitab ini
menggambarkan Allah yang marah, Allah yang berbalik menjadi musuh dan
menghancurkan umat-Nya Israel tanpa belas kasihan karena dosa-dosa mereka (2:2,
5).[123]
Dalam situasi seperti ini, Yeremia hanya dapat berdoa kepada Allah supaya Ia
berbelas kasih (5:1). Kitab ini mengajarkan bahwa Allah yang marah hanya dapat
dihadapi dengan doa penuh kerendahan hati.[124]
Melalui doa yang penuh kerendahan hati dan rasa sesal, Yeremia percaya bahwa
Allah pasti akan mengampuni (5:2-14).
Rat. 5 adalah bagian terakhir dari kitab ini. Isinya
adalah ratapan dan permohonan nabi. Beberapa naskah Yunani memberikan judul
“doa” pada bagian ini.[125]
Nada bab ini memang berisi sebuah doa.[126]
Pengarang membuka doanya dengan penuh kerendah-hatian. Ia minta supaya Allah
mengingat penderitaan yang telah menimpa umat-Nya dalam pembuangan (ay. 1-2).
Rat. 5:1-18 merupakan keluhan dan ratapan penderitaan umat yang disampaikan
oleh pengarang kepada Allah. Sedangkan, Rat. 5:19-22 berisi doa yang penuh
pengharapan. Di sini, Yeremia menyatakan
pengakuannya akan kekekalan tahkta Allah (ay. 19). Bila tahkta Allah adalah
kekal, mengapa Ia melupakan dan meninggalkan umat-Nya (ay. 20). Yeremia
menunjukkan kepada Allah bahwa umat telah menyesal dan ingin berbalik kembali
kepada Allah (ay. 21). Di sini, Yeremia, sebagai nabi dan imam, tampil berdiri
di hadapan tahkta Allah untuk mohon pengampunan bagi umat. Yeremia berdoa bagi
umat karena ia tahu bahwa sebenarnya keselamatan mereka begitu dekat.[127]
Dalam doanya ini, Yeremia yakin bahwa tidak mungkin Allah sungguh-sungguh
membuang umat (ay. 22) mengingat semua hal yang dahulu dikerjakan-Nya bagi
bangsa ini.
Rat. 5 merupakan doa Yeremia bagi umat Israel. Yeremia
berdoa layaknya seorang miskin dengan menunjukkan penderitaan-penderitaan umat
kepada Allah. Ketika orang miskin mengajukan beberapa permintaan kepada kita, kita
biasanya membantunya sesuai dengan permintaannya.[128]
Itulah yang dilakukan Yeremia sebagai seorang nabi dan imam sehingga ia yakin
Allah akan menjawab doanya.
Yudas Makabe berdoa bagi Tentara Israel yang
Meninggal (2Mak. 12:38-45)
Siapakah Yudas Makabe? Yudas Makabe (Ibrani: Yehudah HaMakabi) adalah anak lelaki
ketiga dari imam Yahudi Matatias bin Yohanes bin Simeon (1Mak. 2:1-5). Yudas
adalah yang pertama dari saudara-saudara Makabe untuk mulai mengangkat senjata
melawan kaum helenis dan Yahudi-Helenis.[129]
2Mak. 12:38-45 mengisahkan tentang Yudas yang berdoa bagi pasukan-pasukannya
yang tewas dalam peperangan. Yudas berdoa bagi mereka karena ketika ia
mengumpulkan jenazah-jenazah pasukan yang meninggal, ia dikejutkan akan
jimat-jimat dari berhala-berhala kota Yamnia yang ditemukan pada pada tiap-tiap
pasukan yang mati tersebut (ay. 40).
Hukum Taurat melarang orang memakai atau hanya sekadar
membawa barang hasil penjarahan saat perang. Menyimpan jimat adalah sebuah dosa
(ay. 42). Para tentara Israel tersebut meninggal dalam perang karena mereka
tidak percaya akan Allah dan lebih memercayai berhala. Itulah sebabnya, Yudas
mengumpulkan uang dari para tentara yang masih hidup, kurang lebih 2000 dirham
perak sebagai persembahan korban penghapus dosa mereka yang gugur.
Yesus
Sang Imam Agung dalam Surat Ibrani
Tema utama Surat kepada Orang Ibrani adalah kebesaran
(Ibr. 1-4) dan imamat agung Yesus Kristus (Ibr. 7-10). Yesus adalah Anak Allah
yang penuh cahaya kemuliaan dan kekuasaan (1:3). Ia melebihi malaikat-malaikat
(1:4-14), melebihi Musa (3:1-6), dan melebihi Imam Agung Yahudi (4:14-5:10).
Menurut Albert Vanhoye, SJ. judul yang tepat bagi surat ini adalah “Imamat
Kristus”.[130]
Berikut ini kami hendak menunjukkan imamat Yesus dan perannya dalam penyelamatan
umat Allah.
a.
Yesus adalah Imam Agung dalam Ibr. 7
Surat kepada Orang Ibrani dengan jelas menggambarkan
Yesus sebagai seorang Imam Agung. Bukan hanya itu, penulis surat ini juga
memberi gelar Yesus sebagai Imam Besar PB (Ibr. 8) yang memilki kelebihan dibandingkan
Imam Besar PL. Berikut ini adalah perbedaan antara imamat Yesus dengan imamat
Yahudi yang diuraikan penulis dalam suratnya kepada orang Ibrani:
Imamat Yahudi
|
Imamat Yesus
|
1. Menurut
keturunan Harun (ay. 11)
|
1. Menurut
imamat Melkisedek (ay. 1-10)
|
2. Tidak
mampu memberikan kesempurnaan (ay. 11)
|
2. Memberikan
keselamatan sempurna dan menjadi perantara yang tetap (ay. 25)
|
3. Mempersembahkan
kurban seturut hukum Taurat (ay. 12)
|
3. Berasal
dari suku yang tidak pernah melayani mazbah (ay. 13)
|
4. Imamat
diturunkan menurut peraturan-peraturan manusia (ay. 16)
|
4. Imamat
diberikan berdasarkan hidup yang tidak dapat binasa (ay. 6)
|
5. Imamat
bersifat sementara (ay. 23)
|
5. Imamat
bersifat abadi (ay. 17)
|
6. Hukum
terdahulu tidak berguna karena tidak membawa kesempurnaan (ay. 18-19)
|
6. Sebuah
pengharapan yang lebih baik karena mampu mendekatkan kita kepada Allah (ay.
19)
|
7. Imamat
mereka tanpa sumpah (ay. 20)
|
7. Imamat
diberikan dengan sumpah (ay. 21 dengan kutipan Mzm. 110:4)
|
8. Mewakili
perjanjian lama
|
8. Perantara
dari perjanjian yang lebih baik (ay. 2)
|
9. Jumlah
mereka banyak karena terikat pada kematian (ay. 23)
|
9. Imamat
Yesus tidak dapat beralih karena Ia kekal (ay. 24)
|
10. Dipilih
dari antara orang banyak (5:1)
|
10. Yesus
dipilih karena Ia saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari
orang-orang berdosa dan lebih tinggi dari pada tingkat-tingkat sorga (ay. 26)
|
11. Harus
mempersembahkan korban untuk mereka sendiri dan umat (ay. 27)
|
11. Tidak
perlu mempersembahkan korban bagi diri-Nya sendiri (ay. 27)
|
12. Mempersembahkan
korban setiap hari (ay. 27)
|
12. Mempersembahkan
diri-Nya satu kali untuk selama-lamanya (ay. 27, bdk. 9:24-8; 10:10,12,14)
|
13. Ditunjuk
dalam kelemahan (ay. 28)
|
13. Ditunjuk
dengan sumpah Allah, Anak-Nya sendiri yang telah menjadi sempurna sampai
selama-lamanya (ay. 28)
|
b.
Yesus adalah Imam Agung yang Mempersembahkan Korban Sempurna bagi Umat
Konsep utama penulis Surat kepada Orang Ibrani adalah
pemaparan tugas imam sebagai pemimpin yang berdiri di depan umat dan menjadi
perantara mereka untuk mendekati Allah.[131]
Bila para nabi menjadi perantara Allah kepada manusia dan wakil Allah di
hadapan manusia, imam sebaliknya. Imam adalah perantara manusia kepada Allah
dan wakil manusia di hadapan Allah.[132]
Apa sebenarnya perbedaan nabi dan imam dalam hal ini? Dalam arti tertentu, imam
bukanlah pemimpin dalam segala hal layaknya seorang nabi. Imam Agung ditunjuk
dari antara umat untuk keperluan bagi Allah dalam peribadatan-peribadatan
Yahudi (bdk. Ibr. 2:17). Misalnya, memimpin perayaan Hari Raya Pendamaian.
Dalam surat Ibrani ini, Yesus disebut sebagai pengantara
perjanjian baru antara manusia dan Allah sebanyak tiga kali (8:6; 9:15; 12:24).
Yesus sebagai pengantara memiliki arti bahwa Yesuslah yang membangun relasi
antara manusia dan Allah. Kata ‘pengantara’ juga memiliki konotasi bahwa Yesus
adalah jaminan yang meneguhkan relasi tersebut (7: 22).[133]
Jaminan itu terungkap dalam korban yang dipersembahkan-Nya.
Surat Ibrani menampilkan Yesus sebagai Imam Agung
Perjanjian Baru yang mempersembahkan korban bagi umat Allah. Origenes
menegaskan bahwa segala sesuatu di surga dan di bumi didamaikan dengan Allah
oleh pengorbanan Yesus (Kol. 1:20).[134]
Bila perjanjian lama di atas gunung Sinai menggunakan darah anak domba (Kel.
24:8), perjanjian baru menggunakan darah Anak Domba Allah, yakni darah Yesus
sendiri. Itulah sebabnya persembahan Yesus lebih unggul dari pada persembahan
di gunung Sinai. Persembahan Yesus bukan hanya menghapus dosa tetapi juga
mengangkat umat menjadi anak-anak Allah sehingga saat Yesus datang kembali ke
dunia, Ia tidak perlu mengadakan korban penghapusan dosa. Ia datang untuk
membawa orang-orang yang menantikan-Nya ke dalam kerajaan Allah (9:28).
Yesus sebagai Imam Agung Berdoa bagi Persatuan Umat
Salah satu teologi besar Injil Yohanes adalah ajaran
Yesus sebagai Mesias, Anak Allah (Yoh. 4:26). Setiap pembaca Injil Yohanes
dibimbing untuk sampai pada pengakuan bahwa Yesus adalah Anak Allah yang diutus
Bapa untuk menenebus dosa manusia (R. Schnackeburg dan B. Lindars).[135]
Dalam Injil Yohanes identitas Yesus sebagai Mesias sering Ia sampaikan secara
allegoris. Misalnya, Yesus menyebut diri-Nya sebagai “roti hidup” (Yoh. 6),
“terang dunia” (Yoh. 8:12), “pintu” (Yoh. 10:7), “gembala yang baik” (Yoh.
10:11), “jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh. 11:25), “pokok anggur” (Yoh. 15:1),
dan seterusnya. Yoh. 17:6-26 sarat dengan gambaran Yesus sebagai “gembala yang
baik” meskipun secara eksplisit kata ini tidak ditemukan dalam perikop
tersebut.
Yesus adalah gembala. Bukan hanya sekedar gembala seperti
pada umumnya, melainkan Ia adalah gembala sejati (true shepherd) dan gembala yang baik (good shepherd).[136]
Dalam doa ini, penginjil hendak menegaskan kembali kepada para pembacanya apa
yang telah ia tulis dalam Yoh. 10:1-21. Pertanyaan kita, mengapa Yesus menyebut
diri-Nya gembala yang baik? Gagasan gembala yang baik mengingatkan kita kembali
pada Kitab Mazmur bahwa Allah juga digambarkan sebagai seorang gembala yang
baik (Mzm. 23; Yes. 40:11; ). Yesus adalah gembala dan para murid adalah
domba-domba-Nya. Sebagaimana gembala yang baik membawa domba-domba pada rumput
yang hijau dan segar, Yesus juga memberi para murid makanan dan minuman abadi,
yakni Tubuh dan Darah-Nya (Mzm. 23:2, bdk. Yoh. 6:55 “Sebab daging-Ku adalah
benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.”). Sebagaimana
gembala yang baik akan menjaga domba-dombanya dari segala bahaya apapun yang
terjadi, Yesus mengorbankan diri-Nya demi keselamatan para murid-Nya.
Yesus adalah imam. Injil Yohanes tidak pernah menyebut
Yesus “imam”, akan tetapi gambaran imamat Yesus terkadung dalam seluruh injil.[137]
Perikop Yoh. 17:6-26 juga secara tidak langsung menggambarkan imamat Yesus
melalui ay.19 (“Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya merekapun
dikuduskan dalam kebenaran.”).[138]
Penulis Surat kepada Orang Ibrani juga mengambil ide pokok Yesus sebagai imam
agung dari perikop ini.
Yesus memang bukan lahir dari keluarga imam atau
keturunan Harun, tetapi Dia tetap imam. Bahkan, imamat Yesus lebih tinggi
hakekatnya dibandingkan imamat Harun dan keturunannya karena ditetapkan oleh
Allah sendiri dengan sumpah (bdk. Ibr. 7: 21). Selain itu, dalam kata “mesias”
terkandung imamat Yesus karena arti mesias sendiri adalah “yang terurapi”.
Dalam tradisi Yahudi, orang-orang yang diurapi hanyalah raja atau imam (agung).[139]
Dalam pelayanan-Nya, Yesus tampak seperti nabi daripada seorang imam, tetapi
dalam perjamuan malam terakhir, imamat Yesus menjadi definitif.[140]
Jadi, dalam perikop Yoh. 17:6-27, Yesus adalah seorang imam yang
mempersembahkan doa bagi para murid-Nya. Yesus adalah seorang imam yang
menghadap Allah untuk menyampaikan apa yang diperlukan para murid saat itu,
yaitu rahmat persatuan.
Relevansi Yoh. 17:6-26 bagi Para Imam di Indonesia
Pentingnya Persatuan Umat Katolik di Indonesia
Dalam Yoh. 17:20, Yesus berdoa bagi orang-orang yang kelak percaya
kepada-Nya berkat pemberitaan para murid. Umat Katolik di Indonesia adalah
bagian dari orang-orang tersebut. Berkat pewartan para misionaris yang menjadi
penerus para murid Yesus, banyak orang di negeri ini menjadi percaya kepada
Yesus. Menurut catatan sejarah (disertasi M. Muskens) Gereja Katolik masuk ke
Indonesia pada abad XIV Masehi.[141]
Akan tetapi, Jan Bakker, SJ menemukan petunjuk yang lebih meyakinkan bahwa
Gereja telah ada sejak abad VII Masehi di Sumatra Utara meskipun saat itu
Gereja tidak berkembang dengan baik dibandingkan pada abad XIV.[142]
Hingga tahun 2008, menurut data Kemenko Kesra, umat Katolik berjumlah
9.153.180.[143]
Jumlah ini menunjukkan bahwa Gereja telah berkembang dengan baik di negeri ini
meskipun masih termasuk golongan minoritas dibandingkan dengan agama lain.
Jumlah ini juga mengindikasikan bahwa umat beriman terus bertambah dalam jumlah
karena mereka hidup dalam persatuan kasih seperti halnya pada masa umat perdana
di Yerusalem. Tuhan terus menambah jumlah mereka karena mereka hidup dalam
persatuan kasih (Kis. 2:41-47). Namun, seiring bertambahnya jumlah umat,
bertambah pula tantangan bagi persatuan yang mereka miliki. Hal ini dialami
oleh Rasul Agung kita, yaitu Paulus. Menjelang akhir pelayanannya, ia justru
menerima kabar perpecahan umatnya di Galatia, Korintus, dan Efesus.[144]
Situasi umat beriman di Indonesia sangat beraneka ragam baik dalam hal suku,
bahasa, budaya, tingkat ekonomi, maupun tingkat pendidikannya. Umat Katolik
Indonesia tersebar di seluruh pelosok negeri yang luas ini. Umat Katolik di
Indonesia juga hidup bersama dengan umat dari gereja lain (Kristen Protestan,
Pantekosta, Metodist) dan agama lain (Islam, Hindu, Budha, Konghucu). Semua ini
menjadi tantangan tersendiri bagi umat beriman di Indonesia. Dengan demikian,
doa Yesus dalam Yoh. 17:6-26 ini masih sangat relevan. Itulah sebabnya, sejak
tahun 1909, Gereja semesta menetapkan tanggal 18-25 Februari sebagai Pekan Doa
Sedunia untuk Persatuan Umat Kristiani. Di Indonesia, doa yang biasanya
digunakan pada pekan ini adalah buku Puji Syukur no. 177.
Doa Yesus ini masih sangat relevan karena Yesus berdoa bukan hanya bagi
persatuan para murid yang ada bersama-Nya saat itu, tetapi juga bagi semua umat
Kristiani sepanjang masa (17:20), tak terkecuali umat-Nya di Indonesia. Yesus
juga ingin supaya umat Katolik di Indonesia bersatu seperti Yesus dan Bapa
adalah satu. Yesus ingin umat Katolik di Indonesia bersatu dalam kasih supaya
mereka dapat menjadi pewarta dan saksi-Nya (ay. 21). Persatuan kasih harus
menjadi cara umat Katolik dalam mewartakan sabda Allah di tengah-tengah umat
gereja atau agama lain. Umat Katolik tidak dapat merayu atau memaksa orang lain
untuk beriman kepada Yesus karena iman harus tumbuh dari hati yang rela.
Bahkan, paksaan atau rayuan justru akan menimbulkan konflik. Yesus juga ingin
umat Katolik di Indonesia bersatu supaya mereka tetap bertahan dalam menghadapi
tantangan dan kesulitan dalam hidup menggereja maupun bermasyarakat. Sebagai
kelompok kecil, umat Katolik sangat memerlukan persatuan. Dengan demikian, umat
Katolik yang kecil ini mampu memberi pengaruh baik kepada banyak orang karena
mereka memiliki persatuan sejati seperti dalam perumpamaan tentang ragi (Luk.
13:21).
Para Imam di Indonesia Berdoa bagi Persatuan Umatnya
Pesan apa yang dapat diambil oleh para imam dari perikop
Yoh. 17:6-26 ini? Pertanyaan ini menjadi perhatian dan renungan penulis karena
penulis adalah seorang calon imam. Tema utama perikop ini adalah persatuan bagi
seluruh umat Kristiani. Memang, persatuan merupakan usaha semua umat beriman.
Akan tetapi, doa Yesus dalam Yoh. 17:6-26 menunjukkan bahwa para imam memiliki
tanggung jawab yang lebih besar dalam mewujudkan persatuan umat daripada umat
awam. Sebagaimana doa ini disebut “Doa Imam Agung”, doa ini harus menjadi doa
para imam karena mereka telah mengambil peran
dan tugas Kristus di dunia.[145]
Oleh tahbisan imam, ia menjadi serupa dengan Imam Agung; ia mempunyai wewenang,
supaya bertindak dalam kekuatan dan sebagai pengganti pribadi Kristus sendiri (virtute ac persona ipsius Christi).[146] Menurut Paus Pius X, mereka adalah alter Christus.[147]
Melalui doa-Nya ini, Yesus hendak mengingatkan para imam
di Indonesia pentingnya berdoa bagi persatuan umat beriman. Seperti Yesus,
mereka bukan hanya pengajar umat, tetapi pendoa bagi umat yang mereka bimbing.[148]
Seperti Yesus, seorang imam bukan hanya sekedar pengajar umat tetapi juga
pendoa bagi umat. Situasi umat Katolik di Indonesia yang beraneka ragam dalam
segala bidang menuntut para imamnya untuk selalu berdoa supaya mereka tetap
bersatu.
Beato Columba
Marmion mengatakan bahwa peran Yesus sebagai imam paling tampak adalah pada
saat perjamuan terakhir dan di atas bukit Kalvari.[149]
Perayaan Ekaristi sebagai sarana yang paling agung dan tepat bagi para imam di
Indonesia untuk berdoa bagi persatuan umat. Beberapa tempat atau paroki di
Indonesia, jumlah umat begitu banyak sedangkan tenaga imamnya sedikit sehingga
para imam bertemu umat hanya saat perayaan Ekaristi. Melalui korban Ekaristi,
para imam melaksanakan tugas mereka untuk membangun Tubuh Kristus.[150] Dalam
ensiklik Ecclesia de Eucharistia, St.
Yohanes Paulus II menegaskan bahwa dalam Ekaristi persatuan umat menjadi nyata.[151]
Oleh sabda dan Tubuh Tuhan, umat disatukan dengan Tuhan sendiri dan dengan
seluruh umat.[152]
Oleh sebab itu, setiap hari imam dapat berdoa bagi persatuan umatnya. Alangkah
indah dan mulia! Alangkah kuat dan dalam persatuan umat Kristen bila semua
imamnya, setiap hari, berdoa bagi persatuan umat! Suatu kali, setan pernah
mengatakan kepada St. Yohanes Maria Vianney, “Ada tiga saja imam seperti
engkau, kerajaanku akan musnah!”[153]
Oleh karena doa Yesus bagi para murid-Nya, mereka tetap bersatu dan jumlah
mereka dijadikan-Nya berlipat-lipat. Kita percaya, oleh karena doa para rasul
dan penerusnya, Gereja tetap bersatu dan berkembang meski muncul banyak
tantangan dari kerajaan kegelapan. Berkat doa para imam dan gembala umat
lainnya sepanjang sejarah, Gereja ada hingga saat ini. Dan, Gereja akan terus
ada bila imam-imamnya terus berdoa. Ketika para imam berhenti berdoa bagi
umatnya, Gereja akan tercerai-berai dan hilang dari muka bumi. Yesus sendiri
dengan jelas mengatakan hal ini dalam doa-Nya, “Supaya mereka semua menjadi
satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar
mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah
mengutus Aku.” (Yoh. 17:21). Tanpa persatuan, kasih tidak dapat diwartakan
sehingga dunia tidak akan mengenal Dia.[154]
Tanpa persatuan, Yesus tidak dapat diwartakan.
PENUTUP
Doa Yesus dalam Yoh. 17:6-26 memiliki gema yang kuat
tentang persatuan. Berkali-kali Yesus berbicara soal persatuan antara Yesus,
Bapa-Nya dan para murid-Nya. Pesan persatuan menjadi sangat penting karena hal
ini menjadi perhatian Yesus di saat-saat terakhir hidup-Nya.[155]
Itulah sebabnya, melalui karya tulis ini, kami hendak melihat mengapa persatuan
itu penting, terutama bagi para murid Yesus Persatuan seperti apa yang dimaksud
oleh Yesus? Doa Yesus ini disebut juga “Doa Imam Agung”. Adakah pesan
teologisnya bagi para imam dewasa ini?
Yoh. 17 disebut sebagai “Doa Imam Agung” karena perikop
ini menunjukkan imamat Yesus. Yesus adalah Imam Agung karena imamat-Nya kekal
abadi seperti Imam Agung Melkisedek (bdk. Ibr. 7:3). Yesus adalah Imam Agung
perjanjian baru (Ibr. 8). Tugas Imam Agung ialah menjadi pengantara antara
Allah dan manusia, menguduskan umat dan mengajar mereka.[156]
Yoh. 17:6-26 telah menunjukkan tugas Yesus sebagai pengantara antara Allah dan
para murid-Nya dengan mendoakan mereka. Tugas imamat Yesus untuk menguduskan
umat tampak pada Yoh. 17:19. Sedangkan, tugas imamat Yesus sebagai pengajar
umat tampak dalam seluruh amanat perpisahan Yesus (Yoh. 13-16). Perikop amanat
perpisahan Yesus dan Yoh. 17 merupakan satu kesatuan karena perikop-perikop
tersebut membentuk sastra salam perpisahan-Nya untuk para murid. Menurut Gerald
O’Collins dan Michael Keenan Jones, apa yang sedang dilakukan Yesus pada Yoh.
17 memiliki kesamaan dengan apa yang dilakukan Imam Agung PL pada hari raya
Pendamaian.[157]
Sebagai imam dan korban persembahan, Yesus sedang menyiapkan diri-Nya untuk
mati demi semua sahabat-Nya.[158]
Tema utama Yoh. 17:6-26 adalah Yesus sebagai Imam Agung
yang berdoa bagi persatuan para murid-Nya. Dalam dokumen, seperti Baptism, Eucharist and Ministry (BEM)
yang diterbitkan pada tahun 1982 oleh The
Faith and Order Commission of the World Council of Churches dan The Final Report yang diterbitkan pada
tahun yang sama oleh The Anglican–Roman
Catholic International Commission (ARCIC), disebutkan bahwa salah satu
tugas tugas Yesus sebagai Imam Agung adalah menyatukan umat milik-Nya.[159]
Hal ini mengingatkan kita Yoh. 10:1-21 dimana Yesus menggambarkan diri-Nya
sebagai gembala yang baik. Sebagai gembala yang baik, Yesus menyatukan semua
orang yang percaya kepada-Nya menjadi satu kawanan (10:16) dan Ia tidak akan
membiarkan satu pun dari dombanya hilang (bdk. Luk. 15:1-7). Sebagai Imam
Agung, Yesus berdoa supaya para murid-Nya bersatu. Dengan demikian, gambaran
Yesus sebagai Imam Agung dalam Yoh. 17:6-26 memperkuat pernyataan diri Yesus
sebagai gembala yang baik pada Yoh. 10:1-21. Kedua gambaran ini memiliki peran
yang sama, yaitu menyatukan umat. Dalam Gereja, tugas ini diemban oleh para
imam karena mereka adalah alter Christus (St.
Pius X). Itulah sebabnya, Paus Paulus
VI, dalam dekritnya tentang pelayanan dan kehidupan para imam, mengatakan bahwa
tugas imam di tengah umat adalah menghantar semua umat kepada kesatuan cinta
kasih dan menyatukan pelbagai mentalitas umat sehingga tidak seorang pun merasa
terasing.[160]
Dalam dekrit ini, secara tidak langsung, beliau juga memberi nasihat kepada
para imam bahwa mereka mampu menyatukan umat yang mereka bimbing dengan Tuhan
Yesus dan sesama umat beriman lewat Ekasisti, adorasi, maupun doa-doa pribadi
lainnya.
Untuk menjalankan pelayanan mereka dengan setia,
hendaknya mereka memperhatikan wawancara
harian dengan Kristus Tuhan, dalam kunjungan serta ibadat pribadi terhadap
Ekaristi suci. Hendaknya mereka dengan senang hati meluangkan waktu bagi retret
rohani, yang sungguh menghargai bimbingan rohani. Dengan pelbagai cara,
khususnya melalui doa batin yang teruji serta berbagai bentuk doa lainnya, yang
secara bebas dapat mereka pilih sendiri, para imam mencari dan
bersungguh-sungguh memohon kepada Allah semangat sembah-sujud yang sejati,
upaya mereka untuk bersama dengan jemaat yang mereka bimbing bersatu mesra dengan Kristus Pengantara
Perjanjian Baru, dan dengan demikian sebagai putera-puteri angkat dapat
berseru: “Abba, Pater” (Rom. 8:15). [161]
Yoh. 17:6-26 mengandung pesan yang mendalam bagi para
imam. Mereka diingatkan kembali bahwa
mereka memiliki tugas untuk berdoa bagi persatuan umat seperti yang
diteladankan Yesus. Perikop ini mengajar para imam pentingnya berdoa bagi
persatuan umat.[162]
Melalui doa, imam menjalankan fungsinya sebagai perantara umat kepada Raja
Surgawi seperti Yesus Kristus, Sang Imam Agung.[163]
Para imam harus selalu berdoa agar umat beriman memiliki persatuan yang sejati
seperti yang dikehendaki Yesus. Seperti apakah persatuan yang sejati tersebut?
Apakah para murid sanggup mewujudkan persatuan yang demikian?
Dalam doa Yesus ini, kita diberi sedikit gambaran tentang
bentuk persatuan antara Yesus dan Bapa, yaitu persatuan dalam kasih. Bapa
mengasihi Yesus dan Yesus mengasihi Bapa sejak dunia belum dijadikan (Yoh.
17:23-24). Segala milik Yesus adalah milik Bapa (Yoh. 17:10). Sesudah Yesus
naik ke surga, jemaat Kristiani perdana di Yerusalem juga telah membuktikan
bahwa mereka dapat mewujudkan persatuan tersebut. Misalnya, mereka selalu
berkumpul untuk merayakan Ekaristi dan berdoa bersama, mereka memiliki komitmen
bahwa segala sesuatu adalah milik bersama dan lain sebagainya (bdk. Kis.
2:41-47). Rasul Paulus juga menasihati jemaatnya supaya bersatu (bdk. Rm.
12:4-5, 15:5-7; 1Kor. 10:17, 12:20; Gal. 3:28; Flp. 2:2-4; Kol. 3:15).
Misalnya, dari dalam penjara, Rasul Paulus menasihati umatnya di Efesus agar
mereka berusaha memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu
tubuh, dan satu Roh, sebagaimana mereka telah dipanggil kepada satu pengharapan
yang terkandung dalam panggilan mereka, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan,
satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di
dalam semua (Ef. 4:3-6).
Persatuan sejati adalah aspek penting Kristianitas
Perjanjian Baru.[164]
Ada tiga alasan mengapa persatuan ini penting bagi umat Kristiani. Pertama, persatuan sebagai bentuk
kesaksian akan Bapa dan Yesus (ay. 21, “supaya mereka semua menjadi satu, sama
seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga
di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.”).
Persatuan umat Kristiani dalam kasih akan menjadi kesaksian kepada dunia bahwa
mereka adalah murid-murid Yesus di mana pun mereka berada (Yoh. 13:35). Orang
Kristen adalah orang-orang yang membawa kesaksian tentang suatu dunia yang baru
untuk membangun masa depan di atas dasar kebenaran yang berpegang pada hukum
Cintakasih dan Kesatuan.[165] Kedua, umat Kristiani harus bersatu
supaya mereka dapat mewartakan sabda Allah yang dipercayakan kepada mereka.
Hanya dalam persatuan, sabda Allah terjaga dan diwartakan. Kelak, sabda Allah
pula yang akan menyatukan semua orang yang menjadi percaya akan pewartaan
mereka menjadi satu kawanan dengan satu gembala, yakni Yesus Kristus (bdk. Yoh.
10:16). Ketiga, persatuan akan
menjadi kekuatan bagi umat Kristiani disaat mereka mengalami masa-masa sulit dalam
pewartaan mereka.
[1] Dalam kunjungannya ke
kota Caserta, bagian Selatan Italia, pada bulan Juli lalu, Paus Fransiskus
mengatakan kepada para uskup dan imam bahwa gosip adalah musuh terbesar
kesatuan umat. Lih. http://www.zenit.org/en/articles/pope-to-caserta-s-priests-creativity-and-unity-is-needed. Diakses
pada 2 Agustus 2014, pk. 20.10 WIB.
[2] Kelompok kekerabatan yg
eksogam dan unilinear, baik secara matrilineal (garis keturunan ibu) maupun
patrilineal (garis keturunan ayah).
[3] Bdk. Pastores Dabo Vobis, art. 29.
[4] Bdk. St. Eko Riyadi, Pr, Yohanes:Firman Menjadi Manusia (Yogyakarta:
Kanisius, 2011), hlm. 365. Namun, menurut Ben Witherington, doa ini bukan doa “imam
agung” melainkan doa dedikasi dan pengudusan Yesus dan para pengikut-Nya, dalam
Ben Witherington, III, John’s Wisdom (Cambrige:
The Lutterworth Press, 1995), hlm. 268. Lamar Williamson, Jr., menyebutnya
sebagai “doa agung Yesus” dalam Lamar Williamson, Jr., Preaching the Gospel of John (Louisville, London: Westminster John
Knox Press, 2004), hlm. 219.
[5] Untuk
selanjutnya, kami akan menggunakan istilah kelompok murid pertama bagi para
murid Yesus dalam ay. 6-9 dan kelompok murid kedua bagi orang-orang yang
menerima pemberitaan para murid pertama (ay. 20).
[7] Yesus hanya
berdoa bagi kesebelas murid-Nya karena Yudas Iskariot saat itu sudah
meninggalkan kelompok ini (Yoh. 13:30).
[11] Bdk. Berthold Anton Pareira, Homili Tahun B: Masa Khusus dan Masa Biasa (Malang: Dioma, 2006), hlm.
109.
[16] Bdk. Herman
Ridderbos, The Gospel According to John:
A Theological Commentary (Grand Rapids, Michigan: Wm.B. Eerdmans Pub.Co.,
1997), hlm. 552.
[22] Lih. St.
Augustine, Homilies on the Gospel of
John: Tractate CVII. Chapter XVII. 9–13, dalam Christian Classic Ethereal
Library, http://www.ccel.org/ccel/schaff/npnf107.iii.cviii.html. Diakses
pada 07 Februari 2015, pk. 08.35 WIB.
[24] Bdk. St.
Thomas Aquinas, Commentary on John 17 dalam
Dominikan House of Study Priory of the Immaculate Conception, http://dhspriory.org/thomas/John17.htm. Diakses
pada 07 Februari 2015, pk. 16.15 WIB.
[26] Lih. Phil
Johnson, The Wrong Kind of Unity: John
17:11 dalam https://www.gty.org/Resources/Print/Articles/A315. Diakses
pada 05 Februari 2015, pk. 21.17 WIB.
[27] Lih. http://biblehub.com/commentaries/meyer/john/17.htm. Diakses
pada 05 Februari 2015, pk. 21.30 WIB.
[30] Bdk. Pheme
Perkins, Gospel according to John
dalam Raymond E. Brown , dkk. (eds.), The New Jerome Biblical Commentary
(London, England: 1991), hlm. 978.
[34] Bdk. Leon
Morris, The Gospel According to John: The
New International Commentary on the New Testament (Grand Rapids, Michigan:
Wm.B. Eerdmans Pub.Co., 1989), hlm. 726 dan Lamar Williamson Jr., Op. Cit.
[36] Robert L.
Deffinbaugh, The High Priestly Prayer of
Jesus, hlm. 10 dalam https://bible.org/seriespage/35-high-priestly-prayer-jesus-john-17. Diakses pada
05 Mei 2014.
[37] St. John
Chrysostom, Commentary on Saint John the
Apostle and Evangelist: Homilies 48-88, (terj. Sister Thomas Aquinas
Goggin, SCH.) (New York, NY: Fathers of the Church Inc., 1960), hlm. 388.
[39] Bdk. André
Feuillet, The Priesthood of Christ and
His Ministers, (terj. Matthew J. O’Connell) (Garden City, NY: 1975), hlm.
37.
[40] Bdk. Maurice
F. Wiles, The Spiritual Gospel: The
Interpretation of the Fourth Gospel in the Early Church (Cambridge, NY:
Cambridge University Press, 2006), hlm. 68.
[42] Raymond E.
Brown, Op. Cit., hlm. 765. Misalnya
bunyi Doa Tahun Baru Yahudi yang dikutip Westcott, “Sucikanlah hati kami untuk
melayani-Mu dalam kebenaran. Engkau, Ya Allah adalah kebenaran, dan sabda-Mu
adalah kebenaran dan bertahan selama-lamanya.”
[58] Gerald
O’Collins, SJ dan Michael Keenan Jones, Jesus
Our Priest – A Christian Approach to the Priesthood of Christ (New York:
Oxford University Press Inc., 2010), hlm. 26.
[69] Bdk.
Pidyarto Gunawan, Kisah Sengsara Yesus
Menurut Injil Matius (Malang: Dioma, 2014), hlm. 67.
[72] Bdk. Ibid., hlm. 35.
[77] Leon Morris,
The Gospel According to John: The New
International Commentary on the New Testament, Op. Cit., hlm. 733.
[79] Bdk. Leon
Morris, The Gospel According to John: The
New International Commentary on the New Testament, Op. Cit.
[81] Menurut
Raymond E. Brown, kata “satu” pada ayat ini secara tidak sengaja hilang.
Origenes (juga Hieronimus) dalam sepuluh kesempatan membaca teks ini secara
singkat: “Sebagaimana Aku dan Engkau
adalah satu, supaya mereka menjadi satu
dalam Kita.” Boismard, RB 57 (1950), 396-97, menyebut hal ini sebagai
contoh dimana para Bapa Gereja mempertahankan naskah yang lebih tua dan pendek
yang kemungkinan adalah naskah yang asli. Lih. Ibid., hlm, 770. Lih. juga St. Sirilus dari Aleksandria, Commentary on the Gospel of John: Book 11,
Chapter XI, T. Randell (terj.) dalam http://www.tertullian.org/fathers/cyril_on_john_11_book11.htm#C6. Diakses
pada 08 Februari 2015, pk. 09.45 WIB.
[96] Menurut
Raymond E. Brown, sapaan “Bapa” pada ay. 24 menandakan bahwa doa Yesus sampai
pada kesimpulannya. Sapaan yang sama muncul dalam ay. 1 sebagai pembuka dan
sapaan pada ay. 24 adalah penutupnya. Bdk. Raymond E. Brown, Op. Cit., hlm. 772 dan Barnabas Lindars, The
Gospel of John: The New Century Bible Commentary (Grand Rapids, Michigan: Wm.B.
Eerdmans Pub.Co., 1987), hlm. 532.
[98] Bdk. Jey J.
Kanagaraj, The Gospel According to John (Singapura: Asia Theological Association, 2002), hlm. 363.
[101] Bdk. Leon
Morris, The Gospel According to John: The
New International Commentary on the New Testament, Op. Cit., hlm. 736.
[103] Dalam 17:19,
“menguduskan diri-Ku bagi mereka”
(terjemahan lain [KJV, NAS, NJB, NRS]: “demi kebaikan mereka Aku menguduskan
diri-Ku”) memiliki arti bahwa cara Yesus menguduskan diri salah satunya melalui
jalan salib, meskipun Ia sendiri sejak semula adalah kudus. Lih. Barnabas
Lindars, Op. Cit., hlm. 528-529, bdk.
juga Leon Morris, The Gospel According to
John: The New International Commentary on the New Testament, Op. Cit., hlm. 731-732 dan Jey J.
Kanagaraj, Op. Cit., hlm. 360.
[106] Berthold
Anton Pareira, Kita telah melihat
Kemuliaan-Nya (Yoh 1:14) dalam Dr. Benny Phang, O.Carm. dan F.X. Didik
Bagiyowinadi, Pr., Lic. SS., (eds.), Di
Bawah Kepak Sayap-Mu: Berteologi dengan Setia dan Kreatif (Festschrift)
(Malang: Widya Sasana Publications, 2013), hlm. 284.
[112] St. Thomas Aquinas, Commentary on the Gospel of St. John-Part II: Chapters 8-21,
Fabian R. Larcher, O.P. (terj.), http://dhspriory.org/thomas/John17.htm#_ftnref16. Diakses
pada 02 Desember 2014, pk. 21.00 WIB.
[118] http://www.vatican.va/holy_father/benedict_xvi/audiences/2012/documents/hf_ben-xvi_aud_20120125_en.html. Diakses
pada pada 12 November 2014, pk. 20.00 WIB.
[119] Bdk. Dianne
Bergant, CSA. dan Robert J. Karris, OFM. (eds.), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm.
133.
[123] Bdk. Andrew
E. Hill dan John H. Walton, A Survey of the Old Testament (Grand Rapids, MI:
Zondervan Publishing House, 1991), hlm. 335.
[127] G. Barlow, A Homiletic Commentary on The Book of
Lamentations (New York: Funk & Wagnalls Company, 1892), hlm. 137.
[130] Albert Vanhoye, SJ., Kristus Imam Kita Menurut Surat kepada Orang
Ibrani (Yogyakarta, Kanisius, 1987), hlm. 9.
[131] Geerhardus Vos, The Priesthood of Christ in the Epistle to
the Hebrews dalam The Princeton
Theological Review Digital
Journal Vol. 5, no. 4 (1907), hlm. 427,
dalam http://www.biblicaltheology.org/pch.pdf. Diakses
pada 01 November 2014, pk. 22.10 WIB.
[133] David A.
Ackerman, Ph. D., The High Priesthood of
Jesus and the Sanctification of Believers: New Covenant Possibility in Hebrews
7-10, hlm. 11 dalam http://wesley.nnu.edu/fileadmin/imported_site/wts/44_annual_meeting/papers/David_Ackerman-The_High_Priesthood_of_Jesus_and_the_Sanctification_of_Believers.pdf. Diakses pada 01 November 2014, pk. 22.35 WIB.
[141] Dr. Huub
J.W.M. Boelaars, OFM Cap., Indonesianisasi:
Dari Gereja Katolik di Indonesia Menjadi Gereja Katolik Indonesia (Yogyakarta:
Kanisius, 2005), hlm. 59.
[143] Lih. http://datakesra.kemenkopmk.go.id/sites/default/files/agama_file/Jumlah%20Pemeluk%20 Katolik%20di%20Indonesia.doc. Diakses
pada 26 Februari 2015, pk. 08.33 WIB.
[144] Bdk. Edward
Schillebeeckx, Paulus Rasul Bangsa-Bangsa
Bukan Yahudi dan Pengaruhnya dalam Gereja (terj. Tom Jacobs, SJ) dalam JB.
Banawiratma, SJ (ed.), Membaca Kitab Suci
(Yogyakarta: Kanisius, 1986), hlm. 142.
[147] Para imam disebut alter
Christus (artinya:
Kristus yang lain) karena, melalui sakramen tahbisan, mereka ‘berbagi’ kuasa
dengan Yesus. Artinya, mereka memiliki kuasa untuk bertindak atas nama Yesus di
dunia. Bdk. http://www.mycatholicsource.com/mcs/qt/priests_and_vocations_reflections_alter_Christus.htm. Diakses
pada 19 Januari 2015, pk. 08.30 WIB dan André Feuillet, Op. Cit., hlm. 140.
[149] Blessed
Columba Marmion, Christ: The Ideal of the
Priest, Dom Matthew Dillon (terj.) (San Fransisco, USA: Ignatius Press,
2005), hlm. 26 dan bdk. Tesis 7 dan 8 akan Imamat Kristus dalam Gerald
O’Collins, SJ dan Michael Keenan Jones, Op.
Cit., hlm. 250-262.
[151] Ecclesia de Eucharistia, art. 21, al.
1 dalam http://www.vatican.va/holy_father/special_features/encyclicals/documents/hf_jp-ii_enc_20030417_ecclesia_eucharistia_en.html. Diakses
pada 01 Maret 2015, pk. 08.15 WIB. Bdk. Lumen
Gentium, art. 3.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar